Mohon tunggu...
Naila Dhea Aramitha Hafida
Naila Dhea Aramitha Hafida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Dampak Kebijakan Kurikulum di Indonesia Terhadap Kualitas Sistem Pendidikan di Indonesia

17 Januari 2025   06:25 Diperbarui: 17 Januari 2025   06:25 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DAMPAK KEBIJAKAN KURIKULUM DI INDONESIA TERHADAP KUALITAS SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA

Naila Dhea Aramitha Hafida 

Program Studi Pendidikan Biologi,  Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Jember

Jl. Karimata No. 49, Jember. Jawa Timur

Email: nailadhea68@gmail.com

Abstrak. This article aims to analyze in depth the impact of changes in curriculum policy in Indonesia on the quality of education, with a focus on the foundation of national education. Through literature review and empirical data analysis, this study will reveal how curriculum changes, both in terms of content, methods, and evaluation, have affected the achievement of national education goals. In addition, this article will also identify other factors that influence the quality of education, such as teacher readiness, availability of facilities and infrastructure, and community support. Thus, it is hoped that this study can contribute to formulating a more effective curriculum policy and have a positive impact on improving the quality of education in Indonesia.

 Keywords: curriculum policy, Indonesia, quality of education, foundation of education, impact of change, curriculum evaluation, teacher readiness, facilities and infrastructure, community support.

Abstrak. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis secara mendalam dampak perubahan kebijakan kurikulum di Indonesia terhadap kualitas pendidikan, dengan fokus pada landasan pendidikan nasional. Melalui kajian literatur dan analisis data empiris, penelitian ini akan mengungkap bagaimana perubahan kurikulum, baik dalam hal konten, metode, maupun evaluasi, telah mempengaruhi pencapaian tujuan pendidikan nasional. Selain itu, artikel ini juga akan mengidentifikasi faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi kualitas pendidikan, seperti kesiapan guru, ketersediaan sarana prasarana, dan dukungan masyarakat. Dengan demikian, diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam merumuskan kebijakan kurikulum yang lebih efektif dan berdampak positif terhadap peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.

Kata Kunci: kebijakan kurikulum, Indonesia, kualitas pendidikan, landasan pendidikan, dampak perubahan, evaluasi kurikulum, kesiapan guru, sarana prasarana, dukungan masyarakat

1. PENDAHULUAN 

 Kurikulum pendidikan di Indonesia merupakan salah satu aspek penting dalam membentuk kualitas sumber daya manusia yang siap menghadapi tantangan global. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah berupaya melakukan berbagai perubahan pada kurikulum pendidikan, seperti penerapan Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka, untuk meningkatkan kualitas pendidikan agar lebih relevan dengan kebutuhan industri dan perkembangan teknologi. Namun, implementasi kurikulum ini menghadapi berbagai tantangan, seperti keterbatasan sarana dan prasarana di banyak sekolah, ketimpangan kualitas pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan, serta kurangnya kesiapan guru dalam mengadaptasi metode pembelajaran yang lebih modern dan berbasis teknologi. Selain itu, perubahan kurikulum yang cepat sering kali tidak diimbangi dengan program pelatihan yang memadai bagi pendidik, sehingga berdampak pada efektivitas penerapan kurikulum itu sendiri. Di sisi lain, perkembangan industri yang semakin pesat membutuhkan tenaga kerja yang tidak hanya menguasai pengetahuan, tetapi juga keterampilan praktis dan karakter yang kuat. Oleh karena itu, kurikulum pendidikan yang dapat mengintegrasikan kemampuan akademik dan keterampilan abad ke-21 sangat penting untuk menciptakan lulusan yang siap bersaing di pasar global. Relevansi topik ini semakin tinggi mengingat tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam menciptakan pendidikan yang inklusif, merata, dan berkualitas. Kurikulum yang adaptif dan dinamis menjadi kunci untuk menjawab kebutuhan industri yang semakin kompleks dan cepat berubah.

Kualitas dan sistem pendidikan di negara kita masih jauh dari kata maksimal bahkan sangat tertinggal jauh jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal tersebut dikarenakan masih banyaknya problematika yang menjadi pembahasan dan sedang dihadapi oleh negara ini. Di sisi lain, pemerintah pun tidak segera membenahi dan menyeleseikan permasalahan yang terjadi, sementara reformasi dan perubahan kurikulum pendidikan yang sudah dilakukan belum membawa perbaikan dan dampak yang positif terhadap mutu pendidikan, sehingga mutu pendidikan di negara kita masih sangat rendah.

Perjalanan perubahan kurikulum sejak tahun 1975, 1984, hingga 1994 masih menekankan pada begitu banyaknya materi yang harus dikuasai oleh peserta didik, sehingga beban mereka menjadi sangat berat. Meskipun perubahan kurikulum pada tahun 2004 (KBK) telah dilakukan pengurangan materi ajar, partisipasi dan peran orang tua dalam proses pembelajaran di tingkat dasar maupun menengah masih belum optimal, sehingga pengaruh positif terhadap kualitas pendidikan belum tercapai.

Prinsip dasar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah pada pengetahuan yang belum sempurna dan harus disempurnakan melalui proses eksplorasi, penemuan, dan eksperimen sesuai dengan konteks ruang dan waktu. Muatan KTSP mencakup beberapa mata pelajaran yang menjadi beban belajar peserta didik di satuan pendidikan, selain itu muatan lokal dan pengembangan diri juga masih menjadi bagian dari kurikulum. Namun, meskipun menggunakan KTSP, ternyata kualitas pendidikan kita belum mengalami perubahan yang signifikan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa meskipun ada reformasi kurikulum, mutu pendidikan kita masih memprihatinkan, atau dapat dikatakan bahwa peranan pembaruan kurikulum belum banyak memberikan dampak positif terhadap peningkatan kualitas pendidikan.

Kehadiran kurikulum 2013 diharapkan dapat melengkapi kekurangan yang ada pada kurikulum sebelumnya. Kurikulum 2013 disusun dengan tujuan untuk mengembangkan dan memperkuat sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara seimbang. Fokus pembelajaran diarahkan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang dapat mengembangkan sikap spiritual dan sosial sesuai dengan karakteristik Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, yang diharapkan dapat menumbuhkan budaya keagamaan (religious culture) di sekolah.

2. KAJIAN TEORITIS

Perubahan kebijakan kurikulum di Indonesia, yang dimulai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Nomor 20 Tahun 2003, memberikan arah baru dalam pembaruan pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Salah satu teori yang relevan adalah teori sistem pendidikan yang menekankan pada hubungan antara berbagai elemen dalam sistem pendidikan, seperti kurikulum, tenaga pendidik, peserta didik, dan masyarakat. Menurut teori ini, perubahan dalam salah satu komponen (misalnya, kurikulum) akan mempengaruhi komponen lain, sehingga peran guru dan pemahaman mereka terhadap kebijakan baru menjadi sangat krusial dalam implementasi kebijakan tersebut.

Teori perubahan sosial juga penting untuk memahami bagaimana kebijakan pendidikan berubah seiring dengan perkembangan zaman. Seperti halnya kebijakan pendidikan di Indonesia yang mengalami berbagai transformasi, teori ini mengajarkan bahwa perubahan dalam masyarakat, seperti kemajuan teknologi, perubahan ekonomi, dan tuntutan globalisasi, seringkali menjadi pendorong utama perubahan kebijakan. Dalam hal ini, kebijakan seperti Kurikulum 2004 (KBK), Kurikulum 2006 (KTSP), dan Kurikulum 2013 merupakan respons terhadap kebutuhan untuk meningkatkan daya saing pendidikan Indonesia di kancah global.

Teori konstruktivisme yang berfokus pada peran aktif siswa dalam proses pembelajaran juga dapat diterapkan untuk memahami kebijakan kurikulum yang lebih menekankan pada pengembangan kompetensi siswa, seperti yang terdapat dalam Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka. Teori ini menganggap bahwa pengetahuan dibangun oleh siswa melalui pengalaman belajar yang lebih kontekstual dan bermakna. Kebijakan yang memberikan kebebasan kepada guru untuk merancang pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa, seperti yang diterapkan dalam KTSP dan Kurikulum Merdeka, dapat diinterpretasikan sebagai implementasi dari prinsip-prinsip konstruktivisme dalam pendidikan.

Selain itu, teori evaluasi kebijakan yang mencakup model CIPP (Context, Input, Process, Product) digunakan untuk menilai efektivitas kebijakan-kebijakan kurikulum yang diterapkan. Model ini menilai konteks atau latar belakang kebijakan, input yang diperlukan (seperti pelatihan guru dan sumber daya pendidikan), proses implementasi, serta hasil yang dicapai. Evaluasi kebijakan melalui model ini membantu dalam memahami dampak kebijakan terhadap kualitas pendidikan dan bagaimana kurikulum dapat lebih relevan dengan kebutuhan dan kondisi lokal.

Secara keseluruhan, kajian teoritis mengenai kebijakan kurikulum di Indonesia menunjukkan bahwa perubahan kurikulum harus memperhatikan berbagai faktor, baik internal maupun eksternal, dan melibatkan berbagai elemen dalam sistem pendidikan. Perubahan ini tidak hanya mempengaruhi proses pembelajaran, tetapi juga berpotensi mengubah cara pandang masyarakat terhadap pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu, implementasi kebijakan kurikulum harus didasarkan pada pemahaman yang mendalam tentang teori-teori pendidikan yang relevan, serta evaluasi yang berkelanjutan untuk memastikan keberhasilan kebijakan tersebut.

3. METODE PENELITIAN

 Metode penelitian yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan kurikulum di Indonesia melibatkan berbagai pendekatan yang disesuaikan dengan tujuan penelitian dan data yang tersedia. Salah satu pendekatan yang sering digunakan adalah pendekatan kualitatif, yang bertujuan untuk memahami pandangan, persepsi, dan pengalaman dari berbagai pihak terkait kebijakan kurikulum. Pendekatan ini dapat dilakukan melalui wawancara mendalam, diskusi kelompok terfokus (FGD), dan analisis dokumen. Dengan wawancara dan diskusi, peneliti bisa menggali lebih dalam mengenai tantangan yang dihadapi oleh pendidik dalam menerapkan kebijakan tersebut. Selain itu, pendekatan kuantitatif juga bisa diterapkan untuk menilai dampak dari perubahan kurikulum terhadap prestasi siswa atau kualitas pendidikan secara numerik. Metode ini biasanya menggunakan survei untuk mengumpulkan data dari banyak responden, diikuti dengan analisis statistik untuk mengidentifikasi tren atau pola yang muncul akibat perubahan kebijakan.

Studi kasus juga merupakan metode yang efektif untuk menggali dampak kebijakan kurikulum pada satu sekolah atau daerah tertentu. Melalui pendekatan ini, peneliti bisa melihat secara langsung bagaimana kurikulum diterapkan dan pengaruhnya terhadap kegiatan belajar mengajar di lapangan. Evaluasi program, seperti model CIPP (Context, Input, Process, Product), dapat digunakan untuk menilai implementasi kurikulum yang lebih terstruktur. Penelitian ini akan menilai faktor kontekstual, sumber daya yang tersedia, proses implementasi, dan hasil dari kebijakan tersebut. Selain itu, penelitian historis juga penting untuk mengkaji perkembangan kebijakan kurikulum dari waktu ke waktu, mulai dari kurikulum 2004 (KBK) hingga Kurikulum Merdeka. Dengan memetakan perubahan-perubahan ini, peneliti dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan kurikulum dan dampaknya terhadap pendidikan di Indonesia.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 

Kebijakan Kurikulum di Indonesia

Dengan disahkannya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Nomor 20 Tahun 2003, ini menandai awal baru bagi sistem pendidikan di Indonesia. Berbagai kebijakan pendidikan kemudian diterbitkan sebagai pelaksanaan amanat undang-undang tersebut.

