“lhoh Adit tadi pagi kan udah pindah ke Singapura Shan!” jawab Mario polos.
Aku terdiam sesaat, aku jadi mengerti apa yang diucapkan Adit tadi malam.
Beberapa bulan kemudian, kini tibalah bulan Juni. Semua undangan ulang tahunku telah aku sebar dan hanya tersisa satu undangan yang bertuliskan nama Adit.
“Cuma dipandangin, undangan itu mana bisa ngomong Shan.. Coba kamu hubungi Adit deh siapa tahu dia bisa dateng.” Ucap kak Ve.
“enggak mungkin kak, masa iya dia jauh-jauh dari Singapura datang ke Indonesia hanya untuk hadir di pesta ulang tahunku? Ngaco deh!” jawabku.
“dicoba kan enggak ada salahnya.” Ucap kak Ve.
Aku hanya terpaku memegang undangan itu. Malam harinya, pesta pun dimulai. Kue tart dengan lilin bertuliskan angka 17 dibawa kak Ve dan sudah siap dihadapanku.
“cie udah gede sekarang, ayo sebelum ditiup lilinnya make a wish dulu!” ucap kak Ve
“sulit bagiku melupakan dia, aku berharap dia mampu mengerti apa yang saat ini aku rasakan, aku hanya ingin mengatakan bahwa aku rindu dia!” ucapku dalam batin dengan memejamkan mataku.
Saat aku membuka mata, dan tiba-tiba..
“Adiit!” Ucapku kaget karena yang berdiri dihadapanku saat ini bukan lagi kak Ve melainkan Adit.