Mohon tunggu...
Nabila Rachmadhani
Nabila Rachmadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - NAMA : NABILA RACHMADHANI / NIM : 43222010038 / AKUNTANSI S1 / FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

MAHASISWI MERCU BUANA TUGAS BESAR

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tugas Kuis: Diskursus Jeremy Bentham's Hedonistic Calculus dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

15 Desember 2023   00:20 Diperbarui: 15 Desember 2023   00:20 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.canva.com/design/DAF21sA0fpc/6M7VtfgafLOjsQX4VFgSFQ/edit?utm_content=DAF21sA0fpc&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=shar

1. Intensitas

2. Durasi

3. Kepastian

4. Familiarity

Kekuatan suatu produk hukum ditentukan oleh substansi apa yang diatur di dalamnya, bagaimana diaturnya, dan seberapa besar pengaruhnya terhadap kesejahteraan masyarakat. Durasi menunjukkan berapa lama produk hukum ini berlaku dan berapa lama mempengaruhi kesejahteraan atau penderitaan orang. Kepastian mengacu pada kepastian hukum dari produk hukum yang bersangkutan, Keselarasan dengan peraturan yang ada, dan seberapa amannya terhadap pemberlakuan produk hukum yang bersangkutan. Familiarity adalah derajat kesesuaian suatu produk hukum dengan pengetahuan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan produk hukum tersebut (Bentham, 1996).

Seiring berkembangnya Utilitarianisme, cara utilitarisme mengukur kegunaan sesuatu secara bertahap berubah. Menurut Utilitarianisme modern, tidak mudah mengukur kebahagiaan menggunakan parameter utilitarianisme klasik. Karena pengukuran ini sering kali bersifat abstrak. Preferensi manusia berfungsi sebagai ukuran. Preferensi manusia dalam memilih apa yang paling memuaskan dirinya dapat dengan jelas menentukan apakah sesuatu itu bermanfaat bagi dirinya atau tidak (Savulescu et al, 2020).

Maka dengan menerapkan konsep utilitarianisme, penilaian terhadap suatu tindakan (baik dilakukan secara positif atau tidak (komisi atau kelalaian), fenomena yang terjadi dalam masyarakat atau suatu peristiwa secara khusus, akan didasarkan pada kekuatan dan kegunaan tindakan tersebut. Fenomena atau peristiwa bagi individu yang mengalaminya. Jadi, menurut utilitarianisme klasik, jika sesuatu membawa manfaat yang besar bagi masyarakat luas maka hal itu akan meningkatkan kebahagiaan dan mengurangi penderitaan. Hal ini pula yang membuat konsep utilitarian begitu kental dengan proses perhitungan antara kebahagiaan (kegembiraan) dan penderitaan (sakit), karena jika suatu tindakan/fenomena/peristiwa menimbulkan kebahagiaan, kebahagiaan lebih besar daripada penderitaan, maka tindakan/fenomena/peristiwa tersebut adalah "bermanfaat" bagi masyarakat dan sebaliknya, apabila tindakan/fenomena/peristiwa tersebut menimbulkan penderitaan yang lebih besar maka tindakan/fenomena/peristiwa tersebut tidak "efektif".

Belakangan, konsep utilitarianisme klasik dikembangkan oleh Jeremy Bentham dengan memasukkan peran hukum (dalam beberapa literatur, perkembangan Jeremy Bentham ini disebut "utilitarianisme hukum") Jeremy Bentham mengambil pandangan yang sama dengan utilitarianisme klasik, namun menggali lebih dalam pertanyaan mengapa kesenangan dan rasa sakit digunakan sebagai batu ujian untuk menilai tindakan/peristiwa/fenomena tertentu.

Menurutnya, manusia adalah makhluk yang terus-menerus tersiksa oleh perasaan senang dan sakit. Bayangan inilah yang nantinya menentukan tindakan seseorang. Sebagai contoh, kita dapat melihat bahwa orang-orang sibuk dengan dua emosi ini, kita dapat melihat apa yang mendorong mereka untuk bertindak seperti itu, apa yang mendasari harapan dan cita-cita mereka, dan kita dapat melihat apa yang akan mereka lakukan di masa depan. Anda akan tahu apa yang harus dilakukan masa depan segala sesuatu (menurutnya) pasti dilandasi oleh rasa bahagia dan terhindar dari rasa sakit.

https://www.canva.com/design/DAF21qj6c4Q/HVWbcZPK7E1tHdksnJcWJg/edit?utm_content=DAF21qj6c4Q&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=shar
https://www.canva.com/design/DAF21qj6c4Q/HVWbcZPK7E1tHdksnJcWJg/edit?utm_content=DAF21qj6c4Q&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=shar

Menurut Sidhartha, teori utilitarianisme Jeremy Bentham sama dengan teori positivisme hukum. Sebab, dalam perspektif ontologis, aliran ini memandang produk hukum sebagai norma positif dalam sistem hukum. Itulah sebabnya teori menekankan pada keterpihan. Inilah tesis pemisahan hukum dan moralitas. Meski secara ontologis serupa, utilitarianisme berbeda dengan aliran positivis hukum dari sudut pandang epistemologis dan aksiomatik. Sebab, utilitarianisme tidak hanya menekankan kepastian hukum sebagai tujuan akhir, namun juga menempatkan kepentingan moral dalam penyelesaian permasalahan sosial. Oleh karena itu, aspek-aspek tersebut perlu diperhatikan untuk mengukur keberlangsungan norma-norma positif. Teori utilitarian Jeremy Bentham memperhitungkan aspek sosial untuk menghitung efektivitas barang hukum, dan oleh karena itu juga mengajukan tesis reduktif untuk tidak memisahkan hukum dan fakta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun