Mohon tunggu...
Mulyadi
Mulyadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis / Mahasiswa

Saya merupakan seorang pemuda yang tergerak hatinya untuk turut memikirkan kemajuan bangsa, khususnya dibidang pendidikan. Salah satu cara yang saya lakukan sebagai upaya tersebut adalah dengan menanamkan prinsip rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara. Bentuk upaya kecil dari rela berkorban itu salah satunya ialah terus belajar, mengasah kemampuan diri dan memperdalam bidang ilmu yang menjadi minat saya. Ya, dunia sastra adalah minat yang sejak kecil sudah tertanam dalam diri saya Lewat dunia sastra saya dapat bercerita tentang bagaimana saya menjalani kehidupan dan dapat menjadi refleksi bagi orang lain yang membaca kisahnya. Menumbuhkan kecintaan terhadap dunia sastra adalah bentuk rasa cinta terhadap bahasa Indonesia. Bahasa yang menyatukan segala unsur yang ada di bumi Nusantara.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Sebait Sajak yang Kandas di Penghujung Napas

11 Mei 2023   22:10 Diperbarui: 11 Mei 2023   22:17 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kusibak lembaran kisah

dari album usang nan basah
album biru

yang kini berwarna kelabu

mengusam bersama redupnya harapku

digulung debu juga deru
oleh sang waktu
kurangkai satu demi satu

serpihan bait-bait rindu

menjadi sajak haru
dalam dekapan nestapa nan pilu

Barangkali itulah sajak yang dapat melukiskan keadaan diriku saat ini. Dua tahun kuhabiskan waktu untuk menjalani kehidupan baru bersama lelaki pilihanku itu, juga seorang anak yang kini terlahir sebagai malaikat kecil dalam rumah tanggaku. Tetapi, tak pernah kurasakan indahnya cinta seperti yang dikatakan orang-orang di luar sana. Kau benar, dia tak tulus mencintaiku dan dia bukanlah lelakiyang setia. Dia adalah lelaki kelinci yang hanya ingin menghisap habis wangi melatiku. Dan sebuah kehidupan yang kini menangis bersamaku, bayiku, juga tak mampu meluluhkan hati lelaki itu.


Diluar petir berdenyar-denyar, menyambar pepohonan dan daun-daun yang gugur terkapar. Hujan turun bagaikan ratusan anak panah, menyirami bunga-bunga ditaman dan jiwa setiap insan yang tengah bergairah. Aku berlari ke arah hujan yang tumpah paling deras, menyatukan tangisku dengan rinainya nan paripurna, seraya menyembunyikan tangis yang bisu dijalanan kota yang beku.

 Hujan yang selalu menghempas kembali ingatanku tentang dirimu. Tentang kesetiaan yang pernah kusia-siakan dan tak akan lagi kudapatkan.


Aku terus berlari menerabas hujan
Meluruhkan segala rindu bergelayut di pelupuk netra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun