Mohon tunggu...
NabilahAsna
NabilahAsna Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Tadris Bahasa Indonesia di UIN Raden Mas Said.

Senang dengan kebebasan. Dengan pengalaman akan menjadi sebuah cerita. Dengan cerita bisa mengekspresikan dunia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Penuh Kebohongan

22 Oktober 2024   00:37 Diperbarui: 22 Oktober 2024   12:28 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kota Solo yang berada di Jawa Tengah ini sangat diimpikan dari banyaknya orang, kota yang nyaman, indah, menarik. Berada dilingkup kota ini ketidaksengajaanku. Bersyukur sekali aku di tempatkan kota ini. namaku Nika aku mahasiswa di kampus ternama Solo. Aku mengambil jurusan Sastra Indonesia, terlihat remeh dikalangan orang-orang tapi aku menyukainya. Merantau disini tanpa ada kenalan siapa pun berjalan sendiri, berproses sendiri demi mencapai sebuah angan yang tinggi.

Saat ini aku menginjak semester enam. Pengalaman-pengalaman yang ku dapatkan begitu berarti, mulai kegiatan kampus, kegiatan luar kampus yang begitu memberikan banyak pelajaran. Aku mengira dulu sangat berat untuk tambah semester tapi, aku bisa melaluinya. Agenda semester enam ini adalah pengadaan KKN (Kuliah Kerja Nyata). Kampus memberikan informasi akurat untuk seluruh mahasiswa. Aku sibuk mengurus persiapan KKN. Aku dan Khusna teman asramaku ngobrol receh sembari makan nasi bungkus. Khusna mengolok-ngolokku karena akan KKN, karena banyak drama yang nantinya akan terjadi entah kisah cinta, warga, lokasi yang angker dan sebagainya. Aku menimpalinya dengan tawa terbahak-bahak sehingga suasana kamarku jadi riuh tawa. Aku kembali berpikir benar juga apa yang dikatakan Khusna. Ah, biarlah aku tak peduli nantinya toh, aku biasa saja. Gemuruhnya matahari membuatku lelah dan mengantarkanku tidur.

Hari esok menyapaku dengan riang. Setengah sadar ku membuka ponsel lalu, membuka laman kampus. Sontak terkaget aku langsung duduk dan terus memantau ponsel ya, kelompok KKN sudah terbagi dan mendapatkan kelompok KKN 29 ada 14 kelompok namun, aku tidak mengenal satu sama lain. Setelah itu, aku mencari informasi terkait kelompokku agar segera dibuat grup KKN tersebut. Tiba-tiba Khusna menghampiriku karena terheran, sontak aku kaget dan memukulnya. Aku bilang padanya bahwa kelompok KKN sudah dibagi dan nanti hari Selasa berkumpul di Warmindo. Khusna hanya tersenyum dan menyemengatiku. Pertemuan hari Selasa itu sudah terlaksana dan bermusyawarah membagi tugas masing-masing dan rancangan program kerja kedepannya.

Memasuki hari pertama KKN begitu bahagia dengan bertemunya teman-teman baru. Aku dan teman-teman berkumpul di halaman kampus sembari mengecek perlengkapan kembali. Setelah itu, berangkat menuju lokasi KKN yang terletak di Kota Susu. Sampai lah di posko KKN yang sejuk dan tenang, disambut hangat oleh tuan rumah dan kami beristirahat. Memasuki minggu ketiga suasana hati mulai merasakan hal yang beda. Aku dengan salah satu temanku KKN namanya Dika, dari jurusan akutansi ya, karena sering mendapatkan kelompok tugas yang bersamaan tumbuhlah rasa yang tak disengaja. Dika selalu memiliki gebrakan di setiap harinya untuk sekadar mendekatiku meskipun sudah sering ku tolak.

Dika tetaplah Dika selalu memperlihatkan sikapnya terhadapaku. Malam nanti akan diadakan rapat seluruh anggota KKN yaitu pembagian tugas mengajar TPA (Taman Pendidikan Al-Qur'an) di beberapa dusun. Ketua kelompok mengocok kertas yang sudah diberi nama per individu. Teman-temanku sudah mendapatkan kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 dan 3 anggota, sekarang giliranku dan aku mendapatkan kelompok 4 yang terdiri dari Dika, Sela, Aliya. Aku menggerutu dalam hati kenapa ada Dika lagi sebelumnya juga sudah dengan Dika. Aku hanya pasrah dan tetap menjalankan tugas dengan semestinya. Dika mengirim pesan padaku.

"Nik, besok TPA boncengan dengan siapa?"

"Ah, gampang paling aku sama Aliya, kamu sama Sela aja, soalnya mereka berdua gaada yang berani nyetir"

"Okedeh"

Malam yang tenang nan sunyi menujukkan pukul 20.00 WIB. Pak Soni menghampiri posko KKN. Teman-teman kebetulan sedang habis makan dan bercengkrama mengenai cerita di desa yang ku tempati. Pak Soni mengatakan di desa sebelah terdapat bukit cantik kurang lebih 6 menit. Teman-temanku penasaran dan ingin kesana, akhirnya ketua memutuskan untuk mengunjungi bukit tersebut besok pukul 05.00 WIB.

Sang fajar sudah menyapa dengan ramah. Teman-teman mulai bergegas dari tempat tidur melaksanakan salat subuh lalu siap-siap untuk berangkat ke bukit. Anak laki-laki sudah menunggu di depan posko cewek. Anak-anak cewek sudah selesai, bunyi motor menggelegar di perkampungan. Pemandangan yang begitu cantik melewati area persawahan dan udara yang sejuk.

Setengah perjalanan jalan mulai sempit dan terjal jadi, harus hati-hati cukup menegangkan. Teman-teman masih semangat dan akhirnya sampai di bukit cantik itu. Aku dan teman-teman berburu momen indah itu, menikmati matahari terbit sambil berfoto ria. Saat aku berfoto dengan Fiana tiba-tiba Dika menghampiriku dan ingin berfoto denganku. Aku menolaknya dengan keras namun, Dika tak memperdulikanku. Aku melanjutkan foto sendiri Dika masih tetap sabar menungguku, dengan pasrah aku meng-iyakan ajakannya untuk foto namun ku kasih jarak. Teman-temanku langsung menyorakiku dan Dika. Ah, memang menyebalkan keadaan saat itu.

Satu bulan KKN telah usai hubunganku dengan Dika masih selayaknya dulu. Aku dan Dika sering meluangkan waktu bersama. Tiba-tiba Dika mengajakku ke Pantai Gunungkidul dan aku menyetujui ajakannya. Selama perjalanan itu canggung namun Dika mampu menyairkan suasana. Setelah sampai di lokasi aku dan Dika duduk menikmati suasana desir ombak Pantai. Aku dengan polosnya makan jajan sambil mendengarkan cerita randomnya. Dika dengan aksi melontarkan kalimat yang membuatku bingung lalu ku balas hanya anggukan dan senyuman. Desiran ombak begitu kencang angin sepoi-sepoi memberikan suasana romantis.

Tepat satu tahun bermuara hubunganku dan Dika. banyak benturan keras dan tidak kondusif. Dika yang mulai berubah sikapnya, tidak bisa mengontrol sikap dengan lawan jenis itu yang membuatku pusing. Dika seringkali mementingkan teman ceweknya daripada keberadaanku.

"Ka, aku boleh minta tolong hargai aku sebagai cewekmu bukan semaumu seperti itu" tanyaku mohon.

"Terserahku dong Nik mau dekat dengan siapa toh, itu temanku semua, kamu kok curiga banget sama aku" balasnya ketus.

"Ya, terus aku disini buat apa? aku sudah sering melakukan hal sendiri sementara kamu? Sama teman cewekmu berlebihan, hargai aku" balasku kesal.

Pesanku hanya dibaca dan menghilang tanpa merasa salah dengan perlakukannya sendiri. Aku termenung dan mencoba tenang namun, batinku sudah berkali-kali tersiksa dengan keadaan yang seperti itu. Aku yakin dalam setiap hubungan memang tidak selalu mulus tapi, ketika kesalahan itu terus berulang-ulang bukan kah keterlaluan.

Dua hari kemudian Dika akan sidang akhir, Dika mengirim pesan WhatsApp kepadaku. setelah itu, aku balas dengan kalimat pujian dan semangat karena akan menjalani tahap kelulusannya. Saat hari itu tiba aku dihadang Dika agar tidak menunggu sidangnya, sejujurnya aku kecewa tapi aku memilih diam. Ketika sidangnya selesai aku mendapat pesan WhatsApp Dika

"Nik, kamu kesini kapan?"

"Ya, sebentar selesai makan aku kesana"

"Maaf ya, ini ada teman-teman cewek datang"

"Iya, gapapa"

Seketika aku mendapat pesan itu hatiku merasa teriris dan aku tetap menjaga kewarasan. Setelah selesai makan aku menghampirinya dan memberikan hadiah padanya sebagai bentuk apresiasi.

