Fakta menarik: Penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 70% Generasi Z menganggap keseimbangan hidup sebagai faktor penting dalam memilih pekerjaan, dan mereka cenderung menolak pekerjaan yang mengganggu waktu pribadi mereka.
2. Pandangan terhadap Budaya Kerja Tradisional
Budaya kerja yang menuntut dedikasi penuh dari karyawan dan cenderung mengagungkan lembur sudah mulai ditinggalkan oleh Generasi Z dan Milenial. Mereka menginginkan kebebasan dan fleksibilitas dalam bekerja.
Budaya kerja yang mengedepankan hasil, bukan sekadar jam kerja panjang, lebih sesuai dengan nilai-nilai generasi ini. Karena itu, soft quitting sering kali merupakan bentuk protes terhadap budaya kerja yang dinilai kuno atau tidak adil.
3. Kekecewaan terhadap Sistem Kerja
Tidak sedikit yang merasa bahwa perusahaan tidak memberikan apresiasi atau penghargaan yang sesuai atas dedikasi mereka. Kekecewaan terhadap sistem kerja yang dirasa tidak adil, mulai dari ketidakjelasan karier hingga ketidakadilan dalam kompensasi, menjadi pemicu utama soft quitting.
Mereka merasa bahwa bekerja ekstra tidak selalu berbanding lurus dengan penghargaan atau kemajuan karier, sehingga mereka memilih untuk hanya bekerja "secukupnya."
4. Krisis Identitas dan Makna dalam Bekerja
Generasi Z dan Milenial cenderung mencari makna dan tujuan dalam pekerjaan mereka. Mereka tidak hanya bekerja demi gaji semata, tetapi juga demi kepuasan diri dan dampak positif yang dapat mereka ciptakan.
Ketika mereka merasa bahwa pekerjaan mereka tidak memiliki dampak signifikan atau tidak sejalan dengan nilai-nilai pribadi, soft quitting menjadi salah satu cara untuk menghindari stres dan ketidakpuasan.
5. Kesehatan Mental sebagai Prioritas