Mohon tunggu...
Muhammad Meiza Fachri
Muhammad Meiza Fachri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional

Hit Harder

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hipokritas pada CAATSA: Quo Vadis Dualitas Alutsista Indonesia

18 April 2022   05:50 Diperbarui: 25 April 2022   19:28 1544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi CAATSA yang kerap kali menghadang transaksi alutsista dari Rusia. Sumber : newindianexpress.com

Dengan melakukan komparasi pada kedua kasus tersebut, dapat terlihat, bahwa alasan utama yang melandasi hipokritas Amerika Serikat adalah faktor kepentingan nasional AS yang membutuhkan partnership penuh potensi dengan India. Potensi tersebut, selain bersifat ekonomis, seperti perdagangan dan pembelian senjata, dapat juga berupa potensi "teman" dalam menghadapi kontestasi dengan Tiongkok di kawasan Asia.  

Aksi ini dapat dikatakan sebuah tindakan "jilat ludah" dari pemerintah AS. Sebab, saat menyanksi Turki di tahun 2020, pemerintah AS melalui Kantor Sekretaris Negara secara jelas mengatakan tidak memberi toleransi terhadap pihak yang bertransaksi dengan sektor pertahanan Rusia.

''Today's action sends a clear signal that the United States will fully implement CAATSA Section 231 and will not tolerate significant transactions with Russia's defense and intelligence sectors.'' 

 (Aksi hari ini adalah sinyal jelas, bahwa Amerika Serikat akan secara penuh mengimplementasikan Section 231 CAATSA dan tidak akan memberi toleransi terhadap transaksi yang signifikan dengan sektor pertahanan dan intelijen Rusia)  

Melihat ketidakadilan pada penerapan sanksi CAATSA tersebut, muncul sebuah pertanyaan bagi kita selaku warga negara Indonesia, yakni :

"Apakah Indonesia dapat memiliki privilege yang sama seperti India ?"

Sama seperti India, Indonesia juga merupakan salah satu negara penting bagi Amerika Serikat. Sebagai negara dengan ukuran ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia tentunya memiliki berbagai kerja sama strategis dengan AS. Akan tetapi, berbeda dengan India yang memiliki ketergantungan militer terhadap lebih dari 70% terhadap alutsista dari Rusia. Indonesia, sama seperti Turki masih sangatlah bergantung kepada persenjataan dari blok Barat, termasuk Amerika Serikat.

Sehingga, pihak AS sendiri disinyalir memaklumi kondisi India. Seperti yang dikatakan oleh Mantan Duta Besar India untuk Korea Selatan, Vishnu Prakash kepada media TRT World:

''India has historically been sourcing some 70 percent of her defence imports from the USSR and Russia. Thus, we have a legacy defence relationship that has served us very well. Our American friends are aware of the ground realities.''

Serasi dengan alutsista milik India, alutsista Indonesia juga mengusung doktrin "Hybrid" atau berupa campuran dari berbagai industri pertahanan dunia. Sebagai contoh, Tank Leopard Indonesia adalah buatan Jerman, kapal Sigma-Class buatan Belanda, serta pesawat-pesawat tempur dari berbagai blok, yakni dari blok produk Rusia, seperti sejumlah Sukhoi Su-27 dan Su-30, Hawk dan Dassault Rafale dari Eropa (Inggris dan Prancis), serta F-16 dari Amerika Serikat.

Akan tetapi, produk-produk Rusia bukanlah mayoritas produk pertahanan Indonesia yang didominasi produk Barat, terutama AS. Dengan demikian, alasan "pemakluman" seperti AS terapkan dengan India tidak dapat diimplementasikan kepada Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun