Dengan demikian, terbukti bahwa partisipasi aktif dalam proses pembelajaran mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan atau perkembangan hasil belajar. Namun harus diperjelas bahwa keterlibatan ini tidak hanya bersifat fisik tetapi juga lebih bersifat emosional, melibatkan proses kognitif dalam proses pembelajaran, apresiasi dalam penciptaan afektif, dan selama pelatihan.
- Â Prinsip Pengulangan, Evaluasi
Gagasan psikologis tentang kekuasaan adalah prinsip pembelajaran yang menghambat keinginan untuk mengulangi. Pemikiran ini berpendapat bahwa belajar adalah proses mengasah kemampuan manusia dalam persepsi, respon, ingatan, imajinasi, perasaan, berpikir, dan lain sebagainya. Kemampuan ini akan tumbuh seiring dengan latihan, seperti pisau yang terus diasah pada akhirnya akan menjadi tajam.
Pembelajaran harus diulangi oleh setiap siswa karena pembelajaran yang konsisten dan pengulangan materi akan meningkatkan pemahaman. Karena ini merupakan masa yang berkah, maka setiap peserta didik harus tetap mengulang pelajarannya pada awal dan akhir malam, yaitu antara waktu Isya dan waktu Sahur.
Melalui latihan, kekuatan dapat dikembangkan menjadi sempurna. Pembelajaran yang lebih signifikan secara keseluruhan dimungkinkan bila setiap fase dikuasai sepenuhnya. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran masih memerlukan pengulangan. Bagi siswa, konsep pengulangan menyiratkan bahwa mereka sadar akan kesediaan mereka untuk melakukan latihan berulang-ulang untuk suatu jenis kesulitan tertentu.
 Hal ini bertujuan agar dengan meningkatkan pemahaman tersebut, siswa tidak akan menganggap pengulangan itu membosankan. Menghafal komponen kimia setiap valensi, berlatih soal, mempelajari nama latin tumbuhan, atau mempelajari tahun terjadinya peristiwa sejarah merupakan contoh perilaku pembelajaran yang mengikuti konsep pengulangan.Â
Umpan balik (tanya jawab) dan penguatan dimungkinkan melalui penggunaan format presentasi seperti tanya jawab, eksperimen, percakapan, dan pendekatan penemuan. Siswa akan terinspirasi untuk belajar dengan antusiasme yang lebih besar jika mereka menerima umpan balik setelah mereka menggunakan strategi pembelajaran yang menarik. Kualitas dan luasnya cakupan evaluasi dapat berdampak pada proses pembelajaran saat ini dan masa depan.
Dengan menyelesaikan tugas penilaian, orang dapat mengukur kemajuan mereka menuju tujuan mereka. Kebebasan menganalisis berdampak pada penilaian setiap orang terhadap proses pembelajaran. Kesadaran seseorang terhadap penampilan, motivasi belajar, dan kesiapan belajar semuanya dimasukkan dalam evaluasi. Orang-orang yang terlibat dengan orang lain pada dasarnya merefleksikan pengalaman pendidikan mereka, sehingga meningkatkan kapasitas mereka untuk mengevaluasi pengalaman tersebut.
- Â Prinsip Tantangan, Transfer, Retensi
Dalam lingkungan pendidikan, peserta didik berada pada bidang psikologi. Ketika belajar, siswa menemui tujuan yang ingin mereka capai, namun selalu ada tantangan menguasai materi pelajaran yang mendorong mereka untuk mempelajari materi pelajaran agar dapat mengatasi tantangan tersebut.
Kendala yang dihadapi dalam sumber daya pendidikan menginspirasi siswa untuk mengatasinya. Siswa ditantang untuk mempelajari topik-topik baru karena mengandung banyak kesulitan yang perlu dipecahkan. Penggunaan metode eksperimental, berbasis inkuiri, dan penemuan mendorong siswa untuk menjalani pendidikan dengan lebih serius dan aktif. Siswa akan ditantang oleh penguatan positif dan negatif, yang akan memberi mereka insentif untuk mengikuti aturan atau mendapatkan hadiah.
Siswa pada akhirnya akan menerapkan apa yang mereka pelajari pada konteks baru. Retensi mengacu pada penggunaan keterampilan yang diperoleh sebagai hasil pembelajaran, sedangkan transfer mengacu pada penerimaan terhadap apa yang dipelajari siswa.
- Perbedaan Individu
Karena tidak ada dua individu yang sama, setiap siswa adalah individu yang unik. Setiap murid unik dari yang lain. Variasi dalam pembelajaran ini berdampak pada cara siswa belajar serta seberapa baik mereka belajar. Penerapan pembelajaran di kelas seringkali memandang siswa sebagai individu yang mempunyai bakat rata-rata, kebiasaan, dan pengetahuan yang kurang lebih sama. Sistem pendidikan klasik yang digunakan di sekolah nampaknya kurang memperhatikan persoalan perbedaan individu.[18]