PUTUSNYA PERKAWINAN
 Putus perkawinan merupakan ikatan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita sudah putus. Perceraian dalam hukum Islam adalah sesuatu perbuatan halal yang mempunyai prinsip dilarang oleh Allah SWT. Oleh karena itu, tata perceraian diatur dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan teknisnya diatur dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975.
Pasal 38 UU Perkawinan, Perkawinan dapat diputus karena: kematian, perceraian dan atas keputusan pengadilan.
Pasal 39 UU Perkawinan,
1. Perceraian hanya dapat dilakukan di depab Sidang Pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak
2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri
3. Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam peraturan perundangundangan tersendiri.
Akibat Putusnya Perkawinan
a) Akibat Talak
Perkawinan yang putus karena suami mentalak istrinya mempunyai akibat hukum berdasarkan Pasal 149 KHI, yakni.
Memberikan mut'ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qabla al-dukhul
Memberi nafkah, makan dan kiswah (tempat tinggal dan pakaian) kepada bekas isti selama masa iddah, kecualli bekas istri telah dijatuhi talak ba'in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil
Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya dan separuh apabila qabla al-dhukul
Memberikan biaya hadlanah untuk anak yang belum mencapai umur 21 tahun.
b) Akibat perceraian (cerai gugat)
Cerai gugat yakni seorang istri menggugat suaminya untuk bercerai melalui pengadilan, yang kemudian pihak pengadilan mengabukan gugatan dimaksud sehingga putus hubungan penggugat (istri) dengan tergugat (suami) perkawinan.
c) Akibat Khulu'
Yakni suatu perkawinan yang putus karena pihak istri telah memberikan hartanya untuk membebaskan dirinya dari ikatan perkawinan. Khulu' merupakan perceraian yang terjadi dalam bentuk mengurangi jumlah talak dan tidak dapat dirujuk.
d) Akibat Li'anÂ
Ikatan perkawinan yang putus selama-lamanya. Dengan putus perkawinan dimaksud, anak yang dikandung oleh istri dinasabkan kepadanya akibat li'an. Hal ini dirumuskan dalam Pasal 162 KHI sebagai berikut: Bilamana li'an terjadi maka perkawinan itu putus untuk selamanya dan anak yang dikandungnya dinasabkan kepada ibunya, sedang suaminya terbebas dari kewajian memberi nafkah.
e) Akibat Ditinggal Mati Suami
Bila ikatan perkawinan putus sebagai akibat meninggalnya suami, maka istri menjalani massa iddah dan bertanggung jawab terhadap pemeliharaan anak-anaknya serta mendapat bagian harta warisan dari suaminya.
C. HUKUM KEWARISAN ISLAM