Dengan begitu, orang merasa sudah cukup dengan mengamati, karena algoritma media sosial sudah memenuhi kebutuhan informasional atau hiburan mereka tanpa perlu ikut berpartisipasi langsung.
Contoh KasusDi TikTok, misalnya, algoritma akan terus menampilkan video yang sesuai dengan minat pengguna. Hal ini membuat pengguna merasa puas hanya dengan menonton video tanpa perlu memberikan tanggapan apa pun.
Lurking, Berdampak Positif atau Negatif?
Menjadi lurker di media sosial bukanlah hal yang sepenuhnya negatif. Bagi beberapa orang, ini adalah cara yang sehat untuk tetap terhubung tanpa merasakan tekanan sosial yang terlalu besar.Â
Namun, jika terus berlanjut, perilaku lurking ini bisa menjadi tanda dari masalah seperti kecemasan sosial atau bahkan fear of missing out yang berkepanjangan.Â
Oleh karena itu, penting untuk menemukan keseimbangan, seperti sesekali berinteraksi, sekadar menyukai atau memberikan komentar positif, agar tetap merasa bagian dari komunitas tanpa mengorbankan kesehatan mental.
Fenomena lurking di media sosial adalah hasil dari banyak faktor, mulai dari kebutuhan menjaga privasi, ketakutan akan penilaian sosial, hingga kecenderungan pasif dalam mengonsumsi konten.Â
Sifat alami media sosial sebagai ruang publik sering kali mendorong pengguna untuk lebih berhati-hati dalam bersikap, yang menyebabkan beberapa orang lebih nyaman hanya sebagai pengamat.Â
Memahami fenomena ini bisa membantu kita lebih bijak dalam berinteraksi di media sosial dan menemukan cara yang lebih sehat untuk tetap berhubungan dengan dunia maya tanpa terjebak dalam tekanan sosial yang berlebihan.
Nah siapa yang masih melakukan lurking apa alasannya jawab dikolom komentar ya..hehe
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H