Mohon tunggu...
Amerta Raya
Amerta Raya Mohon Tunggu... Petani - Petani

Catatan Manusia Pelosok Desa

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kulonuwun dan Uluk Salam Saat Masuk Jogja

27 Juli 2023   12:46 Diperbarui: 27 Juli 2023   13:10 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Semnagat pagi menjelang siang, Assalamualaikum, cuaca dikampung ku cukup terik, lotis belimbing wuluh, kedondong, mangga, jambu air kebayang segernya bikin ngiler.

Jam seini baru pulang dari gubuk. Kamis 27 Juli 2023 pukul 10:18 WIB sembari rehat leyeh-leyeh ngeringin keringat sembari latihan menulis. 

Alhamdulillah masih diberikan kesehatan fisik, mental dan spiritual, sungguh nikmat karunia Alloh SWT yang teramat sangat agung.

Sembari melihat simbok-simbok bersama anaknya sedang mengerumuni pedagang jajanan keliling.

Mbah Mboyan namanya, pedang jajanan yang usia ya sudah cukup sepuh, sedari aku kecil beliau sudah menajajakn dagangannya berkeliling dengan memikul dan jalan kaki. 

Memikul dua kotak kayu besar seperti etalase lengkap dengan Kaca transparan, didalamnya rak susun yang berisikan aneka jajanan tradisional. 

Bertahan dengan pikulan tak lain karena juga tidak bisa mengendarai motor. Ada beberapa orang yang sedari aku kecil bertahan berjualan dengan pikulan. 

Tak lama kang sayur datang mas Fahrur Rozi, mbah Mboyan pun beranjak jalan, simbok-simbok semakin banyak berkerumun mencari kebutuhan dapur. 

Tentunya sembari ngerumpi, ya namanya juga simbok-simbok, mungkin ngerumpi sebuah hal yang nikmat bagi mereka.

Mungkin juga beranggapan tak lazim jika simbok-simbok berkerumun dan tidak ngerumpi.

Yang padahal salah satu ciri-ciri Perempuan penghuni surga itu perempuan yang bisa menjaga lisannya.

Dari bukunya kang Ngainun Naim, beliau menulisan cerita singkat kala dirinya terlihat dalam sebuah pengajian yang diselnggarakan oleh jamaah muslimat di masjid dekat rumahnya. 

Halaman 143 buku dengan judul The Power of Writing sub BAB "Membaca, Mencatat dan Menulis" aku nukil dari hasil catatan beliau terkait isi pengajian yang beliau ikuti. 

Dituturkan disitu bahwa perempuan penghuni surga memiliki beberapa kriteria. 

Kriteria pertama yakni perempuan yang mampu menjaga lisannya, memang lidah itu bagian tubuh yang paling mudah berkelit.

Kriteria kedua yakni perempuan yang mampu menjaga auratnya, akhir jaman seperti ini sangat sulit ngrekso aurat, terlebih kebutuhan konten yang sekedar mengejar viral.

Kriteria ketiga yakni perempuan yang hatinya khusyuk berdzikir kepada Alloh SWT. 

Ya begitupun dengan pria sayogyanya khusyuk hatinya terpaut kepada Alloh SWT.

Kalau pria bisa dzikir dan selalu menjaga diri dari hadas dengan selalu ber wudhu, alangkah sangat baiknya dzikir dalam kondisi suci. 

Kalaupun mau dzikir ringan dan bisa dalam kondisi tidak suci atau hadas dengan sholawat, paling ringan sholawat Jibril "Sholalloh ala Muhammad". 

InsyaAlloh sholawat yang langgeng didalam hati akan mampu menjadi mursyid yang membimbing dan mengarahakan diri sendiri dalam langkah kebaikan. 

Kalau perempuan ya pas tidak ada tamu bulanan sangat baik menjaga diri untuk terus suci dari hadas. 

Kala datang tamu bulanan ya sholawatan saja didalam hati, sembari menikmati rutinitas aktifitas sehari-hari. Biar hati tidak suwung alias kosong. 

Bisa perempuan seterusnya menjaga kondisi suci untuk mereka yang sudah memasuki masa menopause, berarti usia diatas empat puluh.

Banyak lagi kriteria penghuni surga, ya aku pun masih latihan untuk terus berusaha menjaga lisan ku dari ucapan yang tidak baik. 

Lebih baik aku bisu daripada ucapan ku menimbulkan perkara yang mudharat bahkan dosa yang tak terasa, namun terbiasa. 

Seperti nabung koin seperak dua perak tapi tiap waktu berkerumun, begitu satu tahun lebaran dibuka, hasilnya banyak juga. 

Begitupun dengan dosa kecil, jangan menyepelekan dosa kecil, hindari gossip, ghibah ganti dengan dzikir sholawat agar saldo amal baiknya tidak terpotong. 

Malah ceritanya apa, bukan sesuai judul, ya anggap saja ini pengiring latihan menulis pada siang ini. Jadi mari lari ke judul. 

Kejadiannya usai naik bus SEMAR (SEMARang-Jogja), setelah seperti yang aku ceritakan dalam artikel itu, aku turun menemui bapak-bapak pengatur jalan. 

Kemudian aku naik bus trans Jogja, aku masuk ke terminal Jombor ke halte trans Jogja.

Masuk beli karcis, karena aku perdana Naik trans Jogja, aku sedikit bingung, selama di Jogja belum pernah naik trans. 

Baru akhir-akhir sebelum pindah ke Pekalongan pingin merasakan naik trans Jogja. 

Rasa pingin ku menaiki trans Jogja muncul kala ngobrol dengan bapak-bapak relawan pengatur jalan itu.

Biasanya aku minta dijemput oleh kawan, tapi saat itu aku berinisiatif untuk turut merasakan trnasportasi umum dengan warna khasnya hijau dan kuning kebanggan provinsi Jogja ini. 

Masuk ke halte yang sedang dijaga oleh dua orang petugas, seorang perempuan dan seorang pria dengan kemeja putih dan celana hitam.

Aku tanya kepada penjaga perempuan yang duduknya lebih dekat dengan pintu masuk, maksud ku untuk order karcisnya. 

Seorang perempuan cuek dengan kesibukannya mengotak-atik kalkulator, dua kali aku tanya sambil aku sentuh lengan beliau. 

"mbak karcisnya, aku mau turun di perempatan jalan wonosari" tanya ku ke si mbak, masih juga tidak direspon dan tidak ada jawaban. 

"si mbak lelah dan sibuk, atau mungkin ada masalah dengan pasangannya, atau kalau sudah berkeluarga sedang Ada masalah keluarga mungkin" batin ku sembari aku asyik senyum sendiri. 

Antrian didepan ku sudah maju, aku pun ikut maju dan aku tanya ke mas penjaga. 

"mas tiket, aku mau turun di perempatan jalan wonosari", masnya tidak menjawab, diam dan langsung menyodorkan karcisnya.

"berapa mas" tanya ku sambil aku nyodorkan uang 50an ke masnya, tidak dijawab cuma diterima uangnya dan dikasih kembalian. 

"kok judes-judes ya pegawainya, apa dua orang ini cinlok dan lagi ada masalah berdua" batin ku sambil senyum-senyum geli.

"o, seperti ini toh Jogja, tidak ada ramahnya" gejolak batin ku.

"tapi apa aku yang ada kesalahan saat masuk sehingga aku mendapatkan perlakuan yang tidak ramah dan tidak mengenakkan ini?" tutur batin ku menanyakan kepada diri sendiri. 

Sambil menunggu bus datang "ah rasanya tidak salah, tapi cobalah aku tak kulonuwun masuk Jogja" aku dengan batin ku, sembari melihat peta transportasi. 

Bus dengan nomor tujuan ku akhir ya datang, bergegas aku masuk, hanya beberapa orang saja yang masuk. 

Tidak ada sebagian dari orang yang desak-desakan di halte, longgar banget. 

Sembari menikmati jalanan aku tanya ke petugas bus pendamping sopir alias kernet, seorang ibu-ibu. 

"bu kalau tujuan jalan wonosari, aku turun dari bus ini dimana bu, terus naik bus nomor berapa?" tanya ku sambil duduk dibelakang sopir. 

"oh nanti transit diterminal Concat (Condong Catur) naik bus nomor sekian dan turun lagi di bandara, naik bus nomor sekian" jawab si ibu dengan nada yang tidak ramah. 

"baik bu, terima kasih" pungkas ku sambil senyum dan menikmati sejuk ruang dalam bus dan masih sambil ngebatin "kok bus trans Jogja seperti ini pelayanannya, ada apa dengan diri ku?" 

Sampai di terminal Concat, aku turun pun penumpang lain semua turun, ibu kernet itu juga turun, rehat sejenak, cukup lama menunggu bus.

Aku sembari melihat peta traffic trans Jogja yang terpampang didinding halte, sembari mbatin "kulonuwun, assalamualaikum Jogja, kulo sampun mlebet dugi Concat niki"

Masih sambil lihat peta, lihat tulisan besar halte Lempuyangan, aku ingat pak Dul mie ayam.

Beliau dulu tetangga kost ku, selain jual miayam juga jualan makanan nasi setiap pagi, langganan tempat nongkrong ku sendirian, walau tempatnya kecil.

Paling ngobrol dengan pak Dul dan tetangga lain, beliau pernah minta tolong aku untuk dibuatkan banner pamflet merek dagangnya.

Kangen lama banget tidak makan disana sedari pindahan, nah kala itu langsung pindah tujuan untuk turun di halte Lempuyangan. 

Aku niatkan untuk mampir ke warungnya pak Dul, pingin makan disana, sembari melepas rindu. 

Lokasinya di gang ujung selatan stasiun, masuk jalan paving tembus ke Malioboro, banyak homestay didaerah situ, biasa banyak backpacker nginap didaerah situ. 

Karena bus yang yang menuju Lempuyangan adalah bus yang sama, Aku masuk bus itu lagi. 

Ketemu ibu kernet lagi "loh mas kok naik ini lagi, nanti nomor sekian busnya mas" tegas ibu kernet, dengan mimik muka yang masih agak judes. 

Sambil ketawa aku jawab "aku beralih tujuan saja bu, mau turun turun ke Lempuyangan saja" sambil ketawa, penumpang cuma empat orang. 

Aku duduk dikeat si ibu kernet, "olah mas, ora sido berarti mudun jalan wonosari iki, sidone lemouyangan" tanya ibu sambil mulai tersenyum. 

"njih bu, kulo mandap teng Lempuyangan mawon, bade sekalian teng rencang, kangen" jawab ku sambil tersenyum. 

"o, yowis yen ngono, ayo pak sopir mlaku" pungkas ibu kernet dan bus melaju. 

Disitu kami mulai ngobrol banyak dan bercanda juga dengan pak sopir, si ibu kernet juga turut tertawa, ternyata asli ya mereka ramah semua. 

Batin ku "memang harus dua kali ketemu beliau dan aku harus kulonuwun agar mampu membaur bersama, guyon tertawa serasa saudara" 

Sampai Lempuyangan kami guyonan terus, penumpang yang lain duduk dibelakang, mereka hanya menjadi penonton. 

Turun di halte Lempuyangan, si ibu kernet dan pak sopir aku pamiti, "kulo mandap rien njih pak, bu, matur suwun giyonane" sambil ketawa. 

"o njih mas, sesok numpak iki maneh yo" kata pak sopir sambil ngakak juga. 

"iyo mas, ati-ati yo, matur suwun juga" tegas ibu kernet yang juga ketawa sumpringah. 

"njih pak, bu, don't miss me" kata ku sambil ketawa juga sambil dadah melambaikan telapak tangan dari halte kearah mereka. 

"oalah mase ki ono-ono wae" sahut si ibu kernet sambil senyum-senyum dipintu trans Jogja yang belakangnya bertuliskan kalimat ajakan "Ayo Naik Bus". 

Turun dari halte lantas aku jalan kaki sekitar 200 meter menuju rumah pak Dul yang juga warung makan. 

Alhamdulillah, ketemu pak Dul dan aku langsung pesan mie ayamnya, karena nasinya sudah habis. 

Minumnya langsung dibuatkan karena biasa dulu disitu minum kopi sachet nescafe double untuk gelas besar, jadi langsung dibuatkan itu. 

Kami ngobrol banyak, dan pak tetangga satunya lagi juga datang menghampiri ku, kami melepar rindu, ngobrol-ngobrol, pun si mereka minta kontak ku. 

Latihan menulis cerita Jogja malah jadi kangen ini dengan jogja, kapan-kapan kalau ada rejeki tak main ke Jogja, menemui pak Dul pun sahabat-sahabat.

Sampai sore di warung pak Dul, ada empat atau enam jam nongkrong, ngobrol dengan mereka. 

Kemudian aku sahabat ku si Bujang alias Wahid Syahrul Fadil, dulu kuliah di AMIKOM, dia sahabat yang memiliki loyalitas tinggi.

Tak jarang aku numpang dikost dia, karena aku tidak punya kost. Jadi banyak merepotkan sahabat-sahabat di Jogja. 

Semoga mereka semua diberikan keselamatan dan kesehatan wal afiat, pun semoga kelak kami dipertemukan kembali oleh Alloh SWT. 

Demikian sekelumit cerita setelah naik bus SEMAR. alhamdulillah, aku selalu asyik dengan diri ku sendiri, dan bagaimana menularkan rasa asyik ku kepada sekeliling ku dan kepada semua orang.

Betapa sangat baik dan prayogi kala masuk ke suatu daerah dengan adab perilaku seperti masuk kesebuah rumah, yakni dengan kulonuwun dan uluk salam. 

Sejatinya setiap daerah ada yang membahurekso, kulonuwun dan uluk salam walau didalam hati kala memasuki gerbang gapura tapal batas daerah yang dikunjungi. 

Dan aku ternyata harus masuk Jogja dua kali, yang awal hanya sebatas dzahir ingin kuliah.

Yang kedua ya ini, masuk walau sudah di akhir dan ku selipkan salam dan kulonuwun sehingga aku mampu merasakan harmonisnya Jogja. 

Walau fenomena sosial yang terjadi sekarang, Jogja tetap istimewa tapi tidak lagi seistimewa Yogyakarta tidak seistimewa Ngayogyokarto. 

Tapi aku rindu provinsi kecil itu, aku menuntut banyak ilmu dari sana dan mendapatkan banyak oleh-oleh dari sana, oleh-oleh yang ku simpan di hati "ilmu". 

Sudah pukul 12:46 WIB, latihan menulis aku akhiri, mau rehat sholat dzuhur, terus tidur siang. 

Matur sembah nuwun, mohon maaf lahir dan batin, banyaknya kesalahan penulisan. 

Salam bahagia dari pelosok Desa untuk Indonesia maju, Indonesia cerdas, Indonesia emas. 

Nitip sehat, semangat dan jangan lupa bahagia. Selalu bahagia. Barokalloh. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun