Mohon tunggu...
Nadya Asima Gravita Panjaitan
Nadya Asima Gravita Panjaitan Mohon Tunggu... Mahasiswa - IPB University

Saya memiliki ketertarikan dan semangat yang besar dalam menulis. Saya menuangkan informasi dan isi pikiran saya lewat tulisan, yang saya harap dapat memberi manfaat bagi yang membacanya.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Hidup seperti Marcus Aurelius: 4 Kutipan Stoisisme untuk Merubah Hidup Lebih Positif

27 Juli 2023   14:54 Diperbarui: 27 Juli 2023   17:01 833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kamu mungkin sudah pernah mendengar istilah Stoisisme atau stoicism sebelumnya. Kalau kamu pernah berjalan-jalan di toko buku Gramedia, mungkin kamu akan menjumpai buku “Filosofi Teras” dengan sampul putihnya yang khas tertata di bagian depan toko. Nah, buku super laris tersebut berisikan nilai-nilai stoisisme atau stoicism.

Stoisisme sendiri merupakan aliran Filsafat dari Yunani-Romawi Kuno. Sudah ada lebih dari 2000 tahun lamanya dan hingga sekarang masih populer diikuti karena isinya yang masih sangat relevan dengan situasi zaman sekarang. Filsafat? Mungkin terdengar seperti sesuatu yang rumit, namun nyatanya Stoisisme merupakan suatu konsep berpikir yang praktiknya sangat sederhana dan bermanfaat untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Secara sederhananya, Henry Manampiring dalam karya briliannya “Filosofi Teras”, menyatakan stoisisme merupakan suatu filsafat yang mengandung nilai-nilai bagi manusia untuk bagaimana mengendalikan emosi negatif, hidup dengan kebajikan, serta menjalani kehidupan sebaik-baiknya dan seharusnya sebagaimana seorang manusia.

Pada intinya, stoisisme mengingatkan kita, mengapa sih kita harus senantiasa menjalani kehidupan dengan berpikir positif dan mengapa tidak baik bagi kita untuk membiarkan emosi-emosi negatif seperti kesedihan, kekecewaan, kekhawatiran, ketakutan, dan emosi negatif lainnya menguasai diri.

Marcus Aurelius, salah seorang tokoh pengusung Filsafat Stoa atau Stoisime. Marcus Aurelius merupakan seorang Kaisar Romawi yang hidup di abad ke-2 Masehi. Ia merupakan seorang pemimpin politik dan pemimpin peperangan pada masanya, namun ia juga seorang filsuf yang telah menghasilkan sebuah karya yang menjadi salah satu karya buku stoisisme paling populer sepanjang masa dengan banyak sekali pembaca dan penggemar. Buku tersebut berjudul Eis Heauton, For Himself yang juga diterjemahkan dengan judul Meditations. Dalam buku tersebut, Marcus Aurelius banyak mencurahkan isi pikiran dan pandangannya akan hidup, yang dapat kita renungi dan kita praktikan dalam keseharian kita sendiri.

Dikutip dari buku Meditations yang diterjemahkan oleh LLIA, berikut adalah beberapa tulisan Marcus Aurelius, yang dapat kita ingat dan renungi selalu agar dapat membangkitkan emosi positif serta menghilangkan emosi negatif dalam segala situasi.

Lewat beberapa tulisan Marcus Aurelius ini pun, kamu dapat lebih mengenal daripada jalan berpikir filsafat stoisisme itu sendiri.

“Tidak ada yang akan kehilangan masa lalu maupun masa depan: jika seseorang tidak memiliki sesuatu, bagaimana ia bisa kehilangan sesuatu yang tak pernah ia miliki itu?

Pernahkah kamu mengkhawatirkan masa depanmu? Atau menyesali masa lalumu? Marcus Aurelius mengatakan bahwa itu tidak baik berlarut dalam rasa khawatir dan sesal itu. 

Lewat kalimat tersebut, Marcus Aurelius mengatakan bahwa masa lalu dan masa depan tidak bisa kita miliki dan bukanlah milik kita. Masa lalu sudah lampau terjadi, tidak ada yang bisa kita lakukan untuk mengubahnya. Itu sudah terlewati dan sudah tidak jadi milik kita lagi. Sama halnya dengan masa depan. Masa depan itu belum datang dan masa depan bisa terjadi dalam berbagai kemungkinan yang ada, kita hanya bisa menebak-tebak apa yang akan terjadi di masa depan. Bagaimana masa depan bisa jadi milik kita kalau bahkan hal itu saja belum ada dan belum terjadi?

Satu-satunya hal yang kita miliki adalah masa kini. Masa kini adalah suatu hal yang menjadi milik kita dan kita dapat melakukan apapun kepadanya karena itu milik kita. Kita memiliki masa kini dan mengenggamnya erat-erat.

Lalu apa yang bisa ditarik dari makna-makna tersebut? Artinya kamu janganlah merasa kehilangan masa lalumu karena ada penyesalanmu terhadap masa lalumu, karena itu sudah tidak jadi milikmu. Jangan berlarut pada rasa penyesalan dan kesedihan akan masa lalu.

Menyesal karena tidak confess ke crush waktu SMA?

Menyesal karena selalu boros dan tidak pernah menabung?

Menyesal karena tidak memulai diet sejak 5 tahun lalu?

Jangan berlarut dengan rasa penyesalan itu. Namun, coba pikirkan apa yang bisa kamu lakukan di masa kini terhadap rasa sesalmu itu. Mungkin jadi berani confess ke crush hari ini, jadi lebih giat menabung dari hari ini, ataupun mencoba diet mulai dari hari ini.

Jangan juga merasa kehilangan masa depan ketika kamu sedang menyerah akan banyak hal. Masa depan belum terjadi, sehingga itu pun belum menjadi milikmu.

“Ah, tidak mungkin aku akan lolos interview kerja. Aku kan tidak punya banyak pengalaman dan keterampilan.”

“Sudah pasti kekasihku akan meninggalkanku karena ada banyak wanita cantik di luar sana.”

“Saat sidang skripsi nanti pasti aku akan gagal karena akan ada banyak pertanyaan yang tak bisa kujawab.”

Tidak baik untuk memvonis seperti apa masa depan akan terjadi. Karena akan ada banyak kemungkinan itu terjadi dan mungkin sekali tebakanmu tidak ada yang benar. Daripada merasa bahwa masa depanmu akan gagal, lakukan sesuatu pada masa kini yang menjadi milikmu. Mulai dengan berlatih berbicara di depan cermin hari ini sebelum interview untuk meyakinkan perusahaan perekrut, membangun rasa percaya dengan kekasihmu mulai dari hari ini, sampai membaca ulang skripsimu dari hari ini agar siap menjawab pertanyaan para penguji nanti.

Fokuslah pada apa yang kamu miliki sekarang, yaitu masa kini. Yang penting adalah yang kamu lakukan SEKARANG. Masa lalu biarlah berlalu. Apapun yang akan terjadi di masa depan, kamu akan menerimanya dan sudah menyiapkan yang terbaik dari MASA KINI.

“Tidak ada yang lebih menyedihkan dari melihat orang yang menduga-duga apa yang ada di pikiran para tetangganya, tanpa menalar bahwa sebenarnya yang perlu ia lakukan hanyalah berhadapan dengan suara hati yang ada di dalam dirinya…”

­Marcus Aurelius mengatakan sangat menyedihkan dan merugikan bagi kita yang terus-terusan menebak-nebak dan memikirkan apa yang orang lain pikirkan. Padahal seharusnya kita berfokus dengan pikiran dan suara hati kita sendiri.

Sebagai contoh peristiwa, misalnya kamu melihat iklan cat rambut saat kamu sedang berbelanja di pusat perbelanjaan. Warna cat rambutnya indah sekali, warna merah muda. Kamu membayangkan untuk mengecat rambutmu dengan cat rambut itu. Kamu melihat gambaran dirimu sangat cantik setelah mengecat rambutmu dengan warna itu. Kamu bahkan sudah memikirkan pakaian dan riasan seperti apa yang cocok dengan warna rambut itu. Kamu terus tersenyum memikirkannya.

Tiba-tiba terbesit kekhawatiran dalam pikiranmu, “Bagaimana kata orang-orang, ya? Kalau menurut mereka, aku kelihatan aneh gimana, ya? Kalau menurut mereka itu tidak cocok denganku, pasti itu akan memalukan. Semua orang akan berbicara tentang rambutku.” Kamu pun mengurungkan niat membeli cat rambut tersebut, padahal sebelumnya kamu sudah sangat senang dan semangat untuk mengecat rambut.

Hati kecilmu pasti kecewa karena kamu lebih peduli dengan kata-kata orang yang bahkan belum tentu mereka akan berucap seperti itu. Hati kecilmu yang tadinya senang dan semangat karena kamu akan mengecat rambutmu, jadi sangat sedih ketika kamu memutuskan untuk tidak mendengarkannya sama sekali, justru malah mendengarkan pikiran-pikiran orang lain. Berbicara tentang hal ini, saya jadi ingat salah satu kalimat yang diucapkan karakter Ambar dalam film “3 Hari untuk Selamanya”.

Apa gunanya punya pikiran sendiri kalau selalu percaya sama pikiran orang.

Secara tidak sadar, sepertinya karakter Ambar juga menganut stoisisme.

Jadi, segeralah beli cat rambut itu, mulai mengecat rambutmu, gunakan riasan dan pakaian yang kamu anggap cocok, dan jadilah bahagia dengan dirimu dan hati kecilmu itu. Sangat rugi berusaha untuk membahagiakan orang dibandingkan membahagiakan diri sendiri, kata Marcus Aurelius.

“Tugasmu adalah berdiri tegak dengan kemampuan sendiri, bukan ditegakkan oleh orang lain.”

Pasti banyak dari kamu yang apabila stres, sedih, galau ataupun resah karena suatu hal, kemudian kamu mencoba bercerita ke orang lain dengan tujuan akan mendapat support dari mereka berharap kemudian kamu akan merasa lebih baik.  

Stres karena draft skripsi tidak kunjung di-acc oleh dosen pembimbing misalnya. Kamu memutuskan untuk mencurahkan kesedihanmu dengan temanmu untuk sekadar meluapkan kesedihan dan keterpurukanmu.

Alih-alih dapat motivasi, temanmu malah membalas dengan “Begitu saja sedih. Ya kerjakan saja terus sampai di-acc.

Tentu tidak mengenakkan mendapat respon seperti itu.

Kamu akhirnya memutuskan menceritakan kesedihan mu itu ke Ibu-mu, lalu dibalas dengan “Ya sudah. Ayo cepat direvisi agar bisa wisuda semester ini ya, Nak.

Berharap hati dan pikiran bisa lebih tenang setelah curhat ke Ibu, malah jadi tertekan dengan pesan tersirat darinya.

Lalu muncul pikiran, “Memang tersiksa jadi aku. Tidak ada yang peduli dengan penderitaan aku. Tidak ada yang mau mendengarkanku dan mendukungku.” Kemudian kamu menangis seminggu dalam kamar, alhasil skripsimu tidak tersentuh. Menurut Marcus Aurelius, itu bukan respon yang tepat.

Nah inilah poin utama dari kalimat Marcus Aurelius tersebut. Kita tidak bisa mengharapkan orang lain untuk menegakkan atau membangkitkan kita. Kita tidak boleh menggantungkan keterbangkitan dan kebahagiaan kita pada support dari orang lain. Bukan tugas orang lain untuk menghapuskan kesedihan dan kemurungan kita, melainkan tugas diri kita sendiri.

Jika mengambil contoh lain dengan kasus yang berbeda, maka akan maksud kalimat ini akan semakin jelas. Kamu mungkin punya teman atau mengenal seseorang yang sering sedih dan menangis padahal seluruh teman maupun keluarganya selalu ada dan menghiburnya. Namun mengapa sedihnya tidak kunjung selesai? Itu karena dia sendiri yang memilih tenggelam dalam sedihnya itu dan tidak berniat diri untuk bangkit sama sekali.

Percayalah, kata-kata orang seperti:

“Kamu pasti bisa aku yakin kamu bisa…”

“Aku sangat yakin bahwa kamu bisa melakukan semuanya dengan baik.”

Atau bahkan perkataan orang seperti:

Kamu payah dan tidak akan berhasil.”

“Aku rasa kamu akan gagal.”

Tidak ada pengaruh dan dampaknya pada dirimu. Melainkan jika kamu mengatakannya pada dirimu sendiri:

“Aku akan bangkit dan aku akan berhasil walaupun prosesnya sulit, namun aku akan terus berusaha hingga aku berhasil.”

“Sesuatu yang benar-benar indah tidak membutuhkan apapun di luar dirinya. Apakah kualitas zamrud akan menjadi lebih buruk karena tak dipuji?”

Aku pernah membaca salah satu cerita, namun aku tidak ingat darimana sumbernya. Cerita ini bukan milikku. Ini menceritakan tentang sebuah lukisan pada pameran seni.

Seorang pelukis membuat suatu lukisan yang indah, lukisan jembatan berlatarkan air terjun dan langit senja. Lukisan tersebut dipajang pada sebuah pameran seni.

Sepasang kekasih mendatangi lukisan itu dan mereka mulai memujinya.

Lukisan yang sangat cantik. Aku menyukai warna jingga langit sorenya.”, ucap sang kekasih pria.

Aku betul-betul menyukai bagaimana jembatan itu dibuat realistik.”, puji sang kekasih wanita.

Pelukis tersebut ada di dekat mereka kemudian menjelaskan sedikit hal.

Lukisan ini kubuat terinspirasi dari masa kecilku.”, jelas pelukis dengan bangga.

Sepasang kekasih tersenyum padanya dan mereka menyadari lukisan itu adalah karyanya. Tak lama datang dua orang pemuda. Mereka mengatakan sesuatu tentang lukisan itu.

Lukisan yang aneh. Aku tidak suka perpaduan warnanya. Benar-benar aneh.”, sahut salah satunya.

“Jembatannya aneh, aku tidak pernah lihat jembatan dilukis seperti itu. Aku rasa adik bungsuku bisa melukis lebih baik. Hahaha.”, kritik yang lainnya dengan angkuh.

Sepasang kekasih yang tadi memuji lukisan, tampak jengkel dengan perkataan kedua pemuda tersebut. Tak lama kedua pemuda pergi meninggalkan lukisan itu dan mulai mendatangi lukisan lain.  

Mengapa kamu tidak menegur mereka? Aku rasa mereka tidak tahu apa-apa dan hanya bisa mengkritik bagaimana karya seni itu dibuat.”, tanya sang wanita kepada pelukis.

Jika aku jadimu, aku akan marah besar.”, tambah sang pria.

Pelukis tersebut hanya tersenyum. Ia berkata,

Sekarang coba kalian lihat lagi lukisanku ini.”, kata pelukis.

Setelah mereka mengolok lukisanku, apakah ada yang berubah? Apakah warna biru pada air terjunnya meluntur? Apakah warna jingga pada langit senjanya memudar? Apakah garis-garis pada jembatannya jadi tidak sejajar?

Sepasang kekasih menggelengkan kepala.

Tidak. Itu tetap indah seperti pertama kami lihat.”, jawab sepasang kekasih bersamaan.

Olokan tidak berarah mereka tidak mengubah apapun tentang lukisanku. Olokan mereka tidak membuat lukisanku jadi lebih buruk dari sebelumnya. Sebanyak apapun olokan yang lukisanku terima, sekali ia indah maka tetap indah dan tidak akan pernah berubah. Air terjun, langit senja, dan jembatannya tetap disana dan tetap indah.”, jawab pelukis sambil tersenyum.

Sepasang kekasih tersenyum memandang pelukis kemudian mengangguk tanda mengerti.

Namun hal itu tidak hanya berlaku pada lukisan. Namun apapun itu. Suatu hal sekali ia indah maka tetap indah, sebanyak apapun kritikan dan bantahan yang ia terima.

Kamu pintar karena kamu lulus dengan predikat Cum Laude. Sebanyak apapun orang menghina “Kamu bodoh.”, maka kamu akan tetap pintar dan itu tidak akan berubah.

Kamu punya suara yang indah dan kamu selalu menang kompetisi bernyanyi. Lalu kamu mendengar bahwa beberapa orang menertawai caramu bernyanyi. Sebanyak apapun mereka tertawa dengan caramu bernyanyi, sekali suaramu indah maka itu tetap indah dan tidak akan berubah.

Itu tadi beberapa kutipan dari hasil karya Marcus Aurelius, Meditations. Pada dasarnya, lewat tulisan-tulisan tersebut, Marcus Aurelius mencoba mengingatkan dan mengajarkan kita bagaimana untuk selalu berpikir positif dan memertahankan energi positif dalam keseharian serta membuang emosi negatif segera ketika kita mulai merasakannya. Tidak rumit, tidak juga sulit. Itu hanya soal bagaimana kita berpikir akan suatu peristiwa, kemudian mengendalikan diri dan pikiran kita dalam meresponnya. Lewat tulisan-tulisan tersebut pun terlihat jelas bahwa sebenarnya kunci kebahagiaan dan hidup positif adalah pada pikiran dan tindakan kita sendiri.

Beberapa tulisan itu hanyalah sekian dari banyaknya nilai-nilai kehidupan positif yang diajarkan dalam stoisisme. 

Semoga beberapa tulisan diatas dapat mengingatkan para pembaca untuk senantiasa berpikir dan bertindak secara positif dalam hal apapun yang sedang dihadapi.

Jangan lupa bahagia.

Referensi

LLIA. 2021. Meditations. Jakarta: Noura Books.

Manampiring H. 2018. Filosofi Teras. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun