Mereka mengamati agar tetap mendapatkan informasi terbaru, tetapi menahan diri untuk tidak berinteraksi, baik karena takut terlibat lebih jauh atau karena tidak merasa cukup percaya diri.
3. Dampak Media Sosial yang Semakin Visual
Platform-platform media sosial seperti Instagram atau TikTok yang berfokus pada konten visual sering kali menciptakan tekanan tersendiri untuk menampilkan konten yang estetik.
Bagi pengguna yang tidak merasa memiliki konten visual menarik atau sesuai standar platform, mereka cenderung lebih sering menjadi pengamat pasif.
Selain itu, lurkers sering kali merasa media sosial adalah hiburan semata atau sumber informasi, bukan platform di mana mereka merasa harus “ikut terlibat” atau “menjadi konten kreator”.
Hal ini menunjukkan bahwa motivasi setiap pengguna berbeda, di mana beberapa orang merasa cukup menjadi pengamat yang pasif.
4. Budaya Work-Life Balance dan Konsumsi Konten Pasif
Khususnya bagi generasi muda seperti Gen Z, keseimbangan antara pekerjaan dan waktu pribadi atau work-life balance semakin menjadi prioritas.
Ketika media sosial mulai terasa sebagai “tugas tambahan,” mereka cenderung hanya menonton atau mengamati tanpa berinteraksi lebih jauh, agar energi mereka tidak terkuras untuk aktivitas daring.
Konsumsi konten pasif juga menjadi cara untuk “mendinginkan otak” setelah seharian penuh aktivitas.
5. Anxiety Sosial yang Menyertai Media Sosial
Kecemasan sosial atau social anxiety juga berperan besar dalam fenomena lurking. Banyak orang merasa takut atau cemas bahwa komentar atau interaksi mereka di media sosial bisa menjadi subjek perhatian atau penilaian negatif dari orang lain.
Mereka memilih untuk “mengintip dari jauh” demi menjaga kenyamanan pribadi.
6. Algoritma Media Sosial dan Kebiasaan Mengonsumsi Konten
Algoritma platform seperti Instagram dan TikTok dirancang untuk menampilkan konten yang dianggap menarik bagi pengguna. Hal ini menciptakan pengalaman “mengonsumsi” konten secara pasif yang begitu personal dan disesuaikan dengan minat masing-masing.