Mohon tunggu...
Naailatul bana
Naailatul bana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

3 Alasan Pentingnya Menanamkan Kemampuan Kognitif Anak di Usia Dini

28 Maret 2023   23:31 Diperbarui: 28 Maret 2023   23:32 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seberapa penting ya kemampuan kognitif pada anak usia dini? 

Dalam sistem perkembangan anak usia dini diperlukan adanya penanaman kognitif untuk membantu proses belajar, maka dari itu kita harus mengetahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan kemampuan kognitif!

Kognitif merupakan segala kegiatan intelektual yang menjadikan seorang anak mampu mengaitkan, membandingkan, memikirkan suatu keadaan, sampai anak itu dapat memahami secara perlahan.

Namun kemampuan kognitif sangat berkaitan dengan proses belajar, seorang anak akan memasuki suatu proses yang awalnya tidak mengerti sehingga menjadi mengetahui hal tersebut sampai pandai pada bidang yang minati.

A. Pendapat ahli teori belajar kognitif

Pada teori belajar kognitif ini lebih menitikberatkan proses belajar ketimbang hasil yang didapatkan. Karena seorang anak bukan hanya condong pada hubungan antara stimulus dan respon, tapi juga pada cara anak bersikap untuk meraih tujuan belajarnya

Dan menurut pendapat para ahli teori kognitif adalah sebagai berikut:

1. Menurut Piaget, ialah bagaimana cara anak bersosialisasi dan menafsirkan suatu topik dan peristiwa-peristiwa dilingkunganya.

2. Menurut William dan Susanto, ialah bagaimana cara anak bersikap, berperan, dan seberapa cepat proses anak saat menyelesaikan problem yang sedang dialaminya.

3. Menurut Neisser, ialah pencapaian, pembenahan, dan pengelohaan ilmu pengetahuan.

4. Menurut Drever, ialah penyebutan umum yang mencangkup cara memahami, yaitu tanggapan, evaluasi, pandangan, wawasan, dan pemahaman kata.

5. Menurut Robert M. Gagne, ialah inovasi efektif yang dilakukan didalam pusat susunan saraf saat anak melakukan proses berpikir.

B. Fungsi kognitif dalam bersosialisasi

Kemudian juga ada beberapa fungsi kemampuan kognitif yang dapat membuat anak menjadi lebih mudah untuk bersosialisasi dengan teman yang lainnya

1. Kepedulian

Kepedulian ialah pemilahan rangsangan yang akan menjadi pusat kepedulian dan dapat dilupakan secara berbarengan. Rangsangan yang dimaksud dapat berupa aroma, suara, ataupun bentuk gambar.

2. Histori atau kekuatan ingatan

kekuatan ingatan berhubungan dengan tingkat kefokusan anak. Semakin tinggi tingkat focus anak, semakin baik memori atau daya ingat. Hal ini berdampak pada system penyampaian informasi yang diberikan dan diserap kedalam pemahaman dan ingatan.

3. Tanggung jawab

Tanggung jawab merupakan fungsi yang mengarahkan anak untuk menjadi perencana, pengelola dan menyelenggarakan sesuatu yang telah ia rencanakan. Nah, dari sinilah seseorang terlihat bagaimana cara menyelesaikan setiap permasalahan.

4. Kecakapan berbahasa

kecakapan dalam berbahasa berkaitan dengan bagaimana anak memiliki kemampuan menyusun kata-kata saat berkomunikasi atau bersosialisasi dengan lawan bicaranya. Setiap anak memiliki kecakapan berbahasa yang berbeda-beda, tergantung dari peranan kognitifnya.

5. Merasakan dan mengingat

Dari adanya fungsi kognitif dapat menjadikan anak bisa merasakan dan mengingat segala sesuatu di sekelilingnya. Misalnya dalam membedakan antara jeruk dan lemon, semangka dan melon, mentimun dan pare, dan sebagainya.

Pada dasarnya teori kognitif dalam pembelajaran sebagai berikut.

1. Lebih mendahulukan sebuah proses pembelajaran dari pada hasil yang didapatkan.

2. Pandangan dan pengetahuan dalam mencapai tujuan dari proses belajar menunjukkan sikap seorang anak.

3. Materi pembelajaran dibedakan menjadi beberapa komponen kecil, lalu dipelajari secara terpisah.

4. Kesungguhan anak saat pembelajaran merupakan suatu kewajiban.

5. Pada aktivitas belajar, dibutuhkan proses berpikir yang kompleks.

Pendekatan Kognitif memegang peran penting dalam proses pembelajaran, mengacu pada gagasan bahwa melalui pengalaman anak, mereka akan mengalami proses mental yang dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk mengevaluasi, membandingkan, atau menanggapi rangsangan sebelum memberikan tanggapan. Pendekatan ini mengutamakan pemikiran anak agar mereka dapat memperoleh pengalaman, pemahaman, standar moral dan lainnya.

C. Tahap perkembangan anak sesuai dengan usianya

Setiap anak memiliki kemampuan kognitif yang berbeda. Hal ini terjadi karena perkembangan kognitifnya juga berbeda-beda. Namun demikian, keadaan umum yang bisa dijadikan panduan perkembangan kognitif pada anak.

Teori Piaget mengelompokkan perkembangan kognitif anak ke dalam empat tahapan, yaitu sebagai berikut.

1. Tahap sensorimotor (18-24 bulan)

Pada tahap ini, bayi mulai mampu mengembangkan pikirannya untuk memahami dunia luar melalui persepsi sensorik dan aktivitas motoriknya.

2. Tahap praoperasional (2-7 tahun)

Pada tahap ini, anak belum bisa memaksimalkan kemampuan kognitifnya. Yang artinya, anak belum bisa menalar sesuatu.

3. Tahap operasional konkret (7-11 tahun)

Pada tahap ini, anak mulai bisa berpikir secara rasional dan terorganisir. Artinya, anak sudah mulai berpikir secara logis ketika mengalami atau mengamati sesuatu di sekitar mereka.

4. Tahap operasional formal (12 tahun ke atas)

Tahap keempat ini menunjukan seorang anak sudah mampu berpikir secara lebih luas, bernalar dan menganalisis sesuatu, memanipulasi ide-ide dalam pikirannya, dan tidak bergantung pada manipulasi konkret.

Dalam hal pembelajaran, memahami masalah kognitif tidak lepas dari bagaimana anak menghadapi soal-soal ujian yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu, sebelum membuat soal, seorang guru harus mempertimbangkan tingkat kognitif. Tingkat kognitif dibagi menjadi 3 tingkatan:

 Level 1

Level ini menunjukkan tingkat kemampuan yang paling rendah karena hanya menuntut pengetahuan dan pemahaman dari anak. Jikalau mengacu pada taksonomi Bloom, soal level 1 ini mencakup soal C1 (mengingat) dan C2 (memahami).

Level 2

Pada level ini, tingkat kemampuannya tentu lebih tinggi daripada level 1 karena menuntut anak untuk mampu mengaplikasikan ilmu. Jikalau mengacu pada taksonomi Bloom, soal level 2 meliputi soal C3 (mengaplikasikan).

Level 3

Tingkat kemampuan yang dibutuhkan untul soal pada level 3 ini paling tinggi di antara dua level sebelumnya karena menuntut anak untuk bisa menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Jikalau mengacu pada taksonomi Bloom, soal level 3 ini meliputi soal C4 (menganalisis), C5 (mengevaluasi), dan C6 (mencipta).

Pembelajaran pada ranah kognitif mengacu pada tingkat kecerdasan seorang anak, misalnya pengetahuan dan keterampilan berpikir. Untuk mengukur tingkat kecerdasan seorang anak di lingkungan sekolah, biasanya dilakukan tes. Taksonomi Bloom mengkatergorikan pertanyaan berdasarkan aspek kognitifnya. Menurut Benjamin Bloom, pertanyaan domain kognitif memiliki enam aspek:

1. Pengetahuan (C1)

2. Pemahaman (C2)

3. Aplikasi (C3)

4. Analisis (C4)

5. Evaluasi (C5)

6. Mencipta (C6)

Ringkasnya, ranah dan aspek kognitif dalam pembelajaran mengacu pada substansi pokok dalam materi pembelajaran beserta soal-soal yang dikembangkan dari materi tersebut.

Ranah kognitif mengacu pada aspek-aspek kecerdasan yang terkait dengan pengetahuan, pemahaman, pemecahan masalah, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Sementara itu, aspek kognitif berkaitan dengan kemampuan kognitif siswa dalam memproses, menginterprestasikan, dan mengaplikasikan informasi yang diberikan dalam pembelajaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun