Mohon tunggu...
Naftalia Kusumawardhani
Naftalia Kusumawardhani Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis (Remaja dan Dewasa)

Psikolog Klinis dengan kekhususan penanganan kasus-kasus neurosa pada remaja, dewasa, dan keluarga. Praktek di RS Mitra Keluarga Waru. Senang menulis sejak masih SMP dulu hingga saat ini, dan sedang mencoba menjadi penulis artikel dan buku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sudah Berbagi tapi Tetap Miskin, Salahnya di Mana?

5 November 2015   20:33 Diperbarui: 6 November 2015   13:35 2192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ikhlaskan Saja

Suatu kali ada seorang staf saya mengeluh tidak punya uang. Hanya ada uang 2000 rupiah di dompetnya, sehingga dompetnya tampak langsing..hehe… Persediaan uangnya di bank juga menipis. Mengandalkan gaji di kantor, sungguh tidak mungkin. Anaknya masih bayi. Istrinya tidak bekerja karena merawat si bayi.

Teringat dengan pengalaman diri sendiri beberapa waktu sebelumnya, saya anjurkan dia untuk membagikan uang tersisa dalam bentuk makanan ke orang lain.

“Besok pagi, sebelum berangkat ke kantor, kamu beli nasi bungkus dan minumannya. Nggak usah banyak-banyak, cukup 3 nasi bungkus. Lalu kamu bagikan ke siapa saja di jalan, yang kamu anggap butuh makan pagi. Kalau nasi bungkusnya nggak habis, atau kamu nggak mau lakukan ini, besok nggak usah masuk kantor. Konsekuensinya, gajimu saya potong per hari sampai kamu mau lakukan!”. Tegas nian nih saya ini..hahaha… Lha saya khan manager HRD, jadi punya kekuasaan dong. Sesama HRD, dilarang protes ya.

Staf saya tidak berani membantah. Hanya bicara satu kalimat saja, “Bu, saya ini nggak punya uang. Kok malah disuruh beli nasi bungkus? Nggak salah?”. Tidak perlu saya jawab, dengan pelototan mata saja sudah cukup membuatnya diam.

Esoknya dia lakukan persis seperti yang saya tugaskan. Saya tambahkan jumlah nasi bungkusnya, per hari 1 bungkus. Total selama 3 hari berturut-turut. Nggak jelas sebenarnya, staf saya itu percaya penuh dengan saya atau takut…hahaha… Saya bekali juga bagaimana dia harus memberikan makanan itu pada orang lain. Setelah 3 hari, saya hentikan. Sepertinya dia lega deh. Dia kerja seperti biasa.

Tepat 10 hari kemudian, dia menemui saya dengan wajah berseri-seri. “Bu, saya dihubungi teman SMA. Dia minta didesaikan web. Saya dikasih uang muka 10 juta. Kemarin sudah ditransfer, katanya yang 2 juta untuk saya pribadi… Alhamdulillah, Bu…”. Wah, saya ikut senang mendengarnya. Saya hanya pesan agar dia tidak melupakan pekerjaan utamanya di kantor dan tidak boleh menggunakan fasilitas kantor untuk mengerjakan proyek pribadinya itu. Dia setuju dan menepati janjinya. Luar biasa bukan? Kalau ‘berani’ berdagang dengan Tuhan, syaratnya harus ikhlas. Modalnya dikit, tapi imbalannya besar sekali..

Mulailah Berbagi dengan Barang Terbaik

Saya menantang Anda untuk mulai berbagi dengan barang terbaik yang Anda miliki. Eh, jangan salah ya, para Bapak-bapak, barang terbaik itu bukan istri Anda. Ntar para bapak ambil kesempatan dengan bilang kalau istrinya itu yang terbaik…

Sumbangkan baju yang masih bagus, baik, dan layak dipakai. Bukan baju yang sudah sobek-sobek, atau pudar warnanya. Baju seperti itu mendingan dibuat kain lap di rumah. Sumbangkan tas yang masih bisa digunakan, bukan yang rusak kancing atau resletingnya. Mainan anak-anak yang masih bisa dimainkan, bukan yang sudah patah di mana-mana.

Sumbangkan uang terbesar dalam dompet Anda. Eit, jangan pindahkan pecahan uang terbesar ke bawah bantal ya. Tiap kali ke Gereja, atau ke Masjid, ke Vihara, atau ke tempat ibadah lainnya, bila ada persembahan/sedekah, berikan pecahan uang terbesar yang ada di dompet (tidak boleh ngecek dompet sebelum berangkat atau pura-pura lupa bawa dompet ya).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun