Mohon tunggu...
Mutiara Amelia Sabrina
Mutiara Amelia Sabrina Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pelajar

Ikhtiar adalah jalan ninjaku

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Novel | Reason

21 Januari 2020   20:38 Diperbarui: 24 Januari 2020   18:19 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sinilah ia berada, dengan seragam putih abu abunya yang mengambarkan bagaimana suasana hatinya sekarang. Layaknya Alice yang terjatuh dalam lubang kelinci dan dikelilingi pintu pintu yang membuatnya bingung harus memilih yang mana. Sama seperti Yuky yang tengah kebingungan mencari pintu kelasnya. Hari pertama masuk SMA tidak begitu menyenagkan untuknya, dihari pertama ini gadis berambut pendek itu harus terlambat masuk kelas hanya karena kebingungan mencari kelas.

Gadis itu pergi melewati lapangan sekolah yang dikelilingi daun yang berguguran. Dengan hembusan angin yang begitu kencang membuat daun daun berhamburan di atas rambut Yuky. Ia menutup matanya karena angin bertiup begitu kencang. Dalam sesaat ia merasakan keseimbangan tubuhnya goyah karena tersenggol oleh seseorang, membuatnya terjatuh.

"Maaf.. maaf.."

Yuky kembali membuka matanya,silaunya matahari membuatnya tak jelas memperhatikan seseorang yang meminta maaf dijadapannya, orang itu berlalu begitu saja.

Sesuatu yang berkilauan terlihat dekat kakinya. Yuky mengambilnya dan memperhatikan dengan jeli apa benda itu. ternyata gantungan kunci berbentuk jam pasir. Saat itu tiba tiba sesorang menjulurkan tanganya pada Yuky.

"Mau gue bantuin? "

Laki laki tidak asing dengan setelan seragam yang acak acakan dan kemeja sekolah tanpa dikancingi, gaya khas laki laki berandalan seperti dia. Ya, seperti itulah penilaian Yuky.

"Gue gak perlu bantuan."

Yuky mengatakanya sebelum benar benar memperhatikan siapa lelaki itu. Matanya seakan akan copot saat melihat sesosok lelaki yang tidak dinginkanya berada di sini kembali satu sekolah denganya setelah dulu satu sekolah saat SMP.

"Ngapain lo di sini , jangan bilang kita satu sekolah lagi!"
Kunto namanya, laki laki paling menyebalkan bagi Yuky sejak SMP .

"Yup! Kita satu sekolah dan sekelas lagi, lo pasti bingungkan nyariin kelas,kan? sini gue anterin."

Dengan santainya Kunto merangkul Yuky dan memaksanya berjalan memasyki kelas yang ternyata setidaknya hanya sepuluh langkah dari lapangan . Mau bagaimana pun, Yuky memang tengah bingung mencari kelas.

Saat sampai di kelas, guru berkumis lele dengan rambut botak di tengah dan perut yang buncit. Guru matematika memang selalu khas dengan rambut botak di tengah,mungkin kebanyakan mikir, gumam Yuky. Untunglah hari ini hari pertama sekolah guru masih memberikan toleransi dari keterlambatan Yuky.

Ada satu hal yang baru Yuky sadari. Pandangan matanya berputar memperhatikan kelas, rasanya ia benar benar jatuh masuk ke dalam 'Wonderland'. Sekelilingnya dipenuhi orang orang yang 'unik'. Ada yang berkawat gigi dengan tinggi seperti tiang listrik, ada yang mempunyai masalah dengan kaki seperti terkena penyakit cacar, ada juga laki laki bertampang 'feminim' ,dan banyak lagi.

Baiklah, sudah Yuky tetapkan, ini memang kelas tipenya. Rasanya orang orang di sini seperti berasal dari dunia fantasi. Yuky memang menyukai dunia fantasi, seperti dunia sihir di Harry Potter, atau Wonderland seperti di Alice In Wonderland, dan juga Neverland tempat tinggal Peterpan. Memang cukup keanakan untuk anak SMA, tapi begitulah Yuky.

Pelajaran matematika selesai dan ada waktu untuk bersantai sebelum guru mata pelajaran lainya datang. Ia kembali memperhatikan sekelilingnya,perhatiannya berhenti pada laki laki yang duduk di ujung kelas dan masih memakai seragam SMP.kepalanya ditutupi topi SMP dengan posisi duduk bersandar menyamping ke ujung dinding. Terlihat sekali dia tipe lelaki pemalas, atau mungki malu karena salah kostum. Semakin diperhatikan Yuky semakin penasaran, sebelumnya ia tidak pernah seperti ini kepada laki laki. Sampai seseorang tiba tiba menyapanya dari belakang.

"Hai.. lo Yuky,kan?"

Dengan sedikit terkejut Yuky menengok ke arahnya. Yang ia lihat, gadis manis dengan rambut terurai sebahu, berkulit putih , warna matanya coklat muda. Dia sangat cantik hingga Yuky tidak berkedip.

"Ah.. i-iya, gue Yuky."

"Nama gue Valerie."

mereka berjabat tangan. Valerie memang cukup ramah untuk orang yang baru ia temui. Terlebih orang itu 'pantas' menurutnya untuk dikenal.

"Lo lagi liatin cowok di ujung situ, kan?"

"Oh... umm.. enggak kok, gak kayak yang lo pikirin, gue cuma aneh aja sama 'kostum' nya itu."

Bibirnya setengah tersenyum, seakan akan tahu ada apa dengan lelaki itu.

"Semua di sini emang aneh, termasuk anak itu. Namanya Mocca, Mendingan lo jangan deket deket sama dia, dia aneh dan 'misterius', gak ada yang menarik sama dia."

Yuky memiringkan kepalanya sedikit. Ia sebenarnya tidak setuju dengan Valerie, menurutnya ke- misteriusannyalah yang membuatnya semakin penasaran. Dan membuat dia semakin menarik.

"Oh.. umm.. ya, kayaknya emang harus agak jaga jarak." Bahkan Yuky tidak yakin dengan perkataannya.

"Well.. kalau lo ada perlu , gue bisa bantu kok."

Valerie kembali ke bangkunya yang dikerumuni oleh teman temannya. Sepertinya dia memang memiliki banyak teman yang 'terpandang'. Tampang teman temanya sama seperti Valerie, kebarat baratan. Apa mungkin dia ingin membuat geng di sekolah yang berisi teman temannya yang elite? Pikiran aneh kembali mengerumini otaknya. Kebiasaanya yang suka berhalusinasi membuatnya berfikir aneh aneh.

...

we heart it
we heart it
Trringgg...

Bel akhirnya berdering, waktu di sekolah akhirnya selesai. Hari yang melelahkan memang. Tapi tidak terlalu buruk. Langkah Yuky baru saja akan membawanya keluar dari kelas, lagi lagi Kunto mencegat Yuky, dan sialnya ia malah menengok ke arahnya.

"Apa? Gue capek, jangan bilang lo cuma iseng."

"Eits.. dengerin gue dulu dong, lo liat cowok yang masih pake baju SMP."
Lagi lagi laki laki itu, sepertinya dia bukan hanya misterius tapi juga mulai terkenal karena banyak yang penasaran.

"Ya, kenapa? Gue tau.. gue tau! Cowok aneh dan sering disebut 'misterius' itu kan?

"Dari tadi dia liatin lo terus,dia naksir kali sama lo."
Kunto berkata dengan santainya, tapi kesantaian itu tidak terlihat diwajah Yuky. Pipinya merah seperti tomat, sepertinya aliran darahnya berhenti di pipinya saking terkejutnya. Mata Yuky berkedip dengan cepat ,mulutnya terbuka,terlihat sekali dia salah tingkah.

"Enak aja lo, ah udalah gue mau balik.."

Yuky cepat cepat pergi. Entah kenapa rasanya suhu di luar sekolah naik. Benar juga, sekarang langit sedang cerah cerahnya, Yuky berusaha untuk menenangkan diri. Tunggu, apa ini? Kenapa berdetak begitu kencang? Sepertinya karena tadi berjalan cepat untuk pergi menghindari Kunto, ia kembali.menenangkan diri, tapi bagaimana pun ia tidak dapat menutupi rasa terkejutnya.

Di tengah perjalanan pulangnya. Tiba tiba rintikan hujan tirun.membasahi rambut Yuky. Ia bary menyadari ternyata langit tidak begitu cerah. Jadi mengapa suhu badanya naik? Ayolah.. aku tidak semudah itu untuk tersipu. Terlebih dengan perkataan Kunto yang asal asalan, Yuky mencoba untuk menenangkan diri.

Lalu lama kelamaan hujan menjadi lebih besar dan lebih besar lagi, hujan lebat tiba tiba datang disaat Yuky tidak membawa payung atau pun jaket. Ia melongok ke sana ke sini mencari tempat berteduh, tapi bahkan pohon pun tidak ada.

"Ah.. sial!! Mana gue gak bawa payung lagi.."

Semuanya terasa amburadul, setelah salah tingkah karena terkejut soal apa yang dikatakan Kunto. Kini ia lebih salah tingkah karena hujan.

Yuky menjadi tertegun saat sesosok lelaki mendekatinya dari jauh dengan payung hitam layaknya seseorang yang ingin ziarah ke makam-- seperti itulah pikir Yuky, sepertinya halusinasi gilanya kembali datang.

Ia fikir, mungkin lelaki itu hanya ingin lewat, tapi kenapa arahnya lurus menuju Yuky? , Yuky sedikit mundur kebelakang. Ia mengawasi gerak gerik laki laki itu dengan cermat. Dan dalam sesaat laki laki itu berada tepat di depan Yuky, dengan payung yang disodorkan tepat didepan hidungnya.

"Pegang ini, lo butuh payung, kan?"

Suara lelaki itu sangat datar. Entah sedang ingin membantu atau terpaksa membantu Yuky, yang jelas ia sangat tertegun.Yuky hanya bisa mematung dihadapan lelaki itu.

Lelaki itu memberikan ganggang payung itu secara paksa pada genggaman Yuky. Itu membuat Yuky menjadi lebih kebingungan lagi, apalagi lelaki itu eargi begitu saja dari hadapan Yuky.

"Heyy... lo siapa? Gue gak apa apa kok, ini payungnya.."

Sebelum lelaki itu dapat mendengar perkataan Yuky, ia telah pergi dan bayangannya sudah tertutupi oleh hujan yang semakin lebat. Setelah beberapa saat Yuky menyadari sesuatu, lelaki itu ,si misterius yang memakai seragam SMP, Mocca.

"Ya.. walaupun sedikit aneh, tampangnya boleh juga.. eh?" Ya ampun! Bahkan Yuky tidak menyadari dengan apa yang ia katakan.

Yuky mendongak memperhatikan langit langit payung . Jika di perhatikan lagi, payung ini bukan hanya sekedar berwarna hitam. Langit langit payungnya tersebar bintik bintik kecil berwarna putih seperti bintang. Bahkan membentuk rasi bintang. Yang di ujung sana rasi bintang Yuky, pisces. Dan di sana scorpio. Yuky terbuai, keasyikan memperhatikan rasi bintang itu, apalagi dihiasi rintikan hujan. Membuatnya menjadi lebih dramatis.

Tapi itu tidak bertahan lama, sebelum hal menyebalkan menimpa Yuky kembali.

Byyurrrr..
Mobil melewat dan membuat Beceknya tanah menyembur setengah badan Yuky hinga tidak hanya basah kuyuk dan ditambah lupur yang menjijikan. Taksi itu dengan santainya pergi begitu saja.

Ini membuat penilaian Yuky untuk hari ini yang awalnya 'tidak buruk' menjadi 'sangat buru'. Tapi entah mengapa rasa bahagia menganjal saat melihat gantungan kunci jam pasir itu dan payung rasi bintang, ada sesuatu yang menyangkut pautkan keduanya, entah apa
itu .

Tanganya merasakan detak jantung yang malah semakin tidak beraturan. Ia menelan ludah, bertanya tanya apa yang tengah ia rasakan. Yuky harap itu bukan cinta bodoh,cinta tak berguna yang dulu ia rasakan.

***

Gadis berambut panjang basah kuyuk terguyur hujan. Kulit putihnya menjadi sangat pucat karena dinginnya hujan. Matanya memperhatikan lelaki di seberangnya, dengan mata yang mengambarkan kekecewaan. Ia melihat lelaki itu pergi begitu saja setelah memberikan payungnya kepada gadis lain. Payung yang telah ia tunggu tunggu kini digenggaman gadis lain. Mobil mewah berhenti didepannya.

"Valerine, cepat masuk mobil,badan kamu basah kuyuk begitu"
Bahkan ibunya tidak dapat membedakan air mata dan air bukan yang tercampur mengalir diwajahnya.

Valerie masuk kedalam mobilnya. Tapi sialnya mobil itu dibiarkan berhenti didepan lelaki yang tidak mau ia temui lagi.

"Mocca! Kamu kehujanan begitu,ayuk masuk mobil.."
Dengan manisnya ibu Valerie menawarkan tumpanganya itu kepada Mocca yang betsikap acuh kepada anaknya. Valerie mencoba untuk.memalingkan wajahnya. Ia bahkan menggit bibir menahan diri untuk tidak melirik Mocca.

"Gak apa apa tante, lagian bentar lagi juga taksi lewat.."

"Beneran, tante jadi gak enak ninggalin kamu.."

"Gak apa apa, Mocca cuma gak mau ngerepotin." Mata Mocca sedikit melirik wajah Valerie yang terlihat sekali kesalnya. Ia sudah menuganya, bukan hal yang aneh bagi Mocca.

"Ya udah deh, tante
duluan ya.."

"Iya tante.."

Mobil itu pergi dari hadapan Mocca. Tanpa disadari, satu tetesan air mata terjatuh ke pipi Valerie. Rasa sakit hatinya memang sulit untuk ditahan akhir akhir ini. Mungkin karena gadis itu, Yuky. Gadis yang selalu menghalangi pandangan Mocca untuknya.

...

Malamnya di rumah Yuky..

Baru saja kepalanya dibaringkan dibantal. Tapi ia kembali terbangun. Ada sesuatu yang menjanggal dalam pikirannya. Tentang masa lalu, entah harus disebut masa lalu yang kelam atau konyol.

Yuky kembali membuka laci meja belajarnya. Bukannya untuk kembali mengulangi pelajaran ia malah membuka album kelulusan. Berisi semua foto teman temannya, termasuk lelaki berambut seperti bokong itik. Itu foto saat mereka masih kelas 1 SD, saat pertama kali Yuky merasakan jantungnya berdetak begitu kencang. Saat satu satunya gadis mencintai si 'bokong itik' itu. Namanya Hugo, yang disebut sebut 'first love' oleh Yuky.

Entah bagaimana kabarnya sekarang. Jika orang mengatakan bahwa cinta tidak harus memiliki, itu memang benar. Bahkan Yuky tidak pernah berandai andai memiliki lelaki itu. Hanya saja hampa rasanya saat dia tidak membalas cinta. Layaknya bertepuk sebelah tangan, hampa tak bersuara.

Yuky kembali melirik payung rasi bintang yang diberikan lelaki misterius itu. Payung itu kembali dikembangkan dibawah remang remang cahaya lampu kamarnya.

"Jika memang benar, apa itu baik? Bahkan sekarang aku masih memikirkanya.."

Suara hati Yuky yang selama ini menganggunya. Yuky pikir ada jangkrik yang meyelinap masuk ke dalam telinganya bagaikan Pinochio.

Seperti apa lelaki misterius itu? Jika dia bisa menyapu habis sisa cinta Yuky pada Hugo, mungkin ia bisa pertimbangkan lagi tentang...

Ahh.. tidak! tidak! Mungkin aku percaya Mocca menyukaiku? Bahkan kami baru bertemu 5 detik hari ini.
Lagi lagi ia bergumam tanpa ia sadari. Tiba tiba kenangan itu kembali mencuri pikiranya. Tentang bagaimana ia pertama melihat Hugo memainkan gitar di bawah tangga sekolah. Atau saat mereka saling berpandangan saat membuka jendela kamar masing masing. Rumah mereka berhadapan, membuat Yuky sering berpapasan dengan Hugo. Tapi untuk betegur sapa pun mereka tidak pernah. Mengingatkan Yuky kenyataan tidak ada hubungan apa pun antara mereka sama sekali.

Petir yang tiba tiba menyambar memecahkan pikiran Yuky.

"Jika banyak gadis yang menyukai hujan, aku lebih menyukai petir. Karena hanya petir yang dapat menyadarkanku bahwa cinta itu hanya ilusi."

Yuky memandang keluar jendela yang tengah hujan. Sekaligus memerhatikan rumah seberang yang dulu selalu terdengar suara gitar, kini hanyalah rumah kosong tak berpenghuni.

...

Ratusan buku buku diantara Yuky tertata begitu rapih. Bahkan tidak ada celah sedikit pun untuk mengintip. Rak rak buku yang begitu tinggi membuat Yuky kesulitan mengambil buku yang berada tepat dipaling atas rak buku. Yuky berloncat loncat berusaha menggapai buku itu.

Tapi tiba tiba rak buku itu sedikit bergetar. Entah hanya perasaan Yuky,atau khayalan gila itu kembali mengganggunya. Buku setebal lima sentimeter itu juga terlihat bergetar, Yuky mengawasi dirinya,ia melangkah mundur sedikit. Khawatir buku buku itu jatuh dan menimpanya. Tapi ternyata tidak lama kemudian,buku itu terjatuh tepat digenggaman Yuky.

Sepertinya ada seseorang yang sengaja menjatuhkan buku itu. Buku berjudul 'How Long I Wait You?' itu jatuh tepat saat Yuky menginginkannya. Yuky berjalan ke sisi lain rak buku itu,mencoba memeriksa siapa yang menjatuhkan buku itu. Tapi belum sempat Yuky dapat melihatnya seseorang telah memanggilnya,

"Ky, lo juga suka buku itu?"
Yuky terkejut dan dengan refleks menengok ke arah sumber suara itu. Ternyata si gadis blasteran ,Valerie.

"Oh.. umm,ya.. lo juga?"

"Banget! Buku itu.. bener bener sama kayak.. keadaan gue sekarang.."

"Maksudnya? lo gak kayak Thalia yang sakit terus nungguin cowok sampai dia meninggal, kan?" Yuky tudak mengertibapa maksud Valerie. Seperti itulah cerita dalam novel itu. Tidak mungkin Valerie seperti Thalia yang menunggu lelaki yangbia cintai hingga meninggal, mungkin seharusnya lelakilah yang menunggunya mati matian.

Valerie tertegun, bahkan sebenarnya ia tidak menyadari apa yang ia katakan tadi. "

Lalu siapa Mocca? Berhargakah dia untuk Yuky? Terlalu kasar jika memanggilnya pengecut. Ia memiliki alasan mengapa dia tidak mengatakan identitasnya. Mungkin tidak penting untuk memberi tahu Yuky siapa dirinya. Mocca bahkan tidak cukup berharga untuk diingat oleh Yuky. Jadi Mocca hanya bisa berdiri di belakang dan bersebuny setiap kali Yuky menengok ke arahnya.

.

Jam pelajaran terakhir hampir selesai. Tapi payung rasi bintang itu masih saja ia simpan di sisi bangkunya. Entah mengapa tapi begitu susah untuk memberikan payung itu kepada Mocca. Rasa canggung bahkan hanya saat meliriknya menghalangi Yuky untuk cepat mengembalikan payung itu.

Yuky bergidik terkejut saat mendengar bel berdering. Baru saja ia melirik jam tangannya tadi saat waktu masih tersisa 15 menit lagi. Lalu waktu seakan terjun begitu cepat dan tidak mengalir lagi. Ini saatnya Yuky memeberikan payungnya. Tapi tetap saja rasa canggung masih mengelilingi hatinya. 'Kenapa gue canggung? Dia suka sama gue, itu cuma gosip,kan? Iya ,kan?' .

Tinggal tiga langkah lagi Mocca keluar dari pintu kelas. Yuky setengah berlari menyusul Mocca. Tapi iatu tidak cukup untuk menyusul Mocca yang telah hilang dengan seketika. Yuky menengok ke sana ke sini. Terlihat setengah badanya yang hampir menghilang di balik dinding. Mocca pergi ke arah tangga. Yuky berlari menyusul Mocca , menaiki tangga demi tangga. Sampai akhirnya berada tepat di atas gedung.

Di atas sini angin bertiup begitu kencang.Yuky nelihat Mocca yang berdiri tepat di depan Valerie yang terlihat lesu dengan rambut panjangnya yang berkibar. Begitu mempesona jika Yuky lahat sekilas. Tapi Yuky kembali tertegun saat air mata Valerie mengalir ke pipinya. Lalu Mocca menghapus air mata Valerie dengan lembutnya.

Yuky tersenyum tipis. Tapi juga hatinya terasa teriris tipis.'seharusnya aku tidak melihatnya, seharusnya aku tidak mengikutinya hingga ke sini' pikir Yuky. Ia turun dari tangga, seketika kakinya lesu. Ia menyandar pada dinding tangga. Yuky tidak mengerti apa perasaan ini. Marah? Sedih? Atau kecewa? Intinya kini Yuky sedang bingung, bingung tentang bagai mana perasaannya.

***

Entah mengapa tapi kaki Yuky terasa sangat lemas. Ia menyandarkan diri ke dinding tangga. Tiba tiba darahnya berdesir, seakan menyadari sesuatu dalam hatinya. Senyuman tipis kembali tergambar di bibir Yuky. Tidak. Itu senyuman memaksa agar dirinya tetap tenang seakan tidak terjadi apa apa. Yuky memeriksa detak jantungnya,detaknya cukup beraturan. Tentu saja itu hanya gumaman dalam hatinya yang bertentangan dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Yuky mulai kembali berjalan turun tangga. Sangat pelan dan berhati hati, sepertinya terjadi sesuatu pada otaknya yang membuat Yuky sedikit berkunang kunang. Baru saja beberapa langkah ia berjalan. Seseorang memanggilnya dari belakang.

"Yuky?! Sejak kapan lo di sini?"
Valerie dengan mata masih berkaca kaca menghampiri Yuky dengan terburu buru.

"Gu--gue, eng--gak denger apa apa kok, cuma.. cuma.. salah fokus, eh.. maksudnya, aduh.. gimana ya?"

Valerie sontak menarik tangan Yuky. Berlari menuruni tangga. Bahkan Yuky tidak bisa berkata sepatah kata pun. Ia terkejut dan dengan spontan mengikuti langkah Valerie.

Di tengah perjalanan, Yuky melepaskan grnggaman tangan Valerie.
"Lo mau apa sih? Gue bakal pura pura gak liat apa apa kok.."

"Gak bisa,ky. Kita harus ngomong,tapi gak di sini."

Valerie kembali menarik tangan Yuky. Mau tidak mau Yuky mengikuti kemauan Valerie. Temannya itu terlihat gelisah. Pasti ada sesuatu yang ia sembunyikan. Apa mereka pacaran? Tentu saja,perlakuan Mocca pada Valerie itu lebih dari sekedar teman. Ya,begitulah fikir Yuky. Pertanyaan gila kembali mengerumuni fikiranya. Sepertinya jangkrik di kupingnya kembali berulah.

Apa ini? Kenapa rasanya aneh?

Untuk apa aku marah? Ya.. mungkin karena Valerie mengatakan aku harus menjauh dari Mocca,tapi dia sendiri menyukai Mocca.

Ah.. tidak tidak, bukan masalah jika mereka memang pacaran. Iya,kan?

Tapi kenapa Kunto mengatakan Mocca menyukaiku? Tunggu, mengapa aku dengan mudah percaya pada Kunto,konyol.

Ah.. sudahlah itu bukan urusanku..

***

we heart it
we heart it
Lelaki itu masih berdiri di atas gedung sekolah. Hembusan angin yang semakin kuat tidak mengganggu fikirannya. Jarinya yang masih tertinggal lembut pipi Valerie dan air mata yang masih tersisa di jarinya. Mocca berjalan mendekati pagar di atas gedung, ia memerhatikan matahari yang tidak lama lagi akan tenggelam. Masih berbekas ingatan saat Mocca dan Valerie berbicara.

Flash back on

Tepat saat langkah Mocca keluar dari kelas, saat itu pula Valerie berjalan keluar dan membisikan Mocca dengan sesaat.
"Di atas gedung sekolah, gue tunggu lo di sana.."
Lalu dengab santainya Valerie pergi mendahului Mocca ke atas gedung sekolah. Tanpa sempat Mocca untuk menyangkalnya.

Mereka berdua bertemu di atas gedung sekolah. Valerie berbalik dengan memperlihatkan senyum terpaksanya.
"Gak gue nyangka dia satu sekolah sama gue, bahkan satu kelas.. dan lo tau,gue gak pernah harapin itu.."

Mocca mengangguk, ia membenarkab perkataan Valerie.
"Gue juga, gue juga gak nyangka bisa satu kelas sama Yuky, setelah 10 tahun kita gak ketemu."

Senyum angkuhnya, Valerie tau apa yang sebenarnya terjadi.
"Tapi lo udah ngerencanain ini dari dulu,kan? Selama itu lo jadi penguntin, selama itu lo berharap untuk sekedar bisa lihat muka Yuky. Moc, gue harus gimana? Harus gue--"

Tanpa sempat Valerie meneruskan perkataanya, Mocca sudah menyengkalnya. Ia tahu apa yang akan dikatakan Valerie
"Rie, gue gak mau bahas ini lagi.."

"Harus gue tergila gila sama dunia fantasi Yuky? Atau punya harapan gila tentang 'Worm Hole'? Atau gue harus potong rambut kayak Yuky? Gue harus kayak gimana biar lo bisa ngelupain dia? Gue harus gimana biar lo bisa lirik gue?"

"Yuky dari dulu, dari kita masih 5 tahun, gue gak pernah bisa ngelupain dia, Val--"

"Moc, bahkan setelah kenangan itu, dia gak inget sama sekali sama lo.."

"Gue gak peduli.."

Entah sudah berapa kali Valerie mendengarkan ketidak pedulian Mocca pada perkataannya.
"Gue yang selama ini di belakang lo, nungguin lo, berharap lo bisa berbaik dan lirik gue.."

Tetesan air mata pertama Valerie yang Mocca lihat. Bahkan selama 10 tahun mereka berteman,dan selama itu pula Mocca mengetahui Valerie menyukainya, Mocca tidak pernah melihat Valerie menangis. Tidak sebelum ini terjadi.
"Gue capek nunggu lo, tapi lebih sakit untuk mengabaikan perasaan gue.."

Mocca mendekatkan diri. Memperhatikan Valerie dengan lembutnya. Bahkan Valerie tidak pernah melihat mimik muka Mocca semanis dan selembut itu. Tangannya menyelipkan rambut Valerie kebelang kupingnya. Valerie mengejamkan mata, berharap sesuatu terjadi. Tapi Mocca hanya menghapus air matanya. Valerie kembali menatap Mocca.
"Lo juga punya tempat dihati gue yang gak bisa diisi sama
siapa pun.."

Valerie tertawa terpaksa. Entah sudah berapa kali Mocca mengatakan itu kepada Valerie.
"Tapi tempat itu gak spesial kayak tempat Yuky dihati lo ,kan?"

Valerie berpaling berlari dari hadapan Mocca. Ia tidak bisa menahan sesaknya hati saat Mocca menatapnya bukan karena cinta, tapi hanya rasa ibanya saja. Ia berlari menuruni tangga dan Mocca hanya terpaku diam.

Flash back off

Mocca kembali mengejamkan mata tepa saat matahari tenggelam. Ia kembali mengontrol perasaanya. Entah perasaan apa yang ia berikan kepada Valerie. Bahkan hatinya masih bingung siapa yang ia cintai. Memang sempat Mocca ingin menerima cinta Valerie saja,dari pada menantikan Yuky. Tapi saat itu dipaksakan, rasanya sakit.

Mocca sadar. Saat ia memilih salah satu dari keduanya, ia juga menyakiti yang satunya lagi. Hal yang paling membingungkan adalah memilih, hal yang paling menyebalkan adalah menunggu, dan hal yang paling menyakitkan adalah memaksakan.

***

Valerie memberikan Yuky satu cup kopi . Valerie membawa Yuky ke kedai kopi dekat sekolah. Ekspresi Valerie tidak biasa, tentu saja setelah ia menangis dihadapan Mocca. Terasa lebih canggung saat berhadapan dengan Valerie,Yuky menjadi salah tingkah.
"Maaf,Ky.."

Perkataan Valerie membuat Yuky sedikit terkejut. Ia fikir mungkin Valerie akan marah karena Yuky menguping.

"Maaf ? "

Valerie setengah menunduk,sepertinya Valerie merasa lebih canggung. "Maaf karena gue udah bohong. Gue minta lo buat menghindar dari Mocca,padahal gue.. gu--gue.."

"Lo suka sama Mocca? Rie, gue gak apa apa kok, lagian gue gak ada hubungannya sama Mocca."

Valerie menatap langit, menghela nafas, seperti ada sesuatu yang mengikatnya lalu lepas begitu saja. "Fuhh.. gue kira lo bakal marah gara gara gue bohong kalau lo harus ngejauhin Mocca karna dia aneh dan 'misterius', padahal gue.."

Valerie menengok kembali menatap Yuky dengan tatapan serius,berusaha meyakinkan Yuky tentang suatu hal, ia melanjutkan perkataannya, "Padahal gue suka sama Mocca,sejak lama.."

Seketika Yuky terkejut, sebenarnya ia sudah menduga perkataan Valerie. Cup kopi ditanganya jatuh begitu saja tanpa sempat ia teguk. Darahnya berdesir, sepertonya sel sel otak Yuky berantakan. Tatapan Valerie seakan ingin mengatakan 'Mocca punya gue! Dan lo gak berhak ngerebut dia!'

"Ky, lo gak apa apa? Mau gue beliin lagi kopinya?"

"Eng--gak usah, lagian gue udah telat pulang sekolah, gue pulang duluan ya.."

Yuky pergi begitu saja dari hadapan Valerie. Fikirannya masih berantakan, ada apa dengannya? Mengapa dia terkejut? Bahkan ada 100 pertanyaan yang berkumpul dalam otaknya. Valerie melirik sedikit ke arah Yuky, ia melihat payung bermotif rasi bintang yang dijinjing jinjing Yuky sedari tadi. Saat bayangan Yuky menghilang dari tatapan Valerie, ekspersi ramah yang tadi ia berikan kepada Yuky berubah dingin. Cup kopi Yuky yang terjatuh diinjaknya . Lalu ia pergi.

-

we heart it
we heart it
Yuky kembali ke rumahnya. Ia kini sedang menatap lurus ke arah rumah Hugo dari jendela kamarnya. Dulu saat Hugo belum pergi keluar kota, Yuky tidak pernah berani untuk sekedar melirik rumahnya,bahkan untuk bertegur sapa saat nertemu di jalan pun tidak pernah dilakukan keduanya. Hanya irama gitar Hugo yang terdengar keras hingga kamar Yuky. Kata Hugo, dia tidak pernah ingin bernyanyi. Tapi sialnya ia tergila gila oleh musik. Jadi,gitar adalah bahan pelampiasanya saat kesukaan musiknya timbul. Saat itu pula Yuky bernyanyi dengan suara kecil. Yuky pernah membayangkan ketika Hugo dan Yuky berdiri di panggung yang sama dan menyanyikan lagu yang mereka sukai.

Tapi sejak Hugo menyukai gadis populer di sekolah, dan mengetahui bahwa cintanya bertepuk sebelah tangan. Lagu 'Almost is Never Enough' menjadi lagu faforit yang ia mainkan dengan gitar. Lalu diam diam Yuky menyanyikan. Hugo dan Yuky mempunyai posisi yag sama, saat Yuky bertepuk sebelah tangan pada Hugo, Hugo bertepuk tangan pada gadis populer itu.

"Seandainya lo bisa sadar kalau gue yang selalu ngerti lo, seandainya lo sadar kalau cuma gue yang tulus cinta lo,akhirnnya gak akan kayak gini.."

Yuky berbicara sendiri, sebenarnya ia tidak sadar apa yang ia katakan. Saat ini ia berharap meteor jatuh membangunkannya dari nostalgia saat SMP.

Saat itu pula Mocca mendongkak menatap Yuky di kamarnya. Ia mendengar kata kata yang dilontarkan Yuky. Mocca mergumam,

"Dan seandainya lo tau, kalau gue orang yang selalu berada di belakang lo.. seandainya lo sadar, gue ngerti lo lebih dari pada diri lo sendiri."

***

Yuky membayangkan melihat Hugo duduk memainkan gitarnya. Dengan wajah yang lesu sama pada saat itu. Saat saat terakhir Yuky melihat Hugo memainkan gitar. Lalu tanpa disadarnya, Yuky menyanyikan lagu 'Almost is Never Enough' sambil membayangkan diiringi gitar Hugo.

"almost, almost is never enough"

"So close to being in love"

"If I would have known that you wanted
me"

"The way I wanted you"

"Maybe we wouldn't be two world apart"

"But right here in each others arms"

"Well we almost, we almost knew what
love was"

"But almost is never enough"

Saat itu pula Mocca medongkak memperhatikan Yuky yang bernyanyi. Entah sudah berapa lama Mocca tidak mendengar nyanyian Yuky. Biasanya,ketika mereka masih berumur 7 tahun, setiap senja, Mocca selalu mendengarkan Yuky bernyanyi di pelabuhan kecil.

Saat Yuky berhenti benyanyi, Mocca melanjutkan nyanyiannya dengan suara kecil pada bagian bait yang dinyanyikan Nathan Sykes.

"If I could change the world overnight"

"There'd be no such thing as goodbye"

"You'll be standing right where you were"

"And we'd get the chance we deserve"

"Try to deny it as much as you want"

"But in time our feelings will show"


Lalu keduanya bernyanyi tepat pada bait saat Ariana dan Nathan bernayi bersama.


"Cause sooner or later"

"We'll wonder why we gave up"

"The truth is everyone knows"

"Oh, oh baby, you know, you know baby"

"Almost, is never enough baby"

"You know..."

Nice duet, pikir Mocca. Mereka baru saja berduet ,tanpa Yuky sadari. Mocca kembali memperhatikan Yuky yang hampir tertidur dijendela. Mata sayunya hampir saja tertutup, tapi jahilnya Mocca berteriak memanggil Yuky hingga ia terkejut.

"Suara lo lumayan juga.."

Yuky menengok ke kanan dan kiri bahkan ke atas langit. Itu memang tindakan konyol. Hingga tatapan matanya terarah tepat di bawah rumahnya,dimana Mocca dan senyuman manisnya berada.

"Kenapa? Salah kalau gue puji lo? Jarang jarang lo dipuji sama cowok seganteng gue..."

Yujy sontak berlari masuk ke dalam kamarnya san locat ke atas kasur lalu menyelimuti tubuhnya dengan selimut. Seakan akan ia baru melihat vampir di siang bolong. Ya, seharusnya dia tidak perlu sampai terkejut jika vampir setampan Mocca.

'Masalahnya lo dateng saat gue terlihat konyol banget, mau disimpen dimana muka gue?!?' Yuky bergumam bahkan sampai mengacak acak rambutnya.

"Gue cuma mau nagih payung gue yang lo pinjem kok,bukan mau nagih utang.." kata Mocca sambil tertawa tawa kecil.

Yuky sejenak berfikir,benar juga,seharusnya tadi di sekolah ia mengembalikan payung rasi bintang itu. Yuku langsung turun dari kasur dan berkaca,sedikit membereskan rabunya yang acak acakan lalu turun dari lantai 2 ke lantai 1. Ia membuka pintu rumah dan mendapati Mocca yang sidah berdiri tegap dihadapan Yuky. Sebelah tangannya dimasukan keaaku celananya, sedikit membungkukan badanya, alisnya sesikit terangakat. Biasanya Yuky benci melihat gerak gerik lelaki seperti itu,tapi entah kenapa sekarang Yuky sedikit terkesima melihatnya.sedikit.

"Ini!"
Payung itu ia kembangkan dan menyodorkan ganggannya tepat didepan batang hidung Mocca. Sama seperti cara Mocca saat memberikan payung itu pada Yuky.

"Ini caranya lo terima kasih?"

Yuky menganggukan kepalanya. Rasanya ingin menyakukan wajah didepan Mocca.

Lalu Mocca secara tiba tiba menarik ganggang payung itu. Tidak. Tidak hanya itu, ia menariknya sekaligus menarik tangan Yuky. Hingga wajah merwka bertemu begitu dekat dibawah payung berasi bintang itu. Bahkan wajah mereka hanya dijaraki oleh batang hidung keduanya. Yuky tak berkutik sedikit pun. Secara tiba tiba hujan turun begitu deras. Semua menjadi berwarna putih, seakan akan hanya ada mereka berdua. Mocca berkata,
"Ky, kita pernah ketemu?"

Lalu Yuky mengangguk," ya, terakhir kali waktu di sekolah.."

Darrrr!!!

Mendengar itu, Mocca sontak melepaskan tangan Yuky. Tatapan meewka berakhir seketika tepat saat petir menyambar.

"Bukan itu maksud gue.."

"Lah? Gue salah apa? Kita emang pernah ketemu,dan terakhir kali ketemu di sekolah.."

"Ahh.. udahlah, lo gak akan ngerti. Gue cabut yakk.."

"Pergi aja sendiri, bukan gue yang minta lo kesini.."

Mereka berpisah. Setelah perpisahan mereka yang sekian kalinya. Ini adalah perpisahan yang konyol setelah kecanggungan yang telah terjadi. Satu sama lain saling menenangkan dirinya masing masing. Bahkan Yuky tidak mengerti ada apa dengan perasaannya.

we heart it
we heart it
...

Lagi lagi di perpustakaan. Seakan akan tidak ada lagi tempat yang lebih baik untuk sekedar mengasingkan diri dari orang lain, lebih tepatnya orang orang menyebalkan seperti Kunto.

Di ujung perpustakaan, setengah tubus seorang lelaki terlihat seperti sedang membaca sesuatu. Memang bukan hal menarik bagi Yuky, sebagian besar orang orang di sini tentu sesang membaca buku. Tapi sosol lelaki itu yang membuat Yuky tertarik. Mocca dengan gaya cool-nya,membaca buku.. tunggu, buka buku ensiklopedia atau pun novel bertemakan pembunuhan-- buku yang tadinya Yuky kira akan menjadi favorit untuk lelaki misterius seperti Mocca-- tapi ternyata hanya buku dongeng anak lima tahun , Alice in Wonderland. Yuky tertawa kecil sambil mengalihkan wajah ahar tidak ketahuan Mocca. Beberapa saat yuky kehilangan perhatiannya kepada Mocca, hingga saat wajahnya kembali menoleh kearah Mocca, sesosok lelaki misterius itu sudah hilang entah kemana.

Yuky mendekati rak buku yang ditempati Mocca tadi. Ia menengok ke sana ke sini , mencari cari lelaki itu. Tapi kepalanya berhenti menoleh saat melihat buku dongeng Alice in Wonderland diselipkan antara buku lainnya. Agak menonjol,dan disisi bukunya ditempelkan secarik kertas kecil bertuliskan " Ambil buku ini dan mulailah mengingat kembali."

Yuky mengambilnya,sebenarnya ia tidak begitu yakin buku itu untuknya. Tapi tidak masalah jika melihat sedikit isi dalam buku itu,iya,kan?

Yuky membuka lembar pertama, ada satu note yang tertulis disana 'jangan percaya tulisanku,semua bohong.."

Yuky tidak menghiraukan tulisan itu, siapa yang bisa membohongi anak SMA dengan buku dongen seperti ini? Dalam benak Yuky. Lembar demi lembar dilewati Yuky, ternyata isinya bukan hanya tentang dongeng semata, tapi tentang isi hati seseorang. Didalamnya pun banyak sekali kertas kecil yang tertulis kata kata menggelitik. Seperti menafsirkan setiap alur cerita Alice in Wonderland. Tapi secari kertas membuat Yuky tertegun adalah kertas berwarna biru muda yang tertuliskan..

" buku ini bukan dari Mocca.."

Jadi,karena pada halaman pertama tertulis bahwa semua yang tertulis di sini bohong, maka arti tulisan adalah " buku ini dari Mocca..".

Entah harus bagaimana, Yuky hanya bisa terdiam memandang buku itu. Jadi karna itu Mocca ninggalin buku ini, dia udah tau kalau gue dari merhatiin dia? Sial!

Yuky menutup buku itu. Ia kembali ke kelas. Tanpa ia sadari,buju itu dipinjamnya tanpa sepengetahuan pengawas perpustakaan. Untunglah itu memang bukan buku dari perpustakaan, jika tidak, Yuky mungkin sudah mendapat omelan panjang kali lebar kali tinggi oleh pengawas perpus yang terkenal ganasnya.

-

Yuky kembali membuka buku dongeng itu. Yuky duduk sendiri diantara deretan bangku bangku di kantin sekolah. Tepat pada halaman ketiga, selemabr kertas kecil kembali tertempel pada part saat Alice terjatuh masuk kedalam lubang kelinci. Kertas.kecil.itu bertuliskan :

"Saat Alice terjatuh, aku tidak merasa ikut terjatuh masuk kedalam dunia warasmu"

Jadi,karena semua yang tertuliskan dalam buku ini kebohongan,maksud kata kata itu adalah..

"Saat Alice terjatuh,aku
Ikut terjatuh kedalam dunia
Gilamu"

Lalu, 'kamu' dalam buku ini bermakudkan kepada siapa? Apa mungkin buku ini Mocca maksudkan untuk seseorang yang ia cintai. Tapi siapa? Mungkinkah Yuky. Tapi saat ini Yuky tidak ingin asal mengambil kesimpulan. Mungkin buku ini untuk Valerie, memang seharusnya ia mengembalikan buku ini ke tempat asalnya.

Saat Yuky beranjak pergi untuk mengembalikan buku dongeng itu. Tiba tiba hembusan angin menyerbu wajah Yuky,dan membukakan halaman selanjutnya dari buku itu. Pada part saat Alice beryemu dengan dua orang anak laki laki kembar memakai baju belang belang hiyam putih, bunga yang bisa berbicara, kelinci putih memakai jas, dan tikus yang tidak.lepas dari pedang kecilnya. Secarik kertas kecil itu bertuliskan :

"Bagaikan Alice yang bertemu dengan mahluk aneh di Wonderland. Matanya tertutup bagaikan keluar dari dunia fantasi."

Yuky kembali tertegun. Langkah yabg tadinya mantab ingin mengembalikan buku itu akhirnya terpaku diam saat akhirnya otaknya mengerti arti tulisan itu.

" Bagaikan Alice yang
bertemu dengan mahluk aneh
di Wonderland. Matanya
terbelalak bagaikan masu
Kedalam dunia fantasi."

Yuky mendekap buku itu. Ia yakin buku itu untuknya. Persis dengan arti tulisannya, itulah yang ia rasakan saat pertama kali memasuki kelas, 'bagaikan berada dalam dunia fantasi' .

Yuky berlali melewati lapangan basket sambil mendekap buku itu erat erat. Ada sesuatu yang menjanggal dalam hatinya. Sesuatu yang sebenarnya tidak berani ia akui. Tapi perasaan bahagia yang menyambar hatinya kini sulit digambarkan. Entahlah, perasaan senag saat kau mengetahui ada lelaki yang selama ini ternyata memperhatikanmu dari.jauh.

Sekatika hembusan angin kembali bertiup kencang. Daun daun pepohonan berjatuhan.meliputi Yuky yang kini hampir setengah perjalanan lagi menuju kelasnya. Matanya tertutup katena hembusan angin yang yang berhembus begitu kuat. Dalam beberapa detik matanya tertutup, tidak menyadari apa yang berdiri di depannya kini. Saat matanya kembali terbuka, sesosok lelaki misterius itu kini berdiri dihadapan Yuky sambil menyakukan lengannya kesaku celananya. Mocca, lelaki itu kini berdiri dihadapan Yuky.

Lalu lagi lagi angin kembali berhembus, dan buku di lengan Yuky itu dengan tak sengaja terbuka dan lebarannya berhenti saat part Alice bertemu dengan Cheshire cat , kucing yang bisa menghilang kapanpun ia mau. Secarik kertas kecil kembali tertempelkan pada gambar kicing itu, bertuliskan :

"Aku bukan Cheshire cat yang bisa menghilang kapan saja. Jika kau melihatnya, angapla ia. Jangan berpaling."

Arti kata kata adalah..

"Aku Cheshire cat yang
bisa hilang kapan saja. Jika
Kau melihatnya, abaikanlah.
Berpalinglah.."

Mengerti apa arti dari kalimat itu, Yuky menutup matanya. Lirikan yang tadinya tidak lepas dari wajah Mocca kini terlepas begitu saja. Ia berpaling dari hadapan Mocca. Mengganggpanya tak ada. Menganggapnya hanya hembusan angin belakak yang pergi begitu saja.

Begitu pula Mocca. Ia pergi tanpa melirik Yuky. Tidak menghiraukan bagaiman ekspresi Yuky saat melihat buku yang suda lama Mocca rangkai dengan kata kata manis penub kebohongan.

Ini konyol. Mereka pergi begitu saja tanpa kembali memperhatikan perasaan masing masing. Perasaan yang telah lama tersimpan hingga tak terasa.

we heart it
we heart it
***

Yuky sangat senang malam itu,ah.. entahlah. Memang membingungkan saat Mocca meminta Yuky untuk mengabaikanya, tapi ia memberikan buku itu seolah olah ia telah memperhatikan Yuky sejak lama. Banyak sekali kertas kertas kecil yang tertempel di dongen Alice in Wonderland, kata kata yang menggelitik hingga matanya tak henti kembali melirik kalimat kalimat itu.

Buktinya,sekarang bahkan saat ia sedang menggosok gigi,buku dongeng itu diletakan pada wastafel tempatnya menggosok gigi. Hingga busa berkumpul di mulut Yuky, ia masih tak henti membaca buku itu. Hingga suara adiknya Naomi memanggil manggil kakaknya dengan suara seperti sedang menahan sesuatu.

"Kak! Ce-cepetan! Aku.. hemmphh.. gak.. tahan lagi, aku mau.. pub!"

Seketika Yuky membuang busa yang sudah menggepul dalam mulutnya. Ah.. sial! Menjijikan sekali! , Yuky beregegas keluar dari kamar mandi.
"Hei! Cepat masuk! Jangan sampai.. dicelana! Jijik tau gak!"

"Kakak juga sih! Lama amat di kamar mandi.." keluh Naomi sambil bergegas masuk ke dalam kamar mandi.

Yuky membaringkan tubuhnya dikasut. Buku dongeng itu kembali ia baca. Kini tidak benar benar ia baca, hanya memperhatikan halaman demi halaman, sambil memikirkan hal yang selama ini menjanggal dalam fikirannya. Benarkah buku ini untuknya? Jika memang tidak, lalu kenapa saat Mocca berhadapan dengan Yuky ditengah lapangan tadi , ia tidak berkata apa pun, padahal jelas jelas ia melihat Yuky menggenggam buku dongeng itu. Baiklah, ini sudah bulat, buku ini memang untuk Yuky. Ya, walaupun masih ragu, tali setidaknya Mocca tidak menyanggah Yuky bahwa buku itu tidak untuknya.

Pada part saat Alice memakan kue yang bertuliskan 'eat me', lalu ia tumbuh besar dengan cepat. Secarik kertas kembali berkata :

"Alice tumbuh besar dan melupakan bagaiman ia
mengecil dan masuk melewati
pintu kecil. Seperti kamu yang mengecil dan mengingat semua yang terjadi saat membesar."

Sedikit membingungkan. Butuh setidaknya 75 detik untuk berfikir apa arti dari kalimat ini. Apa maksudnya dengan tumbuh besar? Mengecil? Apa hubungannya denganku? Seprti itulah gumaman dalam hati Yuky. Tapi akhirnya ia bisa menerjemahkanya.

" Alice tumbuh besar dan
melupakan bagaimana ia
mengecil dan masuk melewati
pintu kecil. Seperti kamu yang
tumbuh besar dan melupakan
semua saat kau kecil."

Yuky masih berfikir, apa maksud dari melupakan saat masih kecil? Maksudku, aku mengingat semua yang terjadi saat kecil. Yuky memang mengingat semua yang yerjadi saat ia kecil . Bagaimana saat pertama kali terjatuh dari sepedah, saat pertama kali meninju teman lelakinya, saat pertama kali terbawa ombak laut, dan saat pertama kali ia jatuh cinta kepada Hugo, tentu saja bagian itulah yang paming ia ingat. Tetapi satu hal yang Yuky tidak mengerti. Bukan mengingat hal apa yang terjadi denganya , tetapi apa yang terjadi dengan keduanya, atau mereka, atau tentang Yuky dan Mocca.

Yuky menggelengkan kepala. Ia tidak memikirkannya lagi , mungkin kalimat itu akan ia mengerti suatu hari saat otaknya naik satu tingkat lebih pintar. Halaman demi halaman Yuky buka. Tangannya berhenti begerak saat melihat Hater , badut berambut berwarna seperti jigana wortel,dan tidak lupa topi panjangnya. Salah satu tokoh favorit Yuky. Kertas kecil itu ditempelkan tepat pada wajah si Hater, seperti sengaja ingin mengalihkan perhatian Yuky pada wajah Hater. Kertas itu kembali berkata dengan kalimat tidak menipu.

"Aku,Cheshire cat mengantarkanmu
menemui Hater. pada
saat itu kau selalu memperhatikanku dan mengabaikan Hatter."

Kata kata menipu itu diterjemah Yuky dengan kata kata jujur. Jika diterjemahkan menjadi..

"Aku,Cheshire cat
mengantarkanmu menemui
Hater. pada saat itu kau
mengabaikanku dan
selalu memperhatikan si
Hatter."

Apa yang sebenarnya Yuky lupakan? Saat itu ia teringat kembali pada saat Mocca tiba tiba datang menemui Yuky. Ia mengembalikan payung rasi bintang itu kepada Mocca. Dan disaat tatapan mereka bertemu begitu dekat. Mocca saat itu juga menanyakan apakah mereka pernah bertemu. Tak ada satu pun kenangan antara mereka berdua yang berbekas pada otak Yuky. Tapi. Entah bagaiman Yuky bisa berfikir bahwa Mocca menarik saat orang orang menjauhinya karena 'ke-misteriusan' Mocca.

Yuky menggelengkan kepalanya. Tidak bergun amemikirkan Mocca. Toh Valerie lah yang memiliki hak menyukai Mocca, begitulah fikir Yuky. Padahal sampai sekarang ia masih penasaran dengan buku milik Mocca itu, bukankah tak ada bedanya, memikirkan dengan penasaran tentang Mocca?

Halaman demi halaman kembali ia gulir. Lagi lagi kalimat tak dimengerti Yuky kembali timbul.
Pada part Alice bertemu dengan Ratu Merah, dan ia diperintahkan mengecat bunga mawar putih dengan warna merah. Kalimat itu bertuliskan :

" kau mengecat bunga itu
dengan warna merah. Dengan
begitu, kau membuka hidupmu
dengan lukamu."

Jika di terjemahkan menjadi :

" kau mengecat bunga itu
dengan warna merah. Dengan
begitu, kau menutup hidupmu
dengan lukamu."

Sontak Yuky menutup buku itu dengan kasar. Melemparnya kebawah kasur, lalu mengacak acak rambutnya seperti orang gila.

"Arghh.. gue gak ngerti maksud lo apa?! Lagian kenapa sih gak ngomong langsung aja ke gue apa maksud lo.."

Saat Yuky tengah sibuk dengan omelannya. Tak ia sadari Naomi yang sudah selesai sengan urusannya di toilet menemukan buku dongeng itu tergeletak di lantai. Ia mengambilnya dan membuka buka buku itu dengan asal. Matanya kembali melirik wajah kakaknya yang sesang amburadul. Ekspersi yang biasa.ia.lihat ketika kakaknya itu sesang ada masalah dengan.. ' hatinya'.

Diam diam Naomi duduk disebelah kakaknya. Ia memberikan buku itu kepada kakaknya sambil berkata.

"Kakak itu konyol deh.. kalau suka, ya, suka. Gak usah membohongi diri sendiri.."

Yuky dengan refleks mengambil buku itu dengan cepat. Ia tidak menuadari bahwa adiknya telah membaca buku itu. Dan sialnya adiknya, Naomi tahu betul bagaimana isi hatu Yuky. Anak 14 tahun itu memang lebih mengeti.tentang 'cinta' ketimbang kakaknya yang bahkan tidak pernah mengerti perbedaan 'sayang' dengan 'cinta' .

"Anak kecil gak usah sok tau. Siapa yang suka sama siapa. Dan siapa juga yang ngizinin kamu baca buku ini."

Alis Naomi terangkat sebelah. Seakan sudah mengerti dengan bagaiman situasi hati kakaknya kini. Saat ini memang sama persis ketika Yuky menyukai Hugo dulu. Perasaan yang ia sembunyikan selau terlihat oleh Naomi. Perasaan sekecil apapun, bagaimana pun Yuky menyembunyikannya.

"Sekarang kakak pilih, masih mau nunggu barang lama atau beli yang baru. Masih mau jalan di tempat atau mau lari. Masih mau nunggu Kak Hugo, atau mulai sama Kak Mocca.."

Saat itu Yuky tak berkutik lagi. Ia hampir menyadari waktu berhenti perlahan. Ia hampir menyadari bagaimana perasaannya. Bahkan kelopak matanya tak berkedip. Matanya menatap Naomi namun yang ia lihat sekarang adalah kedua lelaki mengulurkan tanganyya kepada Yuky, Hugo dan Mocca.

Yuky kembali melirik kertas kecil yang bertuliskan kata kata yang ia tak mengerti, tertempelkan pada buku dongeng itu. Ia mengembilnya, dan melihat kata kata dibalik kertas itu.

"Tetaplah dikastil itu,
aku tidak akan
menjeputmu. Dan
pada saat itu pula waktu
tidak akan memihak pada kita"

Yuky berfikir sejenak. Mengejapkan mata. Dan saat itu pula ia menerjemahkan..

"Jadi, pergilah dari kastil itu, aku akan menjemputmu. Dan pada saat itu pula waktu akan memihak kepada kita berdua. Lo yang jemput gue kan, Mocca? Dan kita itu, gue sama lo kan, Mocca?"

Naomi tersenyum. Ia menyadari, bahwa ada sesuatu yang baru dalam perasaan kakaknya. Kakaknya mulai sadar, bagaimana itu 'cinta'.

-

Yuky berteduh pada pohon Wiping pillow dekat sekolah saat hujan deras. Ia merapihkan rambutnya yang sedikit terkena hujan. Karena saat itu ia tidak memakai jaket, suhu tubuhnya turun drastis. Padahal sebelumnya matahari siang bolong begitu terik. Yuky menggosok gosokan tanganya agar kembali hangat, tapi tak bisa dipungkiri,itu tidak membantu sama sekali. Tepat saat Yuky berfikir untuk kembali berjalan ke sekolah, seseorang menarik lengannya dari belakang, begitu erat hingga ia tak bisa melepaskan lenganya.

Yuky melirik kepada orang disebelahnya itu. Lelaki dengan rambut hampir acak acakan dengan santainya menggenggam tangan Yuky tanpa ber-eksperi. Lelaki yang membuat Yuky selalu mematung dihadapannya. Mocca..

Yuky berusaha melepaskan tangannya, namun Mocca menggenggamnya begitu erat.

"Diam, jangan liat gue dengan ekspresi itu. Anggap gue gak ada."

Yuky tetap menatapnya heran.
"Gimana gue bisa nganggap lo gak ada kalau lo sendiri terus megang tangan gue, lepas!"

"Jangan banyak komentar!..

..
...
..... cuma dengan ini gue bisa deket sama lo.."

Kata kata itu..
Kata kata terakhir yang terdengar seperti bisikan. Kata kata itu yang membuat Yuky seperti patung Liberty. Tidak bisa bergerak, terus menggenggam obor api.

Mocca perlahan menggosokan tangannya dengan tangan Yuky. Lalu menyakukannya kesaku jaketnya.

Sesaat Yuky merasa dunia gelap gulita. Hanya mereka berdua yang berada didalamnya. Begitu canggung, rasanya ia sedang menaiki balon udara. Yuky hampir menyadari bahwa jantungnya berjenti sesaat. Ia merasa kini bahkan bukan pipi yang merona, tapi seluruh tubuhnya diselimuti selai strawbery. Hanyya rintikan hujan yang terdengar.

Lalu Mocca mulai melirik dan mebalikan badanya menatap Yuky. Ia mengenggam kedua tangan Yuky. Saat itu kedua mata Yuky tak berkedip memperhatikan Mocca, bahkan ia tidak menyangka mampu menatap wajah Mocca. Lalu tangan yang bergetar itu perlahan Mocca tiup agar hangat.

"Tutup mata lo, udah gue bilang jangan liat gue.." perintah Mocca yang terdengar begitu lembut untuk dianggap 'perintah'.

Dan konyolnya Yuky menuruti perkataan Mocca.

Perasaan hangat bahkan menjalar hingga ke hatinya. Baru kali ini, selama 15 tahun Yuky merasakan kehangatan yang berbeda dari seorang lelaki selain ayahnya sendiri. Saat itu pula pikirannya melayang entah kemana.

Hanya mereka berdua yang ada di dunia ini.

Hanya mereka berdua yang ada di dunia ini. Pikir Yuky...

Hanya mereka berdua yang ada di dunia ini. Sebelum semuanya berubah saat..

Sebelum semuanya berubah saat..

Saat dengan tiba tiba tangan Yuky dilepaskan begitu saja oleh Mocca. Dilepaskan.tidak. Dibuang begitu saja layaknya bungkus biskuit yang ia buang ke tong sampah. Mocca mengabaikan Yuky begitu saja dan berbalik menghilang dihadan Yuky.Mocca pergi, ia pergi menghampiri gadis lain..

Ia menghampiri gadis lain!

Berlari begitu saja kehadap gadis itu, membuang Yuky jauh jauh dari hadapanya. Ia berlari, terus berlari tanpa menengok kebelakang. Ia berlari dan berhenti tepat dihadapan gadis itu. Dan sontak memeluknya erat. Begitu erat hingga gadis itu terlihat nyaman. Begitu nyaman hingga ia mengejapkan matanya. Terkulai lemas dipelukan Mocca.

Dan saat itu pula sebutir air mata jatuh pertama kali dipipi Yuky untuk Mocca.

Untuk seseorang yang membawanya terbang ke langit, dan menjatuhjanya ke tempat sampah..

***

Hanya dengan seperti ini Mocca bisa benar benar menatap wajah Yuky. Hanya dengan cara ini mereka berdua bisa bertemu. Hanya dengan mengabaikan mereka bisa seolah olah akrab. Dan hanya dengan cara ini, Valerie tidak harus menangis setiap melihat Mocca beraama Yuky.

Tangan Mocca tak bisa melepas tangan Yuky. Bahkan untuk sedetik pun, ia tidak mengizinkan tangan Yuky lepas dari tangannya. Begitu nyaman hingga dinginnya hujan tak terasa lagi. Tapi itu sebelum suara rintihan terdengar..

"Mocca.. Moc- cca..

To- long, please..."

Tanpa berfikir panjang , bahkan tanpa menghiraukan gadis yang ia genggam, Mocca melepaskan tangan Yuky begitu saja dan berlari kearah suara rintihan itu. Ia berlari meninggalkan Yuky yang tertegun diam. Lalu mendekap, mendekap gadis itu begitu kencang. Ia sangat lemah, gadis itu --Valerie-- begitu lemah dan dingin. Saat itu Mocca menyadari ada sesuatu yang mengalir dibahunya, ia melihat darah dari hidung Valerie dibahunya.

Bagaimana pun Mocca tidak akan pernah melupakan Yuky. Diam diam ia menengok kebelakang kearah Yuky yang masih terdiam. Mocca melihat sebutir air mata jatuh dipipi Yuky. Rasanya ingin berlari dan menjelsakan semuanya kepada Yuky, tapi Valerie di pelukanya.

"Yuk- tu-tunggu!"

Sebelum Mocca bisa memanggil Yuky, gadis itu berbalik meninggalkan Mocca. Berlari menuju sekolah sendirian tanpa.payung, hujan saat itu masih deras mengguyur. Saat itulah Mocca menyadari , ia harus memilih, atau menyakiti kedua gadis ini.

-

Yuky menyambar masuk dalam kelas sebelum menyadari guru pelajaran IPA dan seluruh murid menatapnya penuh keheranan. Seragam yang setengah basa kuyuk dan wajahnya yang pucat.

"Ma-maaf saya telat.."
Suaranya bahkan bergetar.

"Tidak apa apa karena ini bisa ditoleransi, kamu baik baik saja? Atau perlu ke UKS? Sepertinya kamu tidak enak badan karena kehujanan.." , untunglah guru IPA itu tidak galak, dan untung saja penawarannya bagus.

"Iya, saya akan ke UKS..", tentu Yuky memang tidak sehat karena kehujanan, terlebih karena sangat menyakitkan melihat seseorang yang kau... sukai pergi untuk gadis lain.

Saat di UKS, Yuky memilih bangsal paling ujung untuk beristirahat. Semua bangsal seperti biasa ditutupi dengan tirai putih. Baru saja kepalanya ditidurkan pada bantal, baru saja matanya tertutup, tapi seakan tidak diperbolehkan untuk tertidur, selalu ada yang mengganggu Yuky. Mulai cicak yang tiba tiba jatuh dari atas dinding, sampai kucing berantem dengan suara begitu keras diluar UKS sana. Yang terakhir dan paling menyebalkan adalah suara nyanyian lelaki dengan suara sumbang plus fales yang berpadu membiat gendang telinga Yuky hampir pecah.

Suara itu berasal dari bangsal sebelah. Dengan kasarnya Yuky membuka tirai, yang ia lihat adalah lelaki paling menyebalkan tiada tara! Ingin rasanya Yuky meneriaki didepan wajahnya agar ia sadar dengan suaranya.

"Kunto.. Kunto.. KUNTO!! "
Karena kesabarannya sudah tak bisa diandalkan, Yuky menarik earphone Kunto. Kunta yang saat itu tengah asyik mendengarkan lagu sontak terkejut melohat gadis berwajah mengerikan disebelahnya. Bahkan lebih megerikan dari hantu The Conjuring.

"Iya, iya.. biasa aja kali, muka lo tu kalau udah marah lebih jelek dari nenek lampir , bahkan lebih serem dari si Valak!"

Muka Yuky makin memerah, sudah tak tahan dengan amarah yang memuncak. Ia berdiri dan memukul bangsal Kunto dengan keras, hingga Kunto sendiri bergetar. Tenaga seorang perempuan memang bisa berkali kali bertambah jika ia marah. Apa lagi jika ia.. patah hati.

"Heh.. Kunti! Bisa gak sih lo diem sebentar aja! Gue tu lagi.. lagi.. Arrghh.."

Diluar dugaan, Yuky menutup tirai kembali. Menutupi wajahnya dengan rambutnya. Perasaannya yang amburadul kini membuat darahnya naik turun. Kadang ia bisa marah sampai asap keluar dari telinganya, tapi kadang pula air matalah yang keluar, seperti sekarang. Mata menahan air mata itu mengalir, ia menutup mata rapat rapat. Tapi bahkan itu tidak membantu sama sekali.

Kunto tahu apa yang terjadi. Sebenarnya, ketimbang teman temannya ia menjadi orang ke-3 lebih memahami bagaimana perasaan Yuky. Yang ke-2 Mocca , dan yang pertama adalah Yuky sendiri. Perlahan Kunto membuka tirai. Tidak bisa dipungkiri, isak tangis yang terdengar kecil itu tetap saja terdengar,terlebih hanya mereka berdua yang ada di ruangan itu. Ekspresi Kunto yang tidak pernah dilihat seorang pun. Ekspresi simpatik yang tinggi. Bahkan Yuky sendiri tidak pernah melihatnya.

"Ky.." kata Kunto lembut.

Ah.. tetap saja, lembut bukanlah gaya Kunto.

"Kalau lo butuh konsultan, gue bisa kok. Ya.. gue gak jauh bedalah sama psikolog yang mahal mahal itu.." terdengar bercanda.

Tak ada jawaban dari Yuky.

"Pasti gara gara si Kopi itu,kan?"

Masih tak ada jawaban dari Yuky.

"Gara gara Mocca,kan? Gue tau kok, gue juga liat kejadian tadi di pohon.. Wiping Pillow, kan?"

Tetap tidak ada suara apa pun.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

1 menit kemudian..

"Jadi gini ,To. Tiba tiba si Mocca.. ya, bisa dibilang deketin gue, terus dia ngasih buku dongen ke gue, Konyol banget kan.."

Omelan panjang lebar dimulai..

"Nah terus dia bilang ,pergilah kesisi ku.. tapi dia juga bilang , abaikanlah aku.. jadikan gue bingung, terus terus.. dia megang tangan gue tiba tiba , tapi malah buang gue dan meluk si Valerie.."

"Terus lo maunya apa?" Kata Kunto mulai bingung.

"Gue benci sama tu cowok!"

2 menit kemudian..

"Kun, gue tuh suka.. eh? Maksudnya cinta.. eh? Nggak kok, gue cuma suka suka-an ajah, ya.. sedikit cinta sih.."

"Jadi lo suka atau Cinta?" Tanya Kunto yang dahinya sudah berkerut seperti kakek kakek.

"Ok,fine! Gue cinta sama Mocca, tapi.. gimana Valerie? Dia bahkan minta gue buat nyatuin mereka berdua!"

"Jadi kesimpulannya?" Tanya Kunto berharap omelan Yuky berhenti.

"Gue harus memperjuangkan cinta gue!" Kepalan tangan Yuky begitu erat, ia telah menguatkan niatnya. Hanya didramatisir..

5 menit kemudian..

Mata Yuky menekuk kebawah, ekspresinya sama seperti pertama kali memasuki UKS. Perasaanya pun seakan kembali berputar kewaktu sebelumnya. Waktu saat ia melihat keduanya berpelukan begitu erat.

"Kunto.."

"Hmm..?"

Yuky menatap kunto dengan mata yang berkaca kaca. "Ini yang disebut sakit hati? Atau baper? Ini yang disebut 'sakit tapi gak berdarah' ?"

Yuky menepuk nepuk dadanya. Seakan ia menunjukan perasaan yang menyesak.

"Kunto.."

"Hmm..?"

"Gue capek.."

Saat itu Kunto duduk disebelah Yuky. Duduk pada bangsal yang sama. Ia mulai menempatkan kepala Yuky untuk bersandar pada bahunya.

"Yuky, sesakit apa pun itu, kalau gak berdarah, berarti gak akan berbekas. Tunggu beberapa saat sampai rasa sakit itu mereda.."

Untuk beberapa saat , Yuky merasakan kehangatan yang berbeda dari seorang lelaki yang berbeda. Ia mulai nyaman. Kakak laki laki yang ia dambakan keberadaannya, justru berada pada Kunto yang dianggap laki laki paling menyebalkan untuk Yuky.

...


Yuky berebah diatas ranjangnya. Pikirannya kosong, mingkin karna terlalu banyak yang difikirkan hingga ia yidak sanggup untuk memikirkannya kembali. Cahaya matahari masuk melewati sela sela jendela, menembus tirai yang bergaris garis. Langit yang cerah kini tidak berpihak pada perasaan Yuky. Bahkan kini seragam abu abunya masih ia pakai.

Matanya menatap langit langit kamarnya, hingga sampailah lirikannya itu pada sebuah buku tergeletak dimeja belajar. Alice In Wonderland, begitulah judulnya, halaman 126, sebercak kertas berwarna biru tertempelkan disana. Tertempelkan tepat pada Absolutely, ulat biru yang tidak bisa lepas dari rokoknya. Tapi kali ini ia tak memagang apapun, bahkan tubuhnya terbalik dan badanya terbungkus oleh suatu selaput. Kalimat teka teki berisi :

"Seandainya waktu tak
bisa diputar. Aku tidak ingin
Mengatakan bahwa semuanya
Hanya mimpi, bukan kenangan"

"Seandainya waktu bisa
kembali berputar. Aku ingin
mengatakan semuanya
kenangan,bukan hanya mimpi"

Saat itu seketika terasa ada sesuatu yang menyambar otak Yuky. Tentang ingatan yang mengalir dan bermuara pada otak Yuky. Seakan sel sel otaknya sudah lumpuh, kakiknya tak bisa kembali menopang tubuhnya. Kesadarannya perlahan lahan melayang. Cahaya matahari meredup, semuanya buram dan perlahan lahan berwarna putih, lalu warna putih menyusut menjadi gelap gulita.

Yuky kehilangan kesadarannya...

***

we heart it
we heart it
Anak laki laki itu menunggunya di ujung dermaga kecil. Seperti biasa, sebelum langit gelap, saat saat oranye menghiasi langit langit, si gadis selalu menemui si anak laki laki yang dengan sabarnya selalu menunggu .

Anak laki laki itu mulai berbalik, dengan senyum cerahnya ia menyambut kedatangan si gadis.

"Lama banget sih! Matahari keburu terbenam lama nungguin kamu.."
tidak seperti senyumnya yang begitu ramah, nada perkataanya terdengar ketus. Bibir si gadis ditekuk kebawah, lagi lagi anak laki laki itu tidak bisa dimengetri.

"Iya deh, maaf.. ini baru kedua kalinya terlambat, yang gak akan ada yang ketiga kalinya.." tawar si gadis.

Si anak laki laki itu menatap si.gadis dengan penuh keseriusan. Kedua tangan anak laki laki itu.meremas kedua bahu si gadis.
"Yuky.."
Begitulah orang orang menyebut gadis kecil itu.

"Iya, Mocca?"
Dan seperti itulah anak laki laki dipanggil.

Sebelah tangan Mocca mengbil.suatu benda disaku celananya. Ia menggantungkan ditangannya dan memperlihatkan pada Yuky.
"Kamu tau ini apa?" Tanya Mocca dengan penuh pengharapan.

"Itu.. jam pasir ,kan?"

Mocca dengan mantapnya menggelengkan kepala.
"Bukan, ini namanya Worm Hole. Lubang di dalamnya itu dinamakan Lubang cacing. Kalau kamu ingin memutar waktu dengan cepat, kamu bisa melewati lubang cacing ini."

Yuky memiringkan kepalanya, ia tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Mocca.
"Aku gak ngerti? Buat apa memutar waktu dengan cepat, itu cuma bikin aku makin terlambat.."

"Karna aku yakin kamu 99,99 persen akan kembali terlambat."

Wajah Yuky mulai mengeluarkan ekspresi tak menyenangkan, maksudku, siapa yang suka dinasehati seorang anak laki laki bagaikan ia sedang mengomeli putrinya agar tidak terlambat pulang sekolah. Tapih ekspresi Mocca bahkan bagitu datar seakan semuanya memang benar.

"Ya ya.. Mocca emang pintar, bahkan bisa memprediksi aku bakalan terlambat lagi, ishh.."

Mocca terlihat heran juga dengan apa yang ia latakannya tadi. Ia menggaruk belakang lehernya menunjukan keraguannya.
" pokoknya simpan ini, kembaliin dua jam lagi sesudah kamu pergi sama bapak kamu.."

"Oke.."

Dengan santainya ia mengatakan itu, bahkan ia tidak mengetahui apa yang akan terjadi 2 jam kemudian. Yuky berbalik memunggungi Mocca dan berlari pergi, Yuky semakin kecil, rabun dan hampir menghilang ditatapan Mocca. Namun sebelum dia benar benar menghilang Mocca kembali memanggilnya..

"Yuky!"

Gadis itu berbalik.

"Pokoknya 2 jam lagi kamu harus balik kesini, aku tunggu!"

Bola mata Yuky berputar, merasa bosan dengan yang dikatakan Mocca.

"O-ke!!"

Dan saat itu dia benar benar menghilang dari penglihatan Yuky..

Yuky melihat, dia benar benar melihat dirinya yang berumur 8 tahun berlari meninggalkan Mocca kecil di dermaga.

Lalu pada saat itu pula rasanya bumi berputar. Lututnya lemas, kakinya tak mampu menahan tubuhnya hingga ia tergelepak jatuh.

Yuky melihat, ia kembali melihat dirinya saat kecil. Sama sama tergeletak, namun dilumuri darah dengan tangan yang menggenggam jam pasir, dan tangan yang satunya lagi menggenggam tangan ayahnya yang juga tergelepak dengan lumuran darah. Mobil yang ditumpanginya berbalik dan hampir hancur.

Penglihatan Yuky mengabur, suram dan perlahan hitam.. gelap.

"Kak.. kakak.. KAKAK!!"

Yuky tersentak , ia terbangun dari tidurnya. Matanya ling lung menatap adik dan mamah-nya yang begitu khawatir. Badanya dipenuhi leingat dingin. Ia perlu berfikir sebentar, tentang apa yang ia lihat,tentang bagaimana mimpinya, atau mungkin itu bukanlah mimpi.

"Ma.. ayah, aku.. delapan tahun yang lalu.. kecelakaan?"

Mama Yuky hanya menunduk, air matanya tak terbendung. Ia mengangguk.

"Jadi selama ini aku amnesia?"

Mamah Yuky tegas menggeleng, ia memegang tangan Yuky erat erat.
"Gak Yuky, hanya 2 bulan kamu amnesia, setelah itu kamu
sembuh..."

"Mah, aku belum sembuh, bahkan aku gak inget gimana kecelakaannya.."

"Yuky, memang sebaiknya kamu gak ingat hal itu.."

Dengan tegasnya ia berkata,"gak mah.. enggak harusnya kayak gini."

Yuky melirik benda yang tergeletak dimeja sebelah ranjangnya. Jam pasir yang disebut sebut Worm Hole oleh Mocca. Yuky memperhatikannya dengan jeli, tetdapat keretakan pada sisi sisi jam pasir itu,hal yang sebelumnya tidak disadari Yuky.

"Mamah.. aku harus pergi!"

Yuky bergegas pergi, pergi ketwmpat yang tak pernah ia ingin datangi. Tempat dimana seorang lelaki yang ia damba selama ini, seorang lelaki yang selama ini ia lupakan. Dengan menggenggam buku dongeng Alice in Wonderland dan gantungan kunci berbentuk jam pasir. Untuk saat ini ia tidak ingin kembali terlambat.

Yuky menahan nafas saat jarinya mulai mengetuk pintu hitam . Berharap seseorang di dalam membukakan pintu untuknya.

Tok.. tok.. tok..

Tetap tidak ada tanda tanda orang didalam. Yuky berusaha kembali,kini ia mengetuknya lebih keras.

TOK..TOK..TOK..

Tetap, bahkan tidak terdengar langkah kaki disana. Mungkin hanya iseng --walaupun bukan saatnya untuk berbuat iseng-- Yuky memutar ganggang pintu. Klak.. dengan mudahnya pintu terbuka. Gelap, sunyi, Yuky berusaha melangkah masuk kedalam satu petak rumah yang berada diatas suatu gedung yang sudah tidak ditempati. Benarkah ini tempatnya? Yuky kembali memeriksa robekan kertas kecil bertuliskan alamat rumah Mocca. Betul kok.. Yuky berusaha meyakinkan diri bahwa alamat itu benar.

Cahaya matahari masuk melalui pintu yang terbuka. Mencahayai pojok ruma yang tertempel stop kontak. Yuky memencet stop kontak itu ,dan seketika lampu menyala. Ekspresi terkejut begitu tergambar diwajah Yuky, yepat ketika pandangannya mengelilingi dinding yang dipenuhi foto fotonya. Mulai saat ia melakukan pentas tari saat naik ke kelas 5 SD, dibawahnya tertulis : begitu lentur gerakanya, sepertinya dia Avertebrata.

Foto ketika Yuky mendapat piala rangking 1-nya saat kelas 1 SMP. Lagi lagi kalimat menggelikan tertulis dibawahnya : aku yakin dia akan menciumi piala itu nanti malam.

Foto saat pertama kali Yuky berperan sebagai ibu peri dalam teater sekolah.

Bahkan foto ketika pandangan Yuky pertamakali bertemu dengan Hugo. Kali ini kalimat yang ditulis membuatnya mengehela nafas, laki laki itu Hatter yang selalu kamu pandang, sedangkan aku hanya Cheshire cat yang bahkan akan menghilang ketika kamu pandang.

Dan yang terakhir , foto pertama kali Yuky. Memasuki gerbang SMA, foto terakhir yang ditempelkan pada tengah tengah dinding dan dilisahkan dengan foto yang lainnya. Akhirnya, aku tidak perlu menghilang dihadapanmu, karena kamu akan benar benar melihatku.

Kalimat itu membuat kepala Yuky pening. Sudah berapa lama ia melupakan Mocca? Bahkan janjinya untuk tidak terlamat diingkarinya, ia benar benar terlambat untuk mengingatnya. Beneran lo? Selama ini..
Yuky kembali teringat kata kata Mocca, kita pernah bertemu sebelumnya? Jadi selama ini, setelah ia membaca 'kode' Mocca dalam buku dongeng itu , saat saat Mocca berusaha untuk mengabaikanya, Yuky tidak bisa membayangkan seberapa.menyakitanya hati Mocca.

Lagi lagi mata Yuky berkaca kaca.
"Selesai, selesai? Karena kebodohan gue ending cerita ini akan berhenti kayak gini?" Itu terdegar seperti bisikan. Mungkin Mocca sudah pergi jauh, Yuky kembali terlambat. Terlambat untuk segalanya , terlambat untuk.menyadari, dan mencintai. Yuky menghapus air mata yang sesikit lagi terjatuh ke pipinya. Ia kembali mematikan lampu, melangkah keluar dari rumah Mocca, menutup pintu hitam.

Dengan wajah yang pucat dan tubuh yang lesu. Baru beberapa langkah dari pintu hitam rumah Yuky. Kaki degan balutan sepatu kets dan celana jins yang sudah belel ditambah jaket abu abu dan helm dikepalanya. Ia, Kunto berdiri tegak dihadan Yuky dengan helm yang satunya lagi di tangannya.

"Butuh tumpangan?"

"Untuk?"

"Mocca sekarang di bandara, kalau lo gak mau terlambat lagi, sekarang kita berangakat."

"pake apa?"

"Motorlah.. gue gak punya mobil.."

"Dimana motor lo?"

"Ya dibawah lah.. ini kan gedung.."

"Ok,, buruan!"

Yuky menarik tangan Kunto. Lelaki itu hanya menggelengkan kepalanya memaklumi sikap gadis yang kali ini dianggapnya 'adik' .

-

Mocca berdiri diantara lautan manusia. Koper yang ia seret enatah mengapa terasa sama beratnya dengan tumpukan batu bata. Sekali lagi, Mocca meyakinkan dirinya untuk kembali melangkah meninggalkan sebagian hatinya pada gadis itu. Tapi ingatan seorang gadis yang menuggunya diluar sana membuatnya kembali berfikir keras.

"Aku cuma ingin hidup lebih lama.."

"Aku cuma ingin lihat kamu didetik terakhirku.."

Mocca mendesah, baiklah.. memang seharusnya begini, setelah sekian kali ia melihat jam tangannya, akhirnya ia kembali melirik waktu. Dan untuk terakhir kalinya ia berbalik, mengharapkan adegan drama, mengharapkan seseorang berlari dihadapanya dan menyeretya untuk kembali.

Hanya kerumunan orang, tidak lebih, hanya lautan manusia. Tapi hampir saja ia berbalik, suara langkah kaki dan seruan namanya terdengar, ia kembali menatap lurus kepada sumber suara. Dan gadis didepannya itu sontak memeluknya dengan erat.

"Mocc, maaf karna gue abain lo, maaf karna gue gak bisa mengakui perasaan gue sendiri, dan maaf karna terlambat untuk mengingat.."

Butuh beberapa detik untuk menyadari Mocca bahwa seseorang yang ia tunggu sejak tadi datang dan langsung memeluknya. Tangannya hampir membalas pelukan Yuky, tapi tidak saat ia ingat bahwa hatinya untuk Yuky dan meninggalkannya adalah pilihan yang paling tepat, karna..

Ia melepaskan lengan Yuky yang melinggar dilehernya. Tangisan Yuky berhenti , ia menyadari sesuatu yang tak berani ia sadari. Keheranan terlihat jelas ditatapan gadis itu..

"Mocc, is it to late?"

"Yes.."

Karna Mocca sadar hatinya untuk Yuky, dan karna itulah meninggalkannya adalah pilihan Mocca , dan sekali lagi , karna dengan meninggalkannya ia bisa kembali dengan alasan mengapa Yuky harus kembali mencintainya.

Karna sebenarnya, cinta perlu alasan..

***

 7 tahun kemudian..

we heart it
we heart it
Gadis. Tidak . Kali ini ia sudah bermetafosa menjadi wanita cantik berambut panjang yang ikal dan riasan wajah tipis, bukan lagi gadis polos saat SMA dulu. Tangannya penuh dengan buku buku yang akan disimpan rapih pada rak rak buku. Ya, wanita itu kini bekerja senin sampai jumat disuatu toko buku, lalu sabtu dan minggu menjadi mahasiswi di salah satu University di London.

Peluh mengucur dipelipis, tidak terbantahkan lagi lelahnya. Seharusnya ia duduk di meja kasir menunggu pelanggan membayar buku, bukannya malah berurusan dengan tumpukan buku ini.

Disaat saat yang melelahkan ini tiba tiba dering telphone berbunyi. Tidak berfikir lama, Yuky langsung melepas lengan sebelah kirinya yang sedang menopang buku buku. Sontak saja buku jatuh berhamburan di lantai. Yuky mendesah keras, sepertinya hari ini bisa masuk dalam daftar hari hari sial Yuky. Terlebih yang menelphonnya ternyata bukan orang penting, bahkan sangat tidak penting hingga membuatnya hampir mendirijek panggilan itu. Tapi tetap saja, seorang Yuky tidak akan tega mendirijek lelaki yang sudah ia anggap kakaknya sendiri.

"Ini bukan waktu yang tepat untuk memberi tahuku lolucon murahanmu!"

"Wow wow.. bisakah kau sesidikit santai, bahkan aku belum berkata sedikit pun.." kata Kunto diujung sana, "Aku hanya ingin bertanya, apa ada hal aneh terjadi? Maksudku sesuatu yang membuatmu kesal seperti itu.."

Yuky mengerutkan wajah heran dengan apa yang dikatakan lelaki itu, "oh ayolah.. satu satunya yang membuatku kesal adalah karna kau menelphone dan yang kau katakan lebih basi dari pada lolucon murahan!"

"Dengar! Aku serius--" perkataan Kunto terpotong dengan omelan Yuky.

"Aku juga serius! Kau sungguh menyebalkan!" Yuky mengomel sembari memulai memungut buku buku yang berserakan.

"Dengar!.. " sambung Kunto, " Mungkin ada seseorang yang akan datang, atau seseorang yang aka membuatmu berteriak lalu berlari seperti orang gila.."
Kata kata selanjutnya tidak Yuky dengarkan, menurutnya Kunto akan mengakhiri kata katanya dengan candaan yang mainstream, padahal awalnya terdengar begitu serius. Yuky terfokus pada serakan buku yang mulai ia bereskan.

Langkah kaki, langkah kaki yang bergema diantara langkah kaki orang orang sekitar Yuky. Suara langkah kaki itu mampu membuat Yuky bergeming tak bergerak. Atau mungkin ia tak bergerak karena novel berjudul 'Is It To Late?' , mengingatkanya pada satu kata 'yes', jawaban yang begitu sederhana namun mampu menyayat hati Yuky.

Kini bukan hanya suara langkahnya saja. Namun kaki yang berbalut sepasang sepatu Vantophel kini berdiri dihadapan Yuky. Lalu, tangan Yuky yang terdiam hendak mengambil novel itu terdahului oleh tangan seorang lelaki. Ia mengambil novel itu. Sesaa Yuky masih terdiam, lalu perlahan tatapan matanya melirik seseorang yang kini dihadapannya. Lelaki itu tersenyum lebar, tersenyum tanpa merasa dosa.

"Jadi Yuky, tenang ok? Kalau , ya.. kalau, hanya berjaga jaga, kalau seseorang itu ada dihadapamu sekarang, cukup tarik nafas dan coba untuk menjernihkan pikiran.." itulah kata kata Kunto sebelum akhirnya ia tuli oleh kejutan dihadapannya.

Lelaki itu tersenyum dan berkata, "Jadi Yuky, Here I am!"

Yuky kembali berdiri, ia berdiri kaku dihadapan lelaki yang kini menatapnya heran karna wajah Yuky yang begitu pucat. cukup tarik nafas dan coba untuk menjernihkan pikiran.. ia mengingat apa yang dikatakan Kunto. Tapi, ya Tuhan! Bahkan jantungku berdetak dua kali lebih kencang! Tidak mungkin bisa berfikir jernih atau menjernihkan fikiran, aku bisa gila! Gumam Yuky.

Tanpa fikir lama, seper apa yang Kunto katakan, Yuky berlari keluar dari toko buku. Bahkan tanpa matel putih dan topi baret di London yang kini memasuki musim dingin. Tentu saja Lelaki itu bukan lelaki brengsek yang hanya tertawa saat melihat wanita bwrtingkah gila, terlebih wanita yanh telah ia tunggu selama 6 tahun. Lelaki itu ikut berlari, sebelumnya ia membawa mantel dan topi baret merah Yuky-- entah dari mana lelaki itu tahu mantel itu milik Yuky.

Dengan hanya memakai celemek , Yuky berlari menabrak nabrak orang orang disekitarnya. Kakinya tersenggol sesuatu hingga hampir saja ia terjatuh. Hampir. Tapi tidak setelah akhirnya sesworang memeluknya dari belakang, menahanya agar tidak terjatuh. Sadar lelaki itu yang menahannya, Yuky sontak melepaskan pelukan lelaki itu. Lalu berbalik dan membalas tatapannya. Kini Yuky cukup berani untuk melakukan ini.

Lelaki itu justru memakaikan Yuky mantel dan topi baret dengan asal, membuat Yuky kembali terlihat seperti gadis polos.

"Oh tunggu, sepertinya hari ini mulai dingin, akanku pinjamkan syal."

Lelaki itu melepaskan syalnya san memasangkannya kepada Yuky. Hingga saat ini Yuky masih mentatap lelaki itu dengan tatapan tajam

"Dan satu lagi, ini Handphone mu yang tadi terjatuh.."

Lelaki itu menyakukannya pada saku mantel Yuky. "Lihat! Sudah setinggi ini ternyata, dan coba dengar, ternyata aksenmu berubah dari 'lo-gue' menjadi 'aku-kamu' "

Yuky mengalihkan wajah, tapi masih dengan ekspresi yang 'ketus'. Tapi akhirnya ia menarik nafas dan menghembuskannya, walau terlihat seperti mendesah dwngan kasar. Sepertinya beberapa menit yang lalu cukup membuatnya berfikir jernih.

"Baiklah.. sudah cukup!"

Perkataan Yuky membuat alis sebelah lelaki itu terangkat.

"Kita butuh berbicara, Mocca.."

***

Dinginnya London menusuk hingga ketulang, bahkan ketika Yuky kini berada ditempat yang jelas penghangat dinyalakan. Sebuah Cafe yang tidak jauh dari toko buku. Mungkin bukan dinginnya London, tapi seseorang yang ada dihadapanya membuat Yuky bahkan hampir menggigil. Lelaki itu, Mocca, tersenyum dengan santainya tanpa merasa dosa. Yuky terlihat sangat tenang, berbeda jauh saat ia pertama kali kembali bertemu dengan Mocca. Tapi hatinya berkata lain, bahkan jantungnya berdetak dua kali lebih kencang. Sudah 2 menit, tapi salah satu dari mereka tidak ada yang mulai berbicara.

"Jadi, untuk apa kamu ke sini?" Akhirnya Yuky bersuara, walaupun dengan suara tang bergetar.

"Hanya.. ingin mengetahui keadaanmu saja.."

Yuky tertawa dalam hati, alasan yang pasaran, kenapa tifak bilang saja kalau sebenarnya dia merindukanku?.. eh? Gumam Yuky.

"Ya.. I'm good"

"Ok.."

Apa?! Hanya 'ok' setelah 6 tahun tidak bertemu dia hanya mengatakan 'o.k' ? Keluh Yuky dalam hati.

"Ok! Sekarang To The Point! Katakan apa yang ingin kau katakan, dan pergi karena aku sudah muak dengan wajahmu yang tebal itu!"

Kumohon jangan hiraukan kata kata ku.. bahkan Yuky tidak sadar dengan apa yang ia gumamkan dalam hatinya.

Dahi Mocca berkerut, lalu untuk beberapa saat ia mendesah kasar. "Maaf soal 6 tahun yang lalu, aku tidak akan melepaskanmu lagi, dan jadilah pacarku!"

Yuky bahkan hampir menyadari jantungnya berhenti berdetak, atau tiba tiba langit jatuh menimpanya. Ia kembali terpaku untuk beberapa saat. Dan untuk beberapa saat pula keduanya hanya saling berpandangan. Tapi akhirnya Yuky dapat meyakinkan hatinya, dan pandangannya pun kembali tajam memandang pria dihadapannya.

"Baik, akan ku jawab sekarang juga, aku menerima permintaan maaf mu, tapi tidak untuk menjadi pacarmu!"

Hampir saja kakinya hendak melangkah pergi. Tapi sebelum ia beranjak dari kursinya, Mocca berkata..

"Ini tentang Valerie, dia sakit dan--"

"Aku tahu, dan itulah alasanku menolakmu.." Yuky mengendalikan tangannya yang mulai bergetar.

"Aku tahu dia meninggal 2 tahun yang lalu, kamu tahu? Saat sekolah bahkan dia memintaku membantunya agar kamu menyukainya, tapi aku bahkan belum membantunya sedikit pun"

"Aku mengerti, tapi dia memintaku untuk memilih gadis yang memang aku cintai.."

Yuky menggelengkan kepalannya, dia tetap tidak bisa menerima apa yang Mocca katakan. "Kamu tahu bagaimana perasaan seorang teman yang belum sempat memenuhi keinginan temannya sendiri, lalu tiba tiba dia mendapat kabar bahwa temannya sudah meninggal, seharusnya kamu bisa mengerti.."

"Aku mengerti tapi--"
Yuky memotong pembicaraan.

"Rasanya seperti ingin mati saja! Rasanya aku yang membunuhnya.."

"Tidak seharusnya kamu merasa bersalah, dia yang memintaku untuk bersama dengan orang yang aku cintai.."

Tatapan Yuky semakin tajam, layaknya tatapan membunuh, tapi hatinya bahkan meleleh saat 'cintai' terdengar olehnya.

"Lalu mengapa kamu membuat kata kata manis dalam dongeng Alice in Wonderland itu? Untuk apa kau memperhatikanku tapi juga menyuruhku untuk mengabaikamu? Maksudmu apa?"

"Karena aku tidak bisa mengungkapkan perasaanku saat kamu tidak mengingat siapa diriku, mengingat kenangan kenangan yang kamu lupakan, karena cinta yang sebenarnya perlu alasan.."

"Sudahlah! Kamu terlalu bertele tele,memang tidak seharusnya kita bertemu lagi." Yuky berdiri, dia beranjak pergi. Tapi belum cukup satu langkah, Mocca menarik siku Yuky hingga ia berbalik menatap Mocca. Mencoba melepaskan lengan Mocca yang menggenggamnya begitu erat, tapi tidak berhasil. Satu pertanyyan untuk Mocca,
"Jika cinta butuh alasan, terlepas dari ingatanku yang kembali. Apa alasanmu mencintaiku?"

Pertanyaan itu membuat Mocca beku. Seharusnya pertanyaan yang mudah untuk dijawab, tapi ia tidak melihat bayangannya pada mata Yuky. Awalnya Mocca ragu, apa Yuky memang benar benar tidak mencintainya? Tapi keraguanya hilang saat melihat mata Yuky yang berkaca kaca, seakan ingin berkata, tolong lepaskan aku, tapi jangan benar benar meninggalkanku, kumohon aku butuh waktu..

Genggaman Mocca melonggar. Yuky menghempaskan tangan Mocca. "Bahkan kamu tidak bisa menjawab pertanyaan yang kamu buat sendiri.."

Dia benar benar pergi, menghilang dibalik pintu