Pada hakikatnya, pengenaan pajak rokok elektrik merupakan upaya Kementerian Keuangan untuk mengedepankan aspek keadilan, mengingat rokok tembakau dalam operasionalnya yang melibatkan petani tembakau dan buruh pabrik, telah terlebih dahulu dikenakan pajak rokok sejak tahun 2014. Sepanjang 2023, tercatat bahwa penerimaan cukai rokok elektrik hanya sebesar Rp1,75 triliun atau 1% dari total penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dalam setahun.
Pengumuman tersebut mengundang reaksi dari Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) yang akan segera menerapkan harga baru pada sejumlah jenis rokok elektronik.Â
Sekretaris Jenderal APVI, Garindra Kartasasmita, mengatakan bahwa pengenaan pajak dan kenaikan cukai merupakan beban berat tahun 2024 bagi pengusaha, perubahan harga menjadi salah satu hal langkah yang harus dilakukan. Kenaikan harga diantisipasi 10-20%. Selain itu, juga terjadi penyesuaian harga baru dalam komoditas rokok elektrik mulai 1 Januari 2024 kemarin.
Kesimpulan
Dalam hal ini, pengenaan pajak merupakan langkah Direktorat Jenderal Pajak dalam mengendalikan konsumsi barang-barang yang dapat membahayakan kesehatan, salah satunya vape.Â
Dalam hal ini, pajak menjalankan fungsi budgetair dan regulerend. Fungsi budgetair yakni pajak sebagai sumber pendapatan negara, sedangkan fungsi regulerend yakni pajak dengan kebijakan atau peraturan yang tercantum dalam undang-undang bisa mengatur perilaku konsumen dalam mengonsumsi barang-barang yang mempunyai dampak buruk serta eksternalitas negatif. Harapannya dengan diterapkan pajak baru tersebut, konsumsi vape di Indonesia bisa semakin terkendali.Â
Selain itu, penerapan pajak baru tersebut juga merupakan upaya DJP dalam rangka perluasan basis pajak yang berguna dalam pencapaian target penerimaan negara.
Paying tax is not a punishment, it's a responsibility.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H