  1. Kurikulum 2004 (KBK)
    Kebijakan kurikulum 2004 dikenal dengan nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pendidikan yang berbasis kompetensi lebih menekankan pada pengembangan kemampuan untuk melaksanakan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar kinerja yang telah ditetapkan.
  2. Kurikulum 2006 (KTSP)
    Kebijakan kurikulum 2006 dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Ciri khas yang paling terlihat adalah kebebasan yang diberikan kepada guru untuk merancang pembelajaran yang sesuai dengan lingkungan, kondisi siswa, serta situasi sekolah yang ada.
  3. Kurikulum 2013
    Pada tahun ajaran 2013/2014, pemerintah memutuskan untuk memberlakukan kurikulum baru, yakni Kurikulum 2013, yang menggantikan KTSP dan melanjutkan pengembangan KBK yang dimulai pada tahun 2004. Kurikulum ini mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara menyeluruh sesuai dengan amanat UU 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 35 serta Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 mengenai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mendorong peserta didik agar lebih mampu dalam melakukan observasi, bertanya, berpikir kritis, dan menyampaikan (mempresentasikan) apa yang telah mereka pelajari atau ketahui setelah mengikuti materi pelajaran.
  4. Kurikulum Merdeka

Kebijakan Kurikulum Merdeka menggunakan model evaluasi CIPP yang berfokus pada konteks, masukan, proses, dan hasil. Penulis mengumpulkan berbagai salinan dokumen kebijakan dan studi penelitian yang berhubungan dengan kebijakan Kurikulum Merdeka. Temuan evaluasi menunjukkan bahwa kebijakan Kurikulum Merdeka memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk menyusun kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Hal ini dapat meningkatkan relevansi dan hubungan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari peserta didik, sehingga mendukung pemahaman yang lebih mendalam.

Kualitas Pendidikan Indonesia

  Dalam pengertian yang sederhana dan umum, makna pendidikan adalah usaha manusia untuk mengembangkan dan memperluas potensi-potensi bawaan baik fisik maupun mental sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat dan budaya. Pendidikan dan budaya berjalan seiring dan saling mendukung. Pendidikan menjadi sangat penting dalam kehidupan bangsa ini, sehingga banyak ahli berusaha memahami dan menjelaskan apa sebenarnya arti pendidikan dalam kehidupan ini. Sistem pendidikan tidak selalu identik dengan sekolah atau jalur pendidikan formal, melainkan juga bisa dilaksanakan melalui cara alternatif yang terstruktur dan berjenjang. Pendidikan alternatif berperan untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional, serta pengembangan sikap dan kepribadian yang sesuai dengan fungsi kehidupan sehari-hari.

IQ (Intelligence Quotient) adalah kecerdasan yang diukur dari kemampuan logika, analisis, dan rasio seseorang. Ini menggambarkan sejauh mana seseorang dapat berpikir analitis, berimajinasi, serta menciptakan dan menginovasikan ide-ide baru. Mengkaji masalah pendidikan di Indonesia bagaikan mengurai benang kusut, sulit untuk menemukan akar permasalahannya. Proses pendidikan yang dijalani selama hampir 68 tahun kemerdekaan Republik Indonesia belum membawa perubahan yang signifikan terhadap pola pikir sumber daya manusia. Permasalahan pendidikan di Indonesia terus muncul setiap tahunnya, dari berbagai aspek mulai dari input, proses, hingga output. Ketiga aspek ini sebenarnya saling terkait. Input mempengaruhi kelanjutan dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran juga mempengaruhi hasil output, yang kemudian kembali mempengaruhi input di jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau dalam dunia kerja, di mana teori mulai diterapkan.

Dampak Perubahan Kurikulum

Kurikulum bersifat dinamis dan selalu mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mendasarinya. Tujuan pendidikan dapat mengalami perubahan mendasar ketika suatu negara beralih dari negara yang dijajah menjadi negara merdeka, yang otomatis mengharuskan kurikulum mengalami perubahan secara menyeluruh.

Perubahan kurikulum juga terjadi ketika ada pergeseran dalam tekanan tujuan pendidikan. Misalnya, pada tahun 1930-an, akibat pengaruh kelompok progresif di Amerika Serikat, fokus kurikulum beralih ke anak, sehingga muncul pendekatan kurikulum yang berorientasi pada anak (child-centered curriculum) sebagai respons terhadap kurikulum yang berorientasi pada subjek (subject-centered curriculum) yang dianggap terlalu berorientasi pada orang dewasa dan masyarakat. Pada tahun 1940-an, akibat Perang Dunia, fokus kurikulum bergeser ke asas masyarakat, menjadikan kurikulum lebih berorientasi pada masyarakat (society-centered curriculum). Pada tahun 1950-an dan 1960-an, setelah peluncuran satelit Sputnik, Amerika Serikat menyadari keterlambatannya dalam ilmu pengetahuan, sehingga para pendidik cenderung memilih kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu (discipline-centered curriculum), yang mirip dengan kurikulum yang berorientasi pada subjek. Tampaknya perkembangan kurikulum kembali ke titik awal, tetapi lebih tepat dikatakan bahwa perkembangan kurikulum mengikuti pola spiral, bukan melingkar. Dengan kata lain, kita tidak kembali ke keadaan yang lama, melainkan menuju pada titik yang lebih tinggi dari sebelumnya.

Pada dasarnya, setiap pelaksanaan kebijakan kurikulum yang diterapkan oleh pemerintah sangat bergantung pada kemampuan tenaga pendidik dalam mengimplementasikannya dengan tepat. Proses implementasi tersebut sebagian besar dipengaruhi oleh persepsi dan penafsiran yang dimiliki oleh pendidik.

Menurut Lundeberg dan Levin (2003), persepsi dan penafsiran guru terhadap kurikulum berakar pada pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh guru tersebut. Kurikulum setidaknya mencakup empat komponen utama: 1) Tujuan pendidikan yang ingin dicapai. 2) Pengetahuan, ilmu, data, aktivitas, dan pengalaman yang relevan. 3) Metode dan cara-cara dalam mengajar dan memberikan bimbingan.

Perubahan kurikulum dapat memberikan dampak positif maupun negatif terhadap kualitas pendidikan. Dampak positifnya adalah siswa dapat belajar seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju. Namun, dampak negatifnya adalah perubahan kurikulum yang sangat cepat dapat menimbulkan masalah baru, seperti menurunnya prestasi siswa, karena mereka kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan sistem pembelajaran yang ada pada kurikulum baru.

Kebijakan kurikulum yang sering berubah atau diganti tidak hanya berdampak negatif pada siswa yang prestasinya menurun, tetapi juga dapat mempengaruhi sekolah secara langsung, terutama terkait dengan visi, misi, dan tujuan sekolah. Sebagai contoh, jika sebuah sekolah memiliki satu tujuan atau visi, maka sekolah tersebut akan berusaha untuk mencapainya. Untuk mencapai visi tersebut, tentu diperlukan waktu yang cukup panjang. Ketika mereka sudah menyesuaikan diri dengan tujuan yang telah disusun, namun kemudian terjadi perubahan kebijakan kurikulum, maka sekolah tersebut harus menyesuaikan kembali visi dan tujuannya. Dalam hal ini, meskipun pemerintah merasa bahwa perubahan kurikulum dapat membawa kemajuan, kenyataannya tidak selalu demikian.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Perubahan kebijakan kurikulum di Indonesia, yang diawali dengan disahkannya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Nomor 20 Tahun 2003, mencerminkan adanya upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Seiring berjalannya waktu, berbagai kurikulum diperkenalkan, mulai dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada tahun 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada 2006, hingga Kurikulum 2013 yang menggabungkan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kebijakan terbaru, yaitu Kurikulum Merdeka, memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk merancang kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dengan fokus pada keterkaitan dan pemahaman yang lebih mendalam terhadap materi pelajaran. Walaupun demikian, perubahan kurikulum ini menunjukkan tantangan besar dalam hal implementasi, terutama dalam memastikan bahwa guru dan siswa dapat beradaptasi dengan cepat dan efisien terhadap sistem pembelajaran yang baru. Dampak dari perubahan kurikulum sering kali menyebabkan kesulitan bagi siswa yang perlu menyesuaikan diri dengan pendekatan yang baru, serta dapat mengganggu stabilitas visi dan tujuan sekolah yang telah disusun sebelumnya.

