Kurikulum bersifat dinamis dan selalu mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mendasarinya. Tujuan pendidikan dapat mengalami perubahan mendasar ketika suatu negara beralih dari negara yang dijajah menjadi negara merdeka, yang otomatis mengharuskan kurikulum mengalami perubahan secara menyeluruh.
Perubahan kurikulum juga terjadi ketika ada pergeseran dalam tekanan tujuan pendidikan. Misalnya, pada tahun 1930-an, akibat pengaruh kelompok progresif di Amerika Serikat, fokus kurikulum beralih ke anak, sehingga muncul pendekatan kurikulum yang berorientasi pada anak (child-centered curriculum) sebagai respons terhadap kurikulum yang berorientasi pada subjek (subject-centered curriculum) yang dianggap terlalu berorientasi pada orang dewasa dan masyarakat. Pada tahun 1940-an, akibat Perang Dunia, fokus kurikulum bergeser ke asas masyarakat, menjadikan kurikulum lebih berorientasi pada masyarakat (society-centered curriculum). Pada tahun 1950-an dan 1960-an, setelah peluncuran satelit Sputnik, Amerika Serikat menyadari keterlambatannya dalam ilmu pengetahuan, sehingga para pendidik cenderung memilih kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu (discipline-centered curriculum), yang mirip dengan kurikulum yang berorientasi pada subjek. Tampaknya perkembangan kurikulum kembali ke titik awal, tetapi lebih tepat dikatakan bahwa perkembangan kurikulum mengikuti pola spiral, bukan melingkar. Dengan kata lain, kita tidak kembali ke keadaan yang lama, melainkan menuju pada titik yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Pada dasarnya, setiap pelaksanaan kebijakan kurikulum yang diterapkan oleh pemerintah sangat bergantung pada kemampuan tenaga pendidik dalam mengimplementasikannya dengan tepat. Proses implementasi tersebut sebagian besar dipengaruhi oleh persepsi dan penafsiran yang dimiliki oleh pendidik.
Menurut Lundeberg dan Levin (2003), persepsi dan penafsiran guru terhadap kurikulum berakar pada pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh guru tersebut. Kurikulum setidaknya mencakup empat komponen utama: 1) Tujuan pendidikan yang ingin dicapai. 2) Pengetahuan, ilmu, data, aktivitas, dan pengalaman yang relevan. 3) Metode dan cara-cara dalam mengajar dan memberikan bimbingan.
Perubahan kurikulum dapat memberikan dampak positif maupun negatif terhadap kualitas pendidikan. Dampak positifnya adalah siswa dapat belajar seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju. Namun, dampak negatifnya adalah perubahan kurikulum yang sangat cepat dapat menimbulkan masalah baru, seperti menurunnya prestasi siswa, karena mereka kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan sistem pembelajaran yang ada pada kurikulum baru.
Kebijakan kurikulum yang sering berubah atau diganti tidak hanya berdampak negatif pada siswa yang prestasinya menurun, tetapi juga dapat mempengaruhi sekolah secara langsung, terutama terkait dengan visi, misi, dan tujuan sekolah. Sebagai contoh, jika sebuah sekolah memiliki satu tujuan atau visi, maka sekolah tersebut akan berusaha untuk mencapainya. Untuk mencapai visi tersebut, tentu diperlukan waktu yang cukup panjang. Ketika mereka sudah menyesuaikan diri dengan tujuan yang telah disusun, namun kemudian terjadi perubahan kebijakan kurikulum, maka sekolah tersebut harus menyesuaikan kembali visi dan tujuannya. Dalam hal ini, meskipun pemerintah merasa bahwa perubahan kurikulum dapat membawa kemajuan, kenyataannya tidak selalu demikian.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Perubahan kebijakan kurikulum di Indonesia, yang diawali dengan disahkannya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Nomor 20 Tahun 2003, mencerminkan adanya upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Seiring berjalannya waktu, berbagai kurikulum diperkenalkan, mulai dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada tahun 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada 2006, hingga Kurikulum 2013 yang menggabungkan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kebijakan terbaru, yaitu Kurikulum Merdeka, memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk merancang kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dengan fokus pada keterkaitan dan pemahaman yang lebih mendalam terhadap materi pelajaran. Walaupun demikian, perubahan kurikulum ini menunjukkan tantangan besar dalam hal implementasi, terutama dalam memastikan bahwa guru dan siswa dapat beradaptasi dengan cepat dan efisien terhadap sistem pembelajaran yang baru. Dampak dari perubahan kurikulum sering kali menyebabkan kesulitan bagi siswa yang perlu menyesuaikan diri dengan pendekatan yang baru, serta dapat mengganggu stabilitas visi dan tujuan sekolah yang telah disusun sebelumnya.
Untuk meningkatkan efektivitas kebijakan kurikulum yang ada, beberapa tindakan perlu diambil. Pertama, memperkuat pelatihan dan dukungan kepada guru agar mereka lebih siap dalam mengimplementasikan kurikulum yang baru, dengan pemahaman yang mendalam mengenai tujuan dan metode yang digunakan. Kedua, perlu dilaksanakan evaluasi secara berkala terhadap kurikulum yang diterapkan untuk memastikan keterkaitan dan dampaknya terhadap mutu pendidikan. Evaluasi ini harus melibatkan umpan balik dari berbagai pihak, seperti siswa, guru, dan orang tua, untuk memastikan kebijakan yang dijalankan sesuai dengan kebutuhan pendidikan saat ini. Ketiga, meskipun keluwesan dalam Kurikulum Merdeka memberi kebebasan kepada sekolah untuk menyesuaikan dengan kebutuhan peserta didik, perlu ada dukungan yang memadai, baik dari sisi sumber daya maupun fasilitas, agar perubahan tersebut dapat terlaksana dengan maksimal. Keempat, penting bagi pemerintah untuk memperhatikan dampak jangka panjang dari perubahan kurikulum yang cepat, dengan mempertimbangkan stabilitas dan kesinambungan dalam pencapaian tujuan pendidikan di setiap jenjang. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan kebijakan kurikulum yang diterapkan dapat benar-benar memberikan dampak positif terhadap kualitas pendidikan di Indonesia.
6. DAFTAR REFERENSI
Ariandy, M. (2019). Kebijakan kurikulum dan dinamika penguatan pendidikan karakter di Indonesia. Sukma: Jurnal Pendidikan, 3(2), 137-168.