Eli Pariser menggambarkan fenomena ini secara detail melalui apa yang disebutnya sebagai filter bubble. Dengan bantuan algoritma, internet menciptakan dan menyuguhkan konten-konten pada netizen berdasar hasil analisis atas jejak-jejak digital yang ditinggalkannya.Â
Konten-konten ini berfungsi layaknya gelembung (bubble) yang mengurung individu dalam model realitas hasil olahan algoritma, dan pada saat yang sama menjauhkan individu dari konten yang mungkin dapat mengantarkannya pada alternatif penafsiran atas realitas.[3]
Â
BAGIAN TEMUAN
Para ilmuwan tidak lagi sekedar membahas pengaruh aktivitas di dunia virtual pada kehidupan riil manusia, tetapi mulai menjadikan aktivitas di dunia virtual itu sebagai fokus kajian tersendiri. Dunia virtual diperlakukan layaknya dunia riil dan oleh karenanya, ia layak dikaji secara terpisah sebagai dunia kehidupan tersendiri yang tak harus sinkron dengan kehidupan di dunia riil.[4]
Tantangan paling berat bagi para sosiolog yang mengkaji dunia cyber yaitu bagaimana agar sosiologi tetap relevan dengan perkembangan internet yang luar biasa cepat. Kecepatan perkembangan internet sebagai teknologi, medium dan ruang sosial, benar-benar melampaui kecepatan respon kajian akademik terhadapnya[5]
Untuk keperluan analisis ilmu sosial, internet harus dipahami sebagai tempat terjadinya interaksi sosial sebagaimana halnya di dunia riil, atau lebih tepatnya interaksi sosial yang dimediasi oleh teknologi informasi. Pemahaman seperti ini menempatkan manusia sebagai sentral analisis dari kajian seputar cyber society.
Lebih jauh, pemahaman ini juga memungkinkan ilmuwan sosial unutk mengkaji internet sebagai sebuah masyarakat yang memiliki dinamikanya sendiri, tak ubahnya masyarakat di dunia riil. Sebagaimana masyarakat riil, masyarakat cyber juga melakukan kegiatan-kegiatan bersama sebagaimana layaknya dalam lingkungan nyata.Â
Hanya saja karakter interaksi antara kedua jenis masyarakat ini tentu berbeda akibat perbedaan realitas pada kedua dunia ini. Interaksi sosial dalam masyarakat cyber memiliki beberapa ciri khas sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu: simmulation, interaction, artificiality, immersion, telepresence, networked communication dan anonymity.[6]
Cyber Society bisa dikaji dalam kaitannya dengan masyarakat di dunia riil maupun sebagai masyarakat tersendiri yang bersifat independen dari kehidupan para anggotanya di dunia riil. Dua model kajian ini mengacu pada pembedaan antara reality on cyberspace dan reality in cyberspace.Â
Pada reality on cyberspace, masyarakat cyber akan selalu dipandang sebagai kepanjangan tangan dari masyarakat di dunia riil. Oleh sebab itu, penelitian akan diarahkan untuk membahas pengaruh cyber life terhadap real life, ataupun sebaliknya. Sementara untuk mengkaji reality in cyberspace, sosiologi dapat melihatnya secara terpisah dan independen dari masyarakat di dunia rii. [7]