Mohon tunggu...
Nabila AlyaFadhilah
Nabila AlyaFadhilah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Telkom University

seorang ENFJ-T yang memiliki ketertarikan pada marketing dan media.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Parang: Alat Tradisional Unik yang Terancam Punah

12 November 2023   09:52 Diperbarui: 12 November 2023   10:14 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : diambil oleh Nabila Alya Fadhilah di Museum Sri Baduga

Pendahuluan

Sumedang adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kabupaten ini terletak di daerah pegunungan dengan pesona alam yang indah. Sumedang juga terkenal dengan kebudayaan dan tradisi yang kental, seperti tari jaipongan, kesenian wayang golek, dan kain tenun. Pada bidang pertanian, Sumedang terkenal dengan produksi padi dan tehnya yang berkualitas tinggi salah satu alat yang mereka gunakan dalam bertani itu adalah parang. Apa itu parang? Mari kita simak penjelasannya sampai akhir!

Sejarah Parang di Sumedang

Parang adalah senjata tradisional yang telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia. Sumedang, sebuah daerah yang terletak di Jawa Barat, juga memiliki sejarah yang kaya dalam menggunakan parang sebagai alat pertahanan dan pertanian.

Pada masa Praaksara Sumedang, sekitar abad ke-3 hingga abad ke-6 Masehi, parang merupakan salah satu senjata yang digunakan oleh penduduk setempat. Penggunaan parang tidak hanya digunakan dalam pertempuran melawan musuh, tetapi juga dalam aktivitas sehari-hari seperti memotong kayu, membajak tanah, dan membuka jalan.

Pada masa Kerajaan Sumedang Larang, yang berlangsung sekitar abad ke-16 hingga abad ke-18 Masehi, penggunaan parang semakin berkembang. Raja-raja Sumedang Larang, seperti Prabu Tajimalela, menggunakan parang sebagai salah satu simbol kekuasaan. Mereka juga mengembangkan teknik penggunaan parang yang lebih canggih, seperti teknik membelah dan mengepal.

Selain sebagai senjata, parang juga digunakan dalam upacara adat dan tradisi masyarakat Sumedang. Pada saat upacara Ruwatan Masinga, yang dilakukan setiap kali ada anggota keluarga meninggal, parang digunakan untuk membersihkan dan membersihkan tempat pemakaman. Parang juga digunakan dalam upacara-upacara adat lainnya, seperti upacara pernikahan dan festival kebudayaan.

Sejarah parang di Sumedang mencerminkan pentingnya senjata tradisional dalam kehidupan dan budaya masyarakat. Bagi masyarakat Sumedang, parang bukan hanya sekedar alat pertahanan, tetapi juga simbol keberanian, kekuatan, dan keterampilan.

Deskripsi Parang

Parang terbuat dari logam atau batu dengan mata pisau yang tajam, terdiri dari sebilah pisau dengan panjang sekitar 40-60 cm yang dibuat dari bahan baja atau logam kuat lainnya. Parang umumnya memiliki bentuk melengkung atau lengkungan pada bagian ujung pisau. 

Pisau pada parang memiliki mata yang tajam dan kuat sehingga mampu memotong rumput dengan mudah. Pegangan parang terbuat dari kayu, sering kali dilapisi dengan anyaman rotan atau kulit untuk memberikan kenyamanan saat digunakan. Panjang pegangan biasanya sekitar 1 meter agar memudahkan penggunanya dalam mengayunkan parang.

Cara Menggunakan Parang

Parang digunakan dengan cara mengayunkan namun juga dapat digunakan dengan cara didorong ke depan untuk memotong rumput yang lebih tebal. Alat ini seringkali digunakan oleh petani atau orang-orang yang memiliki lahan pertanian atau kebun kecil di Sukabumi dan sekitarnya. Dalam kegiatan bercocok tanam tradisional, parang sering menjadi salah satu alat yang tidak bisa ditinggalkan.

Tantangan di Zaman Modern

Ada beberapa alasan mengapa sebuah alat tradisional bernama parang dapat terancam punah, di antaranya : 

1. Berkurangnya minat dan kebutuhan penggunaan

Seiring dengan perkembangan teknologi, banyak alat modern yang lebih efisien dan nyaman digunakan daripada parang. Hal ini membuat minat dan kebutuhan penggunaan parang semakin berkurang.

2. Hilangnya pengetahuan dan keterampilan

Kurangnya transfer pengetahuan dan keterampilan membuat generasi muda kehilangan kemampuan untuk membuat dan menggunakan parang dengan baik. Jika tidak ada yang bisa mengajarkan dan memelihara pengetahuan ini, maka parang dapat terancam punah karena hilang dari generasi ke generasi.

3. Perubahan dalam kebiasaan dan aktivitas

Aktivitas tradisional yang menggunakan parang, seperti pertanian atau kegiatan outdoor, juga telah bergeser atau menghilang karena perubahan sosial dan ekonomi. Ini berarti ada kurangnya kesempatan untuk menggunakan parang secara teratur, sehingga meningkatkan risiko kemunduran penggunaan dan daya tarik parang.

4. Persaingan dengan alat modern

Alat pemotong rumput tradisional parang ini juga harus bersaing dengan berbagai alat modern yang lebih efisien dan nyaman. Penggunaan mesin pemotong rumput, gergaji listrik, atau alat-alat modern lainnya telah menggantikan peran parang dalam banyak tugas, mengurangi kebutuhan untuk menggunakan alat tradisional.

Semua alasan di atas dapat menyebabkan parang sebagai alat tradisional terancam punah jika tidak ada upaya melestarikan dan mempertahankan penggunaannya. Maka kita sebagai generasi muda harus turut melestarikan parang sebagai warisan budaya leluhur. 

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian parang di tengah zaman modern, di antaranya : 

1. Penggunaan alternatif

Melestarikan parang di tengah zaman modern dapat memerlukan alternatif penggunaan parang yang ramah lingkungan. Para pengrajin dan produsen parang perlu mencari cara untuk membuat produk yang lebih ramah lingkungan, seperti menggunakan bahan-bahan yang dapat didaur ulang atau mendaur ulang parang yang sudah tidak terpakai menjadi produk baru.

2. Pendidikan dan kesadaran masyarakat

Menjaga kelestarian parang membutuhkan kesadaran dari masyarakat. Melalui pendidikan dan kampanye yang tepat, masyarakat perlu diberitahu tentang pentingnya melestarikan parang dalam budaya dan sejarah mereka. Masyarakat juga harus dibimbing untuk melakukan praktik pembelian dan penggunaan parang yang bertanggung jawab.

3. Peran pemerintah

Pemerintah perlu berperan aktif dalam menjaga kelestarian parang. Mereka dapat memberikan perlindungan hukum dan melegalkan kegiatan pembuatan serta penjualan parang. Pemerintah juga bisa mendorong pengrajin dan produsen parang untuk berinovasi dalam produksi yang bertanggung jawab dan lebih ramah lingkungan.

4. Memperkenalkan parang kepada generasi muda

Generasi muda perlu diperkenalkan pada budaya dan sejarah parang. Melalui pendidikan di sekolah dan kegiatan di masyarakat, mereka dapat memahami pentingnya menjaga dan menghormati parang sebagai warisan budaya mereka. Dengan demikian, generasi muda dapat menjadi agen perubahan yang memprioritaskan kelestarian parang di tengah zaman modern.

5. Membangun kemitraan dengan komunitas terkait

Para pengrajin, produsen, dan pemerintah dapat bekerja sama dengan komunitas terkait, seperti komunitas adat atau organisasi lingkungan, untuk menjaga kelestarian parang. Dengan saling mendukung dan berkolaborasi, mereka dapat mengembangkan program yang berkelanjutan untuk melestarikan parang dan memastikan bahwa parang tetap relevan di tengah perubahan zaman.

6. Mengembangkan ekonomi berkelanjutan

Menghubungkan parang dengan ekonomi berkelanjutan dapat membantu menjaga kelestarian parang. Misalnya, pengrajin dan produsen dapat memperluas pasar mereka dengan memperkenalkan produk parang yang inovatif dan menarik bagi konsumen modern. Dengan menciptakan permintaan yang berkelanjutan, parang akan tetap bernilai dan warisan budaya ini dapat terus dilestarikan.

Museum Sri Baduga sebagai Bentuk Cara Melestarikan Warisan Budaya

Museum Sri Baduga adalah sebuah museum yang didirikan sebagai bentuk pelestarian warisan budaya yang hampir punah, dengan tujuan untuk memberikan informasi dan pemahaman yang lebih dalam tentang sejarah dan budaya. Museum ini menampilkan mulai dari arca-arca zaman megalitik, pakaian adat, rumah tradisional, perkakas, permainan, hingga alat musik tradisional.

Museum Sri Baduga menjadi tempat yang penting untuk belajar dan menghargai warisan budaya kita. Dengan upaya pelestarian ini, diharapkan parang dapat terus dilestarikan dan menjadi bagian yang hidup dalam budaya dan identitas bangsa Indonesia.

Referensi

Karmila, I. (2018). KERAJINAN PANDAI BESI MASYARAKAT DI DESA LIMBANG JAYA KECAMATAN TANJUNG BATU KABUPATEN OGAN ILIR (Tinjauan Historis) (Doctoral dissertation, UIN RADEN FATAH PALEMBANG).

Busenda, A. Z., Sayamar, E., & Kausar, K. Analysis Local Wisdom of Rice Plants in Nagari Simpuruik Subdistrict Sungai Tarab Tanah Datar Regency West Sumatera Province (Doctoral dissertation, Riau University).

Nurislaminingsih, R., Erwina, W., & Rohman, A. S. (2019). Pemetaan pengetahuan lokal Sunda dalam koleksi di Museum Sri Baduga. Lentera Pustaka: Jurnal Kajian Ilmu Perpustakaan, Informasi Dan Kearsipan, 5(2), 109-120.

Nugraha, S., & Lubis, N. H. (2017). Kota Sukabumi: dari distrik menjadi Gemeente (1815-1914). Patanjala, 9(3), 291907.

Suryana, A., Pajriah, S., Nurholis, E., & Budiman, A. (2023). Nilai-Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Kampung Dokdak Desa Baregbeg Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis Berbasis Budaya Galuh. Jurnal Artefak, 10(1), 105-116.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun