Menu makan malam telah dihidangkan di meja makan. Clarissa yang sedari tadi merasa lapar, langsung mengangkat piring dan mengambil beberapa  hidangan yang sudah berbaris rapih di meja makan menggunakan sendok. Davina tertawa kecil melihat anak gadisnya itu makan dengan lahap. Ia merindukan moment pertama kali Clarissa belajar untuk makan sendiri. Sangat menggemaskan.
Setelah makan, Clarissa memberanikan diri untuk menyampaikan isi hatinya kepada mamahnya. Ia sudah merangkai kata kata dengan baik. "Mah, Clarissa mau bicara. Boleh?" Tanya Clarissa.
Davina mempersilahkan putrinya untuk berbicara.
"Mah. Bisa gak kita seperti matahari, langit, dan awan?" Tanya Clarissa.
Davina sedikit kebingungan dengan kata-kata anak gadisnya. Apa yang ia maksud?
"Mamah itu umpama matahari yang cahayanya bersinar dan memberikan kehangatan di pagi hari. Papah itu umpama langit biru yang memberikan senyuman cerah dan mewarnai suasana pagi yang indah. Aku umpama awan-awan yang lembut dan melengkapi keindahan dan keharmonisan keluarga di setiap harinya." Jawab Clarissa panjang lebar.
Davina terharu mendengar rangkaian kata-kata indah yang keluar dari mulut Clarissa. Ia pun mendambakan hal itu. Ia berharap bisa berkumpul bersama keluarganya seperti dulu.
"Clarissa, setelah mamah pulang dari Singapore dan papah kamu pulang dari perjalanan bisnisnya di Belanda kita akan kumpul dan jalan-jalan bareng lagi sekeluarga ya." Ucap Davina.
Terlihat senyum tipis penuh makna dari wajah Clarissa. Ia senang karena  mamahnya mengerti apa yang selama ini ia inginkan. Kehangatan dan kebersamaan bersama keluarga kecilnya yang harmonis. Ia akan mendapatkan keinginannya itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H