Untuk meningkatkan efektivitas kebijakan kurikulum yang ada, beberapa tindakan perlu diambil. Pertama, memperkuat pelatihan dan dukungan kepada guru agar mereka lebih siap dalam mengimplementasikan kurikulum yang baru, dengan pemahaman yang mendalam mengenai tujuan dan metode yang digunakan. Kedua, perlu dilaksanakan evaluasi secara berkala terhadap kurikulum yang diterapkan untuk memastikan keterkaitan dan dampaknya terhadap mutu pendidikan. Evaluasi ini harus melibatkan umpan balik dari berbagai pihak, seperti siswa, guru, dan orang tua, untuk memastikan kebijakan yang dijalankan sesuai dengan kebutuhan pendidikan saat ini. Ketiga, meskipun keluwesan dalam Kurikulum Merdeka memberi kebebasan kepada sekolah untuk menyesuaikan dengan kebutuhan peserta didik, perlu ada dukungan yang memadai, baik dari sisi sumber daya maupun fasilitas, agar perubahan tersebut dapat terlaksana dengan maksimal. Keempat, penting bagi pemerintah untuk memperhatikan dampak jangka panjang dari perubahan kurikulum yang cepat, dengan mempertimbangkan stabilitas dan kesinambungan dalam pencapaian tujuan pendidikan di setiap jenjang. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan kebijakan kurikulum yang diterapkan dapat benar-benar memberikan dampak positif terhadap kualitas pendidikan di Indonesia.

6. DAFTAR REFERENSI

Ariandy, M. (2019). Kebijakan kurikulum dan dinamika penguatan pendidikan karakter di Indonesia. Sukma: Jurnal Pendidikan, 3(2), 137-168.

Ariyanti, Y. P., & Hazin, M. (2024). Evaluasi Kebijakan kurikulum Merdeka. Almufi Jurnal Sosial dan Humaniora, 1(1), 23-29.

Kenmandola, D. (2022). kualitas pendidikan di indonesia.

Mawati, A. T., Hanafiah, H., & Arifudin, O. (2023). Dampak pergantian kurikulum pendidikan terhadap peserta didik sekolah dasar. Jurnal Primary Edu, 1(1), 69-82.

Prasetyo, I. G., Nuria, I., Siregar, I. Z., Afsya, I. A., & Sumbari, J. DAMPAK KEBIJAKAN PERGANTIAN KURIKULUM TERHADAP PEMBELAJARAN SISWA.

Sari, A. R. (2021). Implementasi kebijakan kurikulum K-13. Penerbit NEM.

Setioyuliani, S. E. P., & Andaryani, E. T. (2023). Permasalahan Kurikulum Merdeka dan Dampak Pergantian Kurikulum K13 dan Kurikulum Merdeka. Pedagogika: Jurnal Ilmu-Ilmu Kependidikan, 3(2), 157-162.

Siahaan, A., Akmalia, R., Ray, A. U. M., Sembiring, A. W., & Yunita, E. (2023). Upaya Meningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia. Journal on Education, 5(3), 6933-6941.

Suhandi, A. M., & Robi'ah, F. (2022). Guru dan tantangan kurikulum baru: Analisis peran guru dalam kebijakan kurikulum baru. Jurnal basicedu, 6(4), 5936-5945.

Tampubolon, R., Gulo, Y., & Nababan, R. (2022). Pengaruh Reformasi Kurikulum Pendidikan Indonesia Tehadap Kualitas Pembelajaran. Jurnal Darma Agung, 30(2), 389-395.

Totoda, R. M. A., Luwunaung, N. S., Sahentumuwo, G. S., & Monigir, N. N. (2023). Analisis Kebijakan dan Peran Guru dalam Pergantian dan Pengembangan Kurikulum di Indonesia. Jurnal Basicedu, 7(6), 4141-4148.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun