Mohon tunggu...
Muhammad Nafi
Muhammad Nafi Mohon Tunggu... Administrasi - Biodata Penulis

Muhammad Nafi, Mahasiswa program doktoral (S3) jurusan Ilmu Syariah di UIN Antasari.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Integritas dalam Perspektif Berani Keluar dari Zona Nyaman

20 Oktober 2020   11:00 Diperbarui: 20 Oktober 2020   11:10 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kembali saya beranikan diri menulis, semoga pembaca tidak bosan dengan alur morat marit saya ini. Setelah tulisan saya sebelumnya yang bercerita perjalanan pemahaman saya tentang Zona Nyaman atau Comfort Zone, yang sebelumnya saya artikan, saya fahami, saya tafsirkan sebagai zona yang selalu diimpikan oleh setiap insan. 

Setelah saya baca beberapa teori tentang Comfort Zone, maka saya simpulkan bahwa sebenarnya pemahaman saya tidak seluruhnya salah. Karena memang Comfort Zone adalah impian semua insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa. Bagaimana tidak, bagi saya yang masih bergelayut dengan syariat ini, tentu surga adalah bagian dari Comfort Zone yang dijanjikan oleh Allah. Meskipun bagi kalangan tertentu (sufi), mengharapkan surga adalah sesuatu yang salah. Namun tetap saja mereka juga mendambakan Comfort Zone yang lain, yaitu ridho ilahi.

Masing-masing orang memiliki Comfort Zone-nya sendiri untuk saat ini. Kenikmatan dalam beribadah, kenikmatan dalam berumah tangga, kenikmatan dalam mendapatkan ilmu pengetahuan, kenikmatan dalam bekerja, kenikmatan dalam kaitannya zhohir dan bathinya masing-masing adalah Comfort Zone yang saya fahami. 

Lantas pertanyaannya adalah, mengapa ada "gerakan" Berani Keluar Dari Zona Nyaman, jika Comfort Zone adalah impian setiap insan? Lalu apa hubungannya dengan integritas? Baiklah mari kita berjalan dengan alur saya, bila saya agak belok ya tolong diingatkan. Hihihi... maklum saya baru bisa nyetir.... Belum dapat SIM, selalu liat kiri kanan kalau-kalau ada razia.

"Coming out of your comfort zone is tough in the beginning, chaotic in the middle, and awesome in the end... because in the end, it shows you a whole new world" --- Manoj Arora

(Keluar dari zona nyamanmu sangat sulit di awal, kacau di tengah, dan mengagumkan di akhir... karena pada akhirnya, itu menunjukkan kepadamu dunia yang baru.)

Tidak ada yang salah dengan Comfort Zone maupun dengan gerakan maupun teori tentang Berani Keluar Dari Zona Nyaman. Karena dalam sebuah teori yang ditulis oleh Alasdair White, dari karyanya yang berjudul From Comfort Zone to Performance Management, di sini dijelaskan bahwa proses Comfort Zone yang pertama adalah Performa Biasa, kemudian proses keluar dari Zona tersebut adalah transisi yang dinamakan Optimal Performance Zone, transisi ini digunakan sebagai batu pijakan untuk menuju dan naik ke Comfort Zone berikutnya. 

Nah, pada step Optimal Performance Zone inilah yang dimaksud dengan Berani Keluar dari Zonz Nyaman, sehingga bagi saya tidak ada yang salah dengan gerakan ini. Kenapa saya bahas tentang salah dan tidak salah dengan BKDZN ini? Ya, karena ada yang protes, juga ada yang sudah nulis bahwa tidak benar bahwa keluar dari zona nyaman adalah sebuah kesuksesan.

"Real change is difficult at the beginning, but gorgeous at the end. Change begins the moment you get the courage and step outside your comfort zone; change begins at the end of your comfort zone." --- Roy T. Bennett

(Perubahan nyata memang sulit di awal, tapi indah di akhir. Perubahan dimulai saat kamu mendapatkan keberanian dan melangkah keluar dari zona nyamanmu; Perubahan dimulai pada akhir zona nyamanmu.)

Mungkin dari sisi pandangan mereka yang tidak sependapat dengan BKDZN ini, ya karena menilai bahwa sukses dinilai dari materi. Jadi saya tidak menyalahkan mereka, versi mereka itu mah. Itung-itung saya husnuzhon, siapa tahu mereka pada step ketidakfahaman secara menyeluruh tentang konsep Berani Keluar Dari Zona Nyaman ini, seperti apa yang saya alami sebelumnya. 

Ya, saat saya berada di zona nyaman, saya dalam step transisi menaikan performa saya di satuan kerja sebelumnya, namun tiba-tiba saya harus menghadapi kenyataan bahwa saya dimutasi jauh ke ujung pulau Kalimantan Selatan, ya Kotabaru. Sesak dada saat melihat pengumuman TPM saat itu, pikiran-pikiran saya jauh menghayal, sangka-sangka negative, dan campur aduk. Kenapa? Ya... karena pada saat itu, saya mengalami dilemma berat, apa itu? Saya dalam tahap persiapan ujian proposal disertasi saya, saat itu saya harus mempersiapkan ujian akhir semester saya di Universitas Terbuka (saya dalam tahun bersamaan mengambil S3 Ilmu Syariah dan S1 Ilmu Hukum). 

Selanjutnya kegalauan saya saat itu adalah saya harus meninggalkan anak-anak saya yang masih balita, dan istri saya di Marabahan. Mungkin ada yang bertanya kenapa nggak dibawa saja ke Kotabaru? Bagi saya, keluarga adalah surga, saya tidak mau membuat istri saya durhaka karena menolak ajakan saya untuk ikut ke Kotabaru, setelah sebelumnya saya tawarkan apakah mau ikut ke Kotabaru? Dia menjawab: "tidak" tolong carikan saya rumah sewaan di sini saja. Biar anak-anak sekolah disini. 

Dalam konsep saya, perintah suami kepada istri adalah wajib ditaati oleh istri selama tidak perintah yang bermuatan kemungkaran. Sehingga saya tidak pernah memerintah, tetapi menawarkan, dengan memberikan segala konsekuensinya, bahwa saya tidak mungkin bisa pulang tiap minggu karena jauhnya jarak, dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan serta kemampuan fisik yang tidak memungkinkan. 

Lebih dari itu, di hari-hari terakhir saya harus mengajari istri saya bersepeda motor, karena biasanya saya antar saja, setelah itu saya mesti memikirkan SIMnya dan singkat cerita dapatlah semua keperluan keluarga disana, ya SIM, ya rumah, ya sekolahan untuk anak. Sedikit demi sedikit persoalan sudah teratasi, sehingga keberangkatan saya ke Kotabaru tidak penuh dengan beban materil dan spiritual.

"Risk, then, is not just part of life. It is life. The place between your comfort zone and your dream is where life takes place. It's the high-anxiety zone, but it's also where you discover who you are." --- Nick Vujicic

(Resiko, maka, bukan hanya bagian dari kehidupan. Itulah kehidupan. Tempat antara zona nyamanmu dan impianmu adalah tempat dimana kehidupan berlangsung. Itu adalah zona kecemasan tinggi, tapi juga di mana kamu bisa menemukan siapa dirimu.)

Setelah saya dilantik timbul pikiran saya, saya tidak betah disini, dan biarlah saya bekerja seadanya saja. Apa yang menjadi tugas pokok saya itu saja yang saya kerjakan. Untuk pekerjaan lain atau tambahan masa bodohlah. Rangkap jabatan di satker Kotabaru sudah sejak lama dilakukan karena keterbatasan SDM, ya saya jadi kasir, jadi PPABP, saya jadi tim ini, tim itu, banyak sekali. 

Sebelumnya saya cuek saja, seadanya saja lah... pikiran saya terpengaruh dengan celetukan sebagian teman-teman yang mikir bahwa berbuat lebih di kantor ini pun tidak membuat kita segera dimutasi dari sini dengan mencontohkan beberapa teman yang harus menunggu sampai 8 tahun. Lanjutnya, kalaupun kita tidak rajin, emangnya mau di "buang" kemana lagi, soalnya Kotabaru ini yang paling jauh dari satker yang ada di Kalimantan Selatan. Hihihi, dalam hati sebelah kiri saya, iya ya, bener juga kata mereka. 

Tetapi hati dan akal saya berpikir, saya kerja dimanapun adalah takdir dari Allah, bentuk syukurnya adalah bekerja dengan rajin dan optimal. Karena rizqi untuk anak-anak, istri dan keluarga saya dititipkan Allah lewat pekerjaan saya saat ini. Dimanapun? Ya sementara jawabannya iya? Meskipun upaya untuk mendekat tentu selalu diupayakan. 

Namun dalam proses untuk mendekat tidak membuat performa kinerja diturunkan apalagi diletakan pada perseneleng nol. Jangan!!! Terus berjalan meskipun tertatih menjawab tantangan, terus bergerak meskipun berat, terus berubah meskipun sesak, terus berbenah meskipun gerah, terus dan terus hingga kita sampai pada tujuan yang sesungguhnya.

Ya, tidak dipungkiri di satuan kerja terjadi intrik. Kadang yang bergerak dan mempertahankan serta meningkatkan performa dianggap sebagai pembalap liar yang harus dijegal atau dihalangai dengan kibaran bendera kuning bahkan merah. Hihihi..... Kita tahu beberapa waktu lalu (nah, baru masuk materi ini, pembaca yang budiman, tadi sih intro.... Tapi intronya kepanjangan ya.... Maafkan saya), di banyak bahkan hampir seluruh peradilan menghafalkan delapan nilai utama Mahkamah Agung RI. Saya berusaha menelusurinya, apakah 8 nilai itu baru atau memang sudah ada sebelumnya. Eh... ternyata sudah ada di Blue Print-nya  Mahkamah Agung RI tahun 2010-2035 (pada saat itu Ketuanya adalah Dr. Harifin A. Tumpa).

Delapan nilai utama MA-RI ini adalah penjabaran dari visi dan misi MA-RI tahun 2010-2035. Delapan nilai tersebut adalah: 1) Kemandirian, 2) Integritas, 3) Kejujuran (dalam naskah BP MA-RI, disebutkan bersamaan dengan integritas), 4) Akuntabilitas, 5) Responsibilitas, 6) Keterbukaan, 7) Ketidakberpihakan, dan 8) Perlakuan yang sama di hadapan hukum. Nah, kedelapan ini ini diwujudkan dalam program-program Akreditasi Penjaminan Mutu (APM) dan Zona Integritas (ZI) menujuk Wilayah Bersih dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani. 

Saya yakin bahwa hampir semua peradilan sudah menjalankannya, namun saat ini perlu pengakuan secara tertulis dari pihak yang berwenang. Hingga saat ini, sebagaimana kritik pada Setditjen Badilag (Drs. Arief Hidayat, S.H., M.M.) dalam sebuah artikelnya di Badilag.go.id, yang menyebutkan bahwa Pembangunan Zona Integritas: Bukan Formalitas Tetapi Totalitas. Saya menganalisa bahwa pak Setditjen yang telah banyak melanglang buana ke satker-satker di bawah Badilag, menemukan bahwa ada satker yang masih terpaku pada formalitas, yaitu hanya berusaha melengkapi eviden tanpa memperhatikan totalitas dalam proses pembangunannya.

Saya kira benar, karena banyak SDM yang masih dalam Comfort Zone dan tidak berani keluar dari Comfort Zone. Dengan itulah saya salut dengan gerakan BKDZN yang dimotori dan diinisiatori oleh Pak Setditjen Badilag tersebut. Gerakan moril ini semestinya diikuti oleh para pimpinan dan calon pemimpin tentunya, agar siap sedia untuk memacu SDM yang ada di satuan kerjanya untuk berani keluar dari zona nyaman.

Dari 8 nilai utama tersebut, kenapa saya memilih integritas sebagai bahasan utama saya saat ini? Ya, karena integritas sebenarnya adalah ruh dari Berani Keluar dari Zona Nyaman yang akhirnya akan berdampak kepada perubahan di lingkungan kerja dimana kita berada. Menurut pak Setditjen bahwa Integritas adalah milik orang yang berani keluar dari zona nyaman yang selalu menyertakan Allah Tuhan Yang Maha Kuasa di setiap aktifitasnya. 

Nah, ini bagi saya menarik untuk ditulis, kenapa? Karena niat untuk bekerja adalah salah satu hal yang mesti selalu diingatkan. Untuk apa? Untuk memberikan semangat bahwa kerja yang hari ini dilakukan tidak hanya berbentuk amalan dunia dan tidak bernilai akhirat. Ya niat perlu dipelajari dan diajarkan, diingat dan diingatkan. 

Sungguh bagus inovasi, doa bersama sebelum memulai pekerjaan, sungguh bagus ada morning meeting atau coffee morning meski sekedar bersapa dengan para tim kerja. Model-model ini dapat menjadi usaha preventif pencegahan KKN di satuan kerja, meningkatkan performa dan mencegah sikap dan prilaku malas dan aman dalam zona Nyaman.

Sangkin nyamannya di Zona Nyaman, manakala diminta untuk menyediakan eviden APM dan ZI untuk tahun 2020, yang diserahkan adalah eviden tahun 2018 atau bahkan hanya diganti cover depannya menjadi tahun 2020 dengan tanpa perubahan, bahkan si penandatanganpun sudah mutasi entah kemana. (ada di satker pembaca? Mungkin ada, tetapi bila tidak ada berarti sudah berhasil gerakan berani keluar dari zona nyaman yang pembaca lakukan, hihihihi).

"Step outside of your comfort zone and go beyond the boundaries that you and others have set for yourself." --- Julius Veal

(Melangkah keluar dari zona nyamanmu dan lampaui batas-batas yang kamu dan orang lain tetapkan untuk dirimu sendiri.)

Pengen rasanya saya menulis tentang integritas ini, dimulai dari bekerja dalam anjuran Alquran dan Hadis, kemudian disusul dengan pendapat-pendapat ulama tentang anjuran bekerja, niat bekerja, taktsir an-niat fi tholabi al-kasbi, kemudian larangan-larangan dalam bekerja, trik-trik sukses dalam bekerja, dan menghubungkannya dengan konsep gerakan BKDZN dan lain-lain yang tujuannya menjadi bacaan bagi SDM di satuan kerja yang paling tidak membuat ingatan mereka kembali pulih di sela-sela keringnya siraman ruhani tentang niat, dan terbelenggu dalam basahnya materi.

Bekerja adalah wasilah untuk mendapatkan rizki untuk diri kita, anak, istri dan keluarga, sedangkan menafkahi anak, istri, keluarga adalah kewajiban. Maka dengan demikian bekerja adalah wajib bagi kita, li al-wasail hukm al-Maqasid. Bekerja dapat membuat kita terhindar dari meminta-minta, bekerja dapat membuat kita bisa membantu meringankan beban orang lain, bekerja bisa menjadi wasilah membeli alat-alat untuk beribadah, termasuk haji, zakat, dan selainnya.

Banyak dalil dari Alquran dan Hadis tentang bentuk pengawasan Allah kepada kita, hal tersebut untuk menjaga integritas kita sebagai hamba yang telah dijanjikan The Real Comfort Zone (Surga) oleh Allah bagi hamba-hamba yang telah berbuat kebajikan. Bagi pekerja, yang bukan abid (ahli ibadah) waktunya lebih banyak dihabiskan dikantor, daripada di atas sajadah. 

Maka sudah semestinya pekerja membuat kinerjanya menjadi amal akhirat. Syeikh al-Jarnuzi dalam kitab Ta'lim Muta'allim menyebutkan ada sebuah hadis yang menyebutkan bahwa "Banyak perbuatan yang tampak sebagai perbuatan duniawi berubah menjadi perbuatan ukhrawi lantaran niat yang bagus. Banyak pula perbuatan yang terlihat sebagai perbuatan ukhrawi bergeser menjadi perbuatan duniawi lantaran niat yang buruk."

Dari tulisan ini mungkin ada beberapa hal tentang integritas yang harus saya ungkapkan. 1) Niat bekerja, 2) dalam proses bekerja mesti selalu ingat bahwa CCTV yang abadi selalu mengawasi, (Innallah Bashiirun bima Ta'malun, ittaqillah haitsu ma kunta, kullu amr layubda' bi bismillahirahmanirrahiim fahuwa aqtha', dll), 3) bekerja secara optimal performa adalah anjuran Nabi saw., 4) selalu berani menerima monitoring dan evaluasi guna perbaikan berkesinambungan. Dengan demikian, integritas yang bergantung pada ILAHI, membuat integritas pada UMARA, membuat integritas kepada SATUAN KERJA, membuat kerja menjadi nyaman tanpa beban berat dan terlebih penting adalah berani keluar dari Comfort Zone to next Comfort Zone by Increasing Your Performance then you will get The True Comfort Zone.  (MN)

Integritas adalah milik orang yang berani keluar dari zona nyaman yang selalu menyertakan Allah Tuhan Yang Maha Kuasa di setiap aktifitasnya (Arief Hidayat)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun