Duk ... duk ... duk ... tiba-tiba terdengar suara orang sedang memukul-mukul. Suara itu samar-samar terdengar, kemudian makin jelas terdengar tepat di telingaku. Aku tersentak kaget, ku tatap pria yang ada di hadapanku. Ia masih tersenyum. Duk ... duk ... duk ... suara itu makin terdengar jelas dan memekakan telingaku.
" Eugene ... Eugene ... " senyum pria itu memudar, wajahnya ikut memudar, aku berteriak panik, mencoba meraih tangannya, tapi ia menjauh.
" Eugene !!! " terdengar suara lebih keras, aku tersentak kaget. Aku mengerjap-ngerjapkan mataku, aku menebarkan pandangan ku ke segala arah.
" Kamu berhalusinasi lagi ya ? " ucap suara itu terdengar kesal.
" Hah ? " sahutku bingung, di depanku sudah berdiri seorang perempuan berseragam pramuka.
" Bisa-bisa nya kamu halu di pelajaran matematika, untuk Mr. Steven tidak sadar dengan tingkahmu ! Sudah, ayo kita pulang ! " ucapnya sambil memukul-mukul tongkat kayu untuk kegiatan pramukanya, di lantai.
" Jadi, tadi cuman halusinasi aku saja ya ? " ucapku masih dengan bingung, dan sedikit kecewa.
" Jadi, apa kamu sudah tahu siapa nama pria itu ? " gadis itu tidak menggubris pertanyaanku. Ia memang sudah paham dengan tingkahku selama ini.
" Ryu ... " jawabku, masih dengan perasaan kecewa aku beranjak dari bangku kelasku. Kami berjalan meninggalkan kelas. Gadis yang menjadi sahabatku semenjak kami masih di bangku taman kanak-kanak itu, merangkulku sambil tetap memukul-mukul tongkat kayunya di lantai.
" Sudah, tidak apa. Nanti pasti kalian bertemu lagi. Yang paling penting sekarang adalah, segera tuangkan imajinasimu ke dalam tulisan, lalu kirim cerpenmu ke majalah. Ok ? " ucapnya menyemangatiku. Aku mengangguk, mencoba tersenyum. Kami berjalan menuju gerbang sekolah. Siang ini, udara terasa lebih sejuk.
                                                                    Sekian.