Kembali saya beranikan diri menulis, semoga pembaca tidak bosan dengan alur morat marit saya ini. Setelah tulisan saya sebelumnya yang bercerita perjalanan pemahaman saya tentang Zona Nyaman atau Comfort Zone, yang sebelumnya saya artikan, saya fahami, saya tafsirkan sebagai zona yang selalu diimpikan oleh setiap insan.Â
Setelah saya baca beberapa teori tentang Comfort Zone, maka saya simpulkan bahwa sebenarnya pemahaman saya tidak seluruhnya salah. Karena memang Comfort Zone adalah impian semua insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa. Bagaimana tidak, bagi saya yang masih bergelayut dengan syariat ini, tentu surga adalah bagian dari Comfort Zone yang dijanjikan oleh Allah. Meskipun bagi kalangan tertentu (sufi), mengharapkan surga adalah sesuatu yang salah. Namun tetap saja mereka juga mendambakan Comfort Zone yang lain, yaitu ridho ilahi.
Masing-masing orang memiliki Comfort Zone-nya sendiri untuk saat ini. Kenikmatan dalam beribadah, kenikmatan dalam berumah tangga, kenikmatan dalam mendapatkan ilmu pengetahuan, kenikmatan dalam bekerja, kenikmatan dalam kaitannya zhohir dan bathinya masing-masing adalah Comfort Zone yang saya fahami.Â
Lantas pertanyaannya adalah, mengapa ada "gerakan" Berani Keluar Dari Zona Nyaman, jika Comfort Zone adalah impian setiap insan? Lalu apa hubungannya dengan integritas? Baiklah mari kita berjalan dengan alur saya, bila saya agak belok ya tolong diingatkan. Hihihi... maklum saya baru bisa nyetir.... Belum dapat SIM, selalu liat kiri kanan kalau-kalau ada razia.
"Coming out of your comfort zone is tough in the beginning, chaotic in the middle, and awesome in the end... because in the end, it shows you a whole new world" --- Manoj Arora
(Keluar dari zona nyamanmu sangat sulit di awal, kacau di tengah, dan mengagumkan di akhir... karena pada akhirnya, itu menunjukkan kepadamu dunia yang baru.)
Tidak ada yang salah dengan Comfort Zone maupun dengan gerakan maupun teori tentang Berani Keluar Dari Zona Nyaman. Karena dalam sebuah teori yang ditulis oleh Alasdair White, dari karyanya yang berjudul From Comfort Zone to Performance Management, di sini dijelaskan bahwa proses Comfort Zone yang pertama adalah Performa Biasa, kemudian proses keluar dari Zona tersebut adalah transisi yang dinamakan Optimal Performance Zone, transisi ini digunakan sebagai batu pijakan untuk menuju dan naik ke Comfort Zone berikutnya.Â
Nah, pada step Optimal Performance Zone inilah yang dimaksud dengan Berani Keluar dari Zonz Nyaman, sehingga bagi saya tidak ada yang salah dengan gerakan ini. Kenapa saya bahas tentang salah dan tidak salah dengan BKDZN ini? Ya, karena ada yang protes, juga ada yang sudah nulis bahwa tidak benar bahwa keluar dari zona nyaman adalah sebuah kesuksesan.
"Real change is difficult at the beginning, but gorgeous at the end. Change begins the moment you get the courage and step outside your comfort zone; change begins at the end of your comfort zone." --- Roy T. Bennett
(Perubahan nyata memang sulit di awal, tapi indah di akhir. Perubahan dimulai saat kamu mendapatkan keberanian dan melangkah keluar dari zona nyamanmu; Perubahan dimulai pada akhir zona nyamanmu.)
Mungkin dari sisi pandangan mereka yang tidak sependapat dengan BKDZN ini, ya karena menilai bahwa sukses dinilai dari materi. Jadi saya tidak menyalahkan mereka, versi mereka itu mah. Itung-itung saya husnuzhon, siapa tahu mereka pada step ketidakfahaman secara menyeluruh tentang konsep Berani Keluar Dari Zona Nyaman ini, seperti apa yang saya alami sebelumnya.Â