Sikap Pemimpin Mangkunegaran IV. Kesederhanaan dan Keterbukaan Mangkunegaran IV juga menyoroti empat sikap penting yang harus dimiliki seorang pemimpin :
- Aja Gumunan (Jangan Terpesona) > Aja gumunan mengajarkan agar pemimpin tidak mudah terpesona atau kagum dengan hal-hal baru tanpa melakukan evaluasi dan pemikiran kritis. Ini berarti bahwa para pemimpin harus memiliki pandangan yang luas dan berpikir logis sebelum membuat keputusan. Tidak semua hal yang baru atau menarik harus diterima begitu saja tanpa mempertimbangkan efek jangka panjangnya. Dalam konteks kepemimpinan Mangkunegara IV, ini berarti bahwa para pemimpin harus dapat membedakan antara inovasi yang benar-benar bermanfaat dan sekadar tren atau hal-hal yang tampaknya menguntungkan, tetapi tidak memiliki manfaat yang signifikan bagi rakyat dan negara.
- Aja Kagetan (Jangan Terkejut) > Dalam situasi yang tak terduga atau mengejutkan, aja kagetan menunjukkan sikap tenang dan tidak terburu-buru. Pemimpin harus memiliki ketenangan pikiran dan kemampuan untuk mengendalikan diri dalam dunia yang dinamis dan berubah cepat. Ini berlaku bahkan dalam situasi yang sulit atau tidak terduga. Sikap ini membantu para pemimpin untuk berpikir objektif dan mengambil keputusan yang tepat dalam situasi yang penuh tekanan. Sebagai pemimpin yang menghadapi banyak tantangan selama penjajahan, Mangkunegara IV mampu tetap tenang dan menerapkan kebijakan yang matang meski dalam keadaan sulit.
- Aja Dumeh (Jangan Sombong) > Aja dumeh mengingatkan bahwa pemimpin tidak boleh sombong atau sewenang-wenang hanya karena mereka berkuasa atau berada di tempat yang tinggi. Pentingnya menjadi rendah hati dan menjaga hubungan baik dengan semua pihak---rakyat, pegawai, dan sesama pemimpin---ditunjukkan oleh perspektif ini. Jika seorang pemimpin menganggap dirinya lebih unggul daripada orang lain, mereka cenderung menjadi otoriter dan mengabaikan kepentingan orang lain. Ini menunjukkan bahwa Mangkunegara IV selalu menjaga hubungan baik dengan masyarakatnya dan tidak terjebak dalam kebanggaan diri. Kepemimpinan yang rendah hati ini meningkatkan kehormatan dan penerimaan rakyat.
- Prasaja dan Manjing Ajur-Ajer (Kesederhanaan dan Kemampuan Berbaur)Â > Prasaja berarti kesederhanaan, sementara manjing ajur-ajer mengajarkan kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat dan tidak memisahkan diri dari kehidupan sehari-hari rakyat. Kedua sikap ini merupakan landasan penting bagi seorang pemimpin untuk dapat merasakan langsung kehidupan masyarakat dan lebih mudah untuk diterima oleh mereka. Pemimpin yang sederhana, tanpa membanggakan kedudukannya, akan lebih dekat dengan rakyat dan mendapatkan kepercayaan mereka. Selain itu, kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat membantu pemimpin untuk memahami permasalahan mereka secara langsung dan memberikan solusi yang lebih relevan. Mangkunegara IV, dalam sejarahnya, dikenal sebagai pemimpin yang memperhatikan rakyatnya dan tidak terlepas dari kehidupan sosial mereka.
Prinsip Asta Brata yang berasal dari Serat Ramayajawa karya R.Ng. Yasadipura mengajarkan delapan karakteristik kepemimpinan yang terinspirasi oleh elemen-elemen alam. Prinsip ini menggambarkan bagaimana seorang pemimpin harus bertindak:
- Ambeging Lintang/Bintang > Pemimpin harus menjadi penunjuk arah, seperti bintang yang memberikan pedoman kepada para pelaut di malam hari. Pemimpin yang memiliki visi jelas dapat membimbing rakyat menuju tujuan yang baik.
- Ambeging Surya > Seperti matahari, pemimpin harus memberikan kehangatan, keadilan, dan kekuatan kepada rakyatnya. Matahari juga melambangkan konsistensi, karena ia terbit setiap hari tanpa gagal.
- Ambeging Rembulan > Bulan yang bersinar di malam hari melambangkan kedamaian dan ketenangan. Pemimpin harus mampu menciptakan suasana yang harmonis di tengah masyarakat.
- Ambeging Angin > Angin memberikan kehidupan melalui udara yang dihirup, dan pemimpin harus memberikan solusi, ketenangan, dan kenyamanan kepada rakyatnya.
- Ambeging Mendhung > Seperti awan yang meneduhkan dan membawa hujan, pemimpin harus bersifat melindungi, memberikan berkah, dan menunjukkan kebijaksanaan.
- Ambeging Geni > Api melambangkan keberanian dan ketegasan untuk menegakkan hukum serta keadilan. Namun, api juga harus dikendalikan agar tidak membakar tanpa arah.
- Ambeging Banyu > Air melambangkan fleksibilitas dan kemampuan menampung berbagai macam situasi. Pemimpin yang baik harus mampu beradaptasi dengan perubahan.
- Ambeging Bumi > Tanah melambangkan kekuatan, kestabilan, dan kemakmuran. Pemimpin harus menjadi dasar yang kokoh bagi kesejahteraan rakyatnya.
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara IV memberikan pembagian yang sangat tajam dan jelas mengenai kualitas pemimpin dalam masyarakat. Pembagian ini tidak hanya didasarkan pada tindakan atau keputusan, tetapi juga mencakup karakter dan dampak yang ditimbulkan oleh pemimpin tersebut terhadap rakyat dan lingkungannya.Â
Melalui kategori pemimpin yang ia ajarkan---Nistha, Madya, dan Utama---Mangkunegara IV menunjukkan pandangannya mengenai kepemimpinan yang efektif dan bermoral, serta bagaimana seorang pemimpin seharusnya bertindak untuk memenuhi harapan rakyatnya.
1. Nistha (Pemimpin yang Buruk)
Nistha menggambarkan pemimpin yang buruk dalam kategori pertama. Pemimpin jenis ini sering membuat keputusan yang salah, melakukan hal-hal yang merugikan, atau bertindak secara egois untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka tidak melihat ke depan dan hanya berfokus pada kekuatan atau keuntungan mereka sendiri. Keputusan yang mereka ambil dalam hal ini seringkali tidak menguntungkan rakyat dan dapat menimbulkan ketidakpercayaan.Â
Pemimpin seperti ini sering kehilangan dukungan atau kepercayaan masyarakat karena tindakannya yang tidak bertanggung jawab atau bahkan merugikan kesejahteraan rakyat. Mereka tidak peduli dengan prinsip atau etika, dan biasanya hanya mencari cara untuk mempertahankan posisi mereka, seringkali dengan cara yang tidak adil atau merugikan banyak orang.
- Contoh dalam konteks kepemimpinan : Pemimpin yang bersifat nistha mungkin melakukan korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, atau memperlakukan rakyat dengan tidak adil, menciptakan ketidakstabilan dalam masyarakat dan menyebabkan perpecahan.