Marcus Aurelius mengatakan sangat menyedihkan dan merugikan bagi kita yang terus-terusan menebak-nebak dan memikirkan apa yang orang lain pikirkan. Padahal seharusnya kita berfokus dengan pikiran dan suara hati kita sendiri.
Sebagai contoh peristiwa, misalnya kamu melihat iklan cat rambut saat kamu sedang berbelanja di pusat perbelanjaan. Warna cat rambutnya indah sekali, warna merah muda. Kamu membayangkan untuk mengecat rambutmu dengan cat rambut itu. Kamu melihat gambaran dirimu sangat cantik setelah mengecat rambutmu dengan warna itu. Kamu bahkan sudah memikirkan pakaian dan riasan seperti apa yang cocok dengan warna rambut itu. Kamu terus tersenyum memikirkannya.
Tiba-tiba terbesit kekhawatiran dalam pikiranmu, “Bagaimana kata orang-orang, ya? Kalau menurut mereka, aku kelihatan aneh gimana, ya? Kalau menurut mereka itu tidak cocok denganku, pasti itu akan memalukan. Semua orang akan berbicara tentang rambutku.” Kamu pun mengurungkan niat membeli cat rambut tersebut, padahal sebelumnya kamu sudah sangat senang dan semangat untuk mengecat rambut.
Hati kecilmu pasti kecewa karena kamu lebih peduli dengan kata-kata orang yang bahkan belum tentu mereka akan berucap seperti itu. Hati kecilmu yang tadinya senang dan semangat karena kamu akan mengecat rambutmu, jadi sangat sedih ketika kamu memutuskan untuk tidak mendengarkannya sama sekali, justru malah mendengarkan pikiran-pikiran orang lain. Berbicara tentang hal ini, saya jadi ingat salah satu kalimat yang diucapkan karakter Ambar dalam film “3 Hari untuk Selamanya”.
“Apa gunanya punya pikiran sendiri kalau selalu percaya sama pikiran orang.”
Secara tidak sadar, sepertinya karakter Ambar juga menganut stoisisme.
Jadi, segeralah beli cat rambut itu, mulai mengecat rambutmu, gunakan riasan dan pakaian yang kamu anggap cocok, dan jadilah bahagia dengan dirimu dan hati kecilmu itu. Sangat rugi berusaha untuk membahagiakan orang dibandingkan membahagiakan diri sendiri, kata Marcus Aurelius.
“Tugasmu adalah berdiri tegak dengan kemampuan sendiri, bukan ditegakkan oleh orang lain.”
Pasti banyak dari kamu yang apabila stres, sedih, galau ataupun resah karena suatu hal, kemudian kamu mencoba bercerita ke orang lain dengan tujuan akan mendapat support dari mereka berharap kemudian kamu akan merasa lebih baik.
Stres karena draft skripsi tidak kunjung di-acc oleh dosen pembimbing misalnya. Kamu memutuskan untuk mencurahkan kesedihanmu dengan temanmu untuk sekadar meluapkan kesedihan dan keterpurukanmu.
Alih-alih dapat motivasi, temanmu malah membalas dengan “Begitu saja sedih. Ya kerjakan saja terus sampai di-acc.”