Siang, sang informan mengabarkan bahwa, setelah habis kuliah subuh, terlihat Tiis bertemu dengan pemuda gondrong di bawah pohon palm di taman pesantren. Pertemuan sebentar saja, kemudian dengan berboncengan pemuda itu meninggalkan mesjid. Abah dan umi bersikap status quo, abstain.
Minggu berikutkan, kyai melihat ada dua tiga motor, pemuda berboncengan mengikuti sholat berjemaah di mesjid --- diantaranya si pemuda gondrong --- pemuda-pemuda itu rata-rata gondrong --- pemuda spesifik itu memakai celana jeans dengan baju koko putih.
Seperti biasa kyai memberi ceramah --- tetapi kali ini matanya mencoba mencari di mana duduknya kelompok pemuda tadi ---- O, mereka di tengah saf mesjid ............dan mereka mencatat isi ceramah. Mereka pemuda yang aktif !
Kyai mencoba memperhatikan tiap hadirin yang menyalaminya. Tiba rombongan pemuda-pemuda itu --- kyai ingin mengawasi sikap dan wajah para pemuda itu. Bagus ( mana si Boy Rangkong ?)
Boy Rangkong telah mencium tangan kyai --- entah telah berada kalinya. Saat itu Kyai kecewa !
Satu per satu para santri, hadirin tua muda --- banyak mencium tangan kyai. Hati kyai sedang bergolak. Walaupun kumandang salawat tetap terucap dan terdengar.
Kyai dan umi berunding sambil sarapan pagi --- kyai kecewa. Kyai Ramli mengutarakan kekecewaannya.
"Mi, tangan anak itu ber-tattoo mi --- entah gambar apa di antara jempol dan jari telunjuknya" tampak kyai sangat kecewa dari raut wajahnya. Ibu Tiis memandang wajah suaminya..
"Itu anak berandalan mi --- panggil si Tiis, umi bicarakan dengan si Tiis ".
"Is, abah senang, kawanmu itu mengikuti kuliah subuh di sini --- dan ia juga telah membawa rombongan. Tetapi janganlah bergaul lebih jauh dengannya --- kawan biasa saja ya. Abah dan umi tidak mau pelajaran Tiis terganggu. UAN harus dimenangkan sekali jalan ya. " Abah memalingkan wajahnya ke umi.
"Is, abah melihat si Boy itu mempunyai tattoo di punggung tapak tangannya. Iis tahu nak ?"