Mohon tunggu...
Nadya Putri
Nadya Putri Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Nadz si random people yang selalu ingin belajar hal baru dan memperbaiki diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta di Ujung Bayangan Penantian

13 Oktober 2024   16:17 Diperbarui: 13 Oktober 2024   16:19 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sentuhannya seperti bisikan sedingin es, namun di dalamnya, Kanaya merasakan percikan pengakuan. Air mata mulai jatuh di wajahnya, campuran kesedihan dan kelegaan menguasai dirinya.

-Itu kamu? —dia bertanya, suaranya pecah.

Sosok itu menurunkan tudungnya perlahan, memperlihatkan wajah yang tidak akan pernah dilupakan Ana. Itu adalah Hans, tapi bukan Hans yang dikenalnya. Kulitnya pucat, matanya gelap, kusam, seakan-akan nyawanya telah dicabut darinya.

"Aku mencarimu..." bisik Hans, dengan suara yang sepertinya datang dari suatu tempat yang jauh, seolah dia berbicara dari dunia lain. Kita berjanji tidak akan pernah berpisah... Namun kini aku terjebak di sini... Antara hidup dan mati.

Kanaya memandangnya, hatinya hancur berkeping-keping. Aku ingin memeluknya, memberitahunya bahwa semuanya akan baik-baik saja, tapi aku tahu tidak ada jalan untuk kembali. Hans bukan lagi milik dunia ini.

"Aku tidak bisa pergi tanpamu," lanjutnya, dengan rasa sakit yang sangat terasa. Setiap malam, aku kembali ke sini, menunggumu datang, agar kita bisa bersama lagi.

Kanaya merasakan hawa dingin menyelimuti dirinya, udara menjadi berat. Dia tahu apa yang diminta Hans darinya. Dia ingin dia menemaninya ke sisi lain, untuk bergabung dengannya dalam kematian. Cintanya pada pria itu begitu kuat sehingga untuk sesaat, dia mempertimbangkan untuk melakukannya. Pegang tangannya, biarkan dirimu terbawa bayang-bayang, dan bersamanya selamanya.

Namun sesuatu dalam dirinya menghentikannya. Percikan kecil kehidupan, keinginan untuk maju, untuk hidup, meski hanya dengan kenangan Hans.

"Aku tidak bisa, Hans," katanya dengan hati yang hancur. Saya tidak bisa mengikuti Anda.

Wajah Hans berubah menjadi ekspresi kesedihan yang mendalam. Perlahan, dia melepaskan tangannya dari pipi Kanaya, dan rasa dingin di sekitarnya tampak semakin meningkat.

"Aku akan selalu mencintaimu," bisiknya, sebelum mundur ke dalam kegelapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun