Mengapa sepatu Tasik tidak dibeli orang Indonesia ?
Semua tukang sol sepatu bercerita sekarang jarang menemukan sepatu Bogor atau Tasik yang rusak untuk diperbaiki.
Dedek kuatir isteri dan anaknya akan mengalami busung lapar kemudian jadi berita di tivi. Ia akan malu sebagai suami dan ayah.
Dulu berita kurang makan di tivi --- tidak diacuhkannya, memang begitu orang Indonesia, sejak Menteri sampai rakyat biasa. Berita orang lapar, anak-anak kurang makan. Dianggap, hanya salah budaya saja. Kurang gizi karena makan tidak teratur. Apa yang mau dimakan ?
Sekarang gambaran di tivi itu kembali menari-nari di pelupuk matanya --- ia menangis, matanya menjadi kabur. Pandangan-nya kabur. Hari hujan lagi --- ia hanya makan dua kali sehari, hanya mi instant atau nasi murah di warteg. Ia takut anak istrinya busung lapar.
Hidup Dedek dirasakannya berubah, ia tidak bisa kalau malam berunding lagi dengan istrinya, tidak bisa bermain-main dengan anak-anaknya. Ia terkapar di atas lantai beralaskan karton dan sarungnya.
Di sana bergelimpangan teman-teman sekampung, yang sekarang menjadi tukang sol sepatu di Jakarta.
Mengapa hidup kami harus berubah ?
Kemana kebahagiaan yang kemarin-kemarin ?
Mereka biasanya hanya mandi sekedarnya di kali buteg, hitam dan amis. Dedek merindukan air segar yang mengalir di kali desanya.
Bahkan seperti air keruh di sawah dan kolam mereka, tidak bisa lagi ditemukan di Jakarta. Air yang dianggap bersih harus dibeli dan dibayar di Jakarta.