"Wah, selamat ya sudah selesai gimana tadi sidangnya?"

"Lancar, cuma lulusnya bersyarat sih"

"Gapapa yang penting sudah terselesaikan"

Posisiku berada di halaman Gedung FEB, Dika kembali menemui teman-temannya. Aku ditemani Fiana. Selesai lah acara sidangnya aku ikut mengantrakan pulang dan membawa barang hadiahnya lalu pergi makan. Aku merasa tidak nyaman dengan keadaan tersebut seperti kurang dihargai ditambah hadiah dari teman ceweknya bagiku itu spesial. Akhirnya yang terjadi adalah amarah panas, dan bungkam.

Seminggu kemudian aku sidang akhir, aku mempersiapkan segala sesuatu untuk sidang. Aku berangkat dari asrama diantar temanku. Aku tidak mau membebaninya. Sidang akhir di mulai ketegangan itu mulai terjadi. Aku terbantai di akhir sidang dan aku tidak sanggup hingga meneteskan air mata. Setelah itu dosen pembimbing dan temanku menenangkanku. Setelah ketenangan itu mereda aku menghubunginya, aku langsung ke lapangan kampus mencari ketenangan. Dika memberiku bingkisan lucu dan susu kotak kesukaanku. Aku cukup bahagia dengan segala badai yang ada.

Liburan semester tiba, kita pulang di rumah masing-masing. Aku menikmati liburanku di rumah dengan senang bisa berkumpul dengan teman-teman sebayaku. Akhir-akhir ini merasakan hal yang berbeda darinya, komunikasi hambar. Komunikasi pun sewajarnya demi menjaga keutuhan hubungan namun, aku benar-benar lelah dengan keadaan yang terus terbentur. Dika menanyaiku kapan kembali ke kota Solo.

"Nik, kapan kamu balik ke Solo?"

"Mmmm, belum tahu masih ingin di rumah"

"Nanti aku kabari kalau mau balik ya"

Sebenarnya aku masih ingin di rumah karena sudah lama di perantauan dengan hiruk pikuk yang ada. Kembali lagi Dika akan ada acara event bazar dan ku putuskan untuk kembali ke Solo pertengahan bulan Agustus. Aku menghargainya untuk dapat datang ke acaranya lumayan buat keseruan di sela-sela longgarku.

            Event bazar sebentar lagi akan dimulai, Dika juga menceritakan segala proses yang direncanakan. Dika begitu tanggung jawab dengan tugasnya. Dika ditunjuk sebagai ketua panitia karena ketua panitia sebelumnya tidak bisa karena sudah bekerja. Dika dan timnya membuat pampflet mencari tambahan panitia lagi dan diluar dugaannya yang ingin mendaftar banyak, namun yang dibutuhkan hanya sekitar lima orang. Akhirnya dengan keputusan bersama dengan dosen dan timnya memilih 5 orang yang benar-benar berpengalaman. Aku menyibukkan kegiatan di asrama sementara Dika mengurus kepanitiannya. Tiba-tiba waktu malam pukul 22.00 aku merasakan perasaan yang tidak nyaman aku mengirim pesan untuknya.

"Udah selesai persiapannya Dik?"

"Belum, ini masih memasang tenda dengan teman-teman"

"Boleh minta pap dulu Dik?"

Dika mengirim pap bentuk video. Aku sudah sedikit lega namun masih ada rasa yang aneh hingga membuatku tidak dapat tidur. Aku memberanikan telepon Dika dan diangkat meskipun dengan suara bising bersama teman-temannya. Tiba-tiba Dika menyeletuk mau memboncengkan temen ceweknya, seketika mataku terbelalak dari kantuk dan panik. Aku mengirim pesan Dika untuk jangan boncengin temennya karena membuatku sakit hati. Dika menyutujui pendapatku.

            Masalah begitu mencabik-cabik menghampiriku. Aku hampir lemah tak kuat menahan badai sebesar ini. Ketika Dika ingin mengurus berkas menghubungiku seadanya dan yang terjadi adalah dia memboncengkan teman ceweknya lagi. Aku marah dengan semua perlakuannya yang kembali terulang. Hubungan yang semakin hancur, ditambah masalah teman asrama yang sering mengusikku. Aku bingung, pusing dan kesehatanku menipis. Aku sering menangis dengan keadaan ini, aku tidak tahu harus bercerita dengan siapa karena setiap orang punya masalah masing-masing dikehidupannya. Aku sampai tidur di kamar sebelah karena sudah tak tahan akan perlakuan temanku hanya karena hal-hal kecil yang dibesar-besarkan. Aku bilang sama Dika tentang persoalan hubungan ini.

"Dik, aku bosan dengan hubungan ini sikapmu sudah beda kepadaku"

"Ya, maaf gimana Nik?"

"Nggak tahu, aku benar-benar bingung dengan semuanya kita jeda dulu saja"

Aku sudah lelah, aku merenung dalam kesendirianku. Malam yang hampa dengan riuhnya kepala karena tekanan. Nafsu makanku berkurang dan asam lambungku semakin parah. Aku keluar mencari angin di sebuah caffe terdekat kampus. Langit yang mendung serta rintiknya hujan membawaku terbawa suasana. Tanpa sengaja aku memalingkan pandanganku di samping caffe melihat dia sudah pulang dari magang kantor. Padahal aku sudah mengirim pesan kepadanya dia menjawab baru mau pulang sontak aku melongo dan diam. Aku menelpon sahabatku tentang permasalahanku yang panas itu, aku tidak kuat menahan tangis yang berkepanjangan dan sahabatku menenangkanku. Setelah itu, aku memutuskan besok pulang ke rumah demi kesehatan mentalku.

            Keesokan paginya aku siap-siap untuk pulang dan berpamitan dengan teman-temanku. Aku menunggu travel di depan asrama. Hembusan nafasku sedikit tenang akan menapaki rumah. Bersyukurnya sahabatku merangkulku, aku diajak nongkrong sembari ngobrol santai. Aku juga menjalankan keinginanku untuk berziarah di sesepuh desaku, hatiku tenang dan diberi petunjuk dengan sendirinya. Keputusan ini sudah saatnya aku harus berani mengambil resiko daripada terus-terusan dibohongi.

"Sebelumnya aku minta maaf Dik atas semua perlakuanku sama kamu yang sering uring-uringan hingga membuatmu tidak nyaman. Tapi aku juga sakit hati karena keberadaanku tidak dihargai. Hubungan kita ini lagi jeda bukan berarti selesai gimana?" tanyaku.

"Tapi yaudah lah Nik, hubungannya rasanya sudah beda. bukannya aku gamau memperbaiki hubungan ini karena aku berusaha mencari kenyaman itu sudah tidak ada. Kita sepertinya sudah tidak sejalan ego kita tinggi" balasnya dengan penuh tanda tanya bagiku.

"Iya Dik, sudah sering melakukan hal sendiri hambar. Jujur aku pengen ketemu sekali ngobrol santai untuk menyelesaikan permasalahan ini agar tidak membebani karena di pesan WhatsApp kurang enak"

"Maaf ya gabisa, sebelumnya aku minta maaf kamu sudah mengorbankan waktumu buat aku, ada hal-hal baru yang ku dapat. Jujur baru kali ini menjalani hubungan yang kayak gini. Aku cuma gamau terus-terusan menyakiti orang kedepannya"

Ya, setelah keputusan itu terjadi aku sudah lega tanpa ada urusan dengannya lagi. aku sudah lelah dengan kebohongannya, mengulang kesalahan yang berulang-ulang tanpa adanya kesadaran memperbaiki. setelah itu aku kembali ke Solo, aku mendengar kabar bahwa dia sudah dekat dengan perempuan lain yaitu adik tingkatnya. Aku termenung, memang sih, selama menjalani hubungan sudah terlihat jelas perilakunya selalu menutupi dan panik setiap aku melirik ponselnya tanpa sengaja. Dika sudah berbeda dan sudah tidak peduli denganku. Perasaan yang kucemaskan dulu kini menjadi nyata. Hitungannya belum lama baru satu minggu putus Dika sudah kencan dan memosting di story WhatsApp setiap kali jalan padahal dulu saat bersamaku tidak pernah dirayakan. Aku dan beberapa teman lainnya di privasi namun, temanku asrama melaporkan hal tersebut. Aku hanya diam dan sudah menduganya lama. Waktuku sudah tidak dengannya lagi, aku ikhlas dan waktunya pulih dengan luka yang terbendung lama itu. Aku bahagia dengan potensiku sekarang. Terima kasih Tuhan sudah menyelamatkanku dari orang yang tidak pernah bersyukur itu.

SELESAI

           

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun