"Apa acara Tiis ini hari ?" tanya Abah.
"Menulis dan mengirim tulisan ke redaksi majalah remaja yang dipimpin si Boy Rangkong --- mengirim via internet Bah. "
"Jadi tidak ke luar rumah ?"
"Setelah itu, Tiis dan kawan-kawan akan mengunjungi Pameran Buku, Abah "
"Okay !"
Tinggal-lah Abah dan umi berbincang tentang pergaulan anaknya, pemuda bertattoo --- dan kegiatan remaja di bidang dakwah. Terdengar adzan Zuhur --- Kyai berangkat ke Mesjid Al ‘Arif di halaman pesantren. Tergambar pemuda dengan pakaian muslim --- gondrong, sebenarnya gagah pemuda itu --- di benaknya tergambar tattoo burung Rangkong, Orang Melayu di Sumatra dan Kalimantan menyebutnya Burung Enggang --- di Jawa disebut burung Rangkong. Kyai memandang ke puncak Menara Mesjid ...........orang Jawa menyebut burung rangkong, di mana burung rangkong Jawa --- mengapa tinggal nama ?
Hati Kyai Ramli masgul --- bukan hanya masalah pergaulan remaja masa kini --- di mana salah satu anaknya, anak bungsunya berada --- tetapi mengapa terlalu banyak kekayaan alam di Jawa dan di Indonesia --- lenyap. Tanpa kesedihan yang mendalam di hati penduduknya.
Mengapa budaya kita begitu lemah, lembek, tak mempunyai karakter. Kyai berlinang air mata --- tergambar di pelupuk matanya, burung enggang yang terbang melintas di pantai Pulau Bengkalis --- menuju ke pulau kecil di seberangnya. Masih adakah ? Apakah anak dan cucu si Amethys bisa melihat burung liar alamiah seperti yang dialaminya dulu. Airmata Kyai berlinang. Terharu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H