Rendahnya minat siswa dalam melakukan sesi konseling dengan guru BK ternyata dapat memengaruhi kesehatan mental mereka. Hal ini dipicu karena adanya rasa tidak percaya siswa, yang mana mereka beranggapan jika guru BK bukanlah orang yang bisa dipercaya sebagai tempat bercerita dan membagikan masalah mereka. Tujuan dari diadakannya artikel ini adalah untuk menemukan solusi dari permasalahan yang ada. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif analisis deskriptif dengan pengumpulan data studi literatur, diperoleh hasil jika permasalahan ini dapat diatasi dengan cara menerapkan bimbingan klasikal dan menerapkan konseling teknik Cognitive Behavior Therapy (CBT).
     Â
Kata Kunci : Konseling, Individu, Siswa, CBT, Guru BK
Â
PENDAHULUAN
      Sekolah menengah atas merupakan masa dimana siswa mulai berkembang dan sadar akan kesehatan mentalnya. Usia remaja merupakan masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan dewasa yang mencakup perubahan kognitif dan sosial siswa. Masa remaja dapat terbilang masih cukup labil dalam menentukan hal yang negatif dan positif. Kehadiran dari layanan konseling individu bagi siswa oleh guru BK merupakan suatu proses yang sangat penting untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan siswa dalam menangani setiap permasalahan yang siswa miliki. Menurut pengertian dari (Drever, 2004) dalam jurnal penelitian (Nasution, 2023), kognitif merupakan istilah umum yang mencakup segala hal dalam proses pembelajaran dan adaptasi pada anak di dalam lingkungannya. Proses pembelajaran yang dilalui oleh seorang anak meliputi proses pemahaman, imajinasi, penangkapan makna, penilaian, penalaran dalam menyelesaikan dan menghadapi masalah, tidak hanya menyangkut seberapa tinggi tingkat intelegensi anak tersebut, tetapi kognitif dari seorang siswa dapat dilihat melalui seberapa bisa ia dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
      Data menunjukkan jika hasil survei terbaru dari I-NAMHS (Indonesia National Adolescent Mental Health Survey) tahun 2022 menemukan, sekitar 1 dari 20 atau 5,5 persen remaja usia 10-17 tahun didiagnosis memiliki gangguan mental dalam 12 bulan terakhir, Hal ini disebabkan karena kurangnya penanganan layangan mengenai kesehatan mental yang seharusnya didapatkan oleh siswa. Masalahnya, pada saat ini banyak sekali terjadi fenomena siswa yang takut untuk melakukan sesi konseling bersama guru atau konselornya karena kurangnya rasa kepercayaan mereka terhadap konselor sekolah, karena adanya persepsi yang negatif kepada konselor sekolah. Aaron T. Beck mendefinisikan Cognitive Behavior Therapy sebagai pendekatan konseling yang dirancang untuk menyelesaikan permasalahan klien pada saat ini dengan cara melakukan restrukturisasi kognitif dan perilaku yang menyimpang, konseling ini dapat diterapkan kepada siswa, dengan cara melakukan pendekatan secara perlahan terlebih dahulu kepada mereka dan membangun kepercayaan mereka sebelum memutuskan untuk melakukan sesi konseling.
      Pada penelitian yang dilakukan oleh (Yulisman, 2022) menyebutkan jika guru bimbingan dan konseling atau konselor dapat membantu siswa dalam mengentaskan permasalahan dan kendala yang siswa miliki serta mengembangkan potensi diri. Seperti yang disebutkan dalam Permendikbud No. 111 Tahun 2014:3 jika, bimbingan dan konseling adalah sebagai bagian integral dari pendidikan adalah upaya memfasilitasi dan memandirikan peserta didik dalam rangka tercapainya perkembangan yang utuh dan optimal. Hal ini dapat dilaksanakan dengan diadakannya layanan konseling individual. Pentingnya penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa saja yang memengaruhi siswa tidak mau untuk melaksanakan konseling dan mengetahui solusinya, sedangkan perbedaan yang ada terhadap penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah, pada penelitian terdahulu masih belum ada solusi yang begitu efektif untuk diterapkan dan hanya ada hasil analisis permasalahannya saja tanpa solusi.  Â
Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk menyelidiki dan memahami faktor-faktor kognitif yang menjadi penyebab rendahnya minat siswa terhadap konseling individual di SMA. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi stigma yang mungkin terkait dengan pencarian bantuan psikologis dan untuk menyediakan rekomendasi yang konkret dan praktis untuk meningkatkan minat siswa serta memperkuat pemahaman tentang pentingnya konseling individual di lingkungan sekolah menengah atas.
      Berdasarkan pemaparan contoh penelitian di atas dapat disimpulkan jika awal dari munculnya masalah atau gejala kesehatan mental remaja, terutama siswa SMA adalah adanya ketidakpercayaan dan pemikiran negatif terhadap konselor yang ada di sekolahnya, yang mana dengan diadakannya artikel ini, diharapkan dapat menemukan solusi atau menuntaskan tujuan dalam mengatasi permasalahan kognitif siswa tentang rendahnya minat mereka terhadap konseling individual di SMA.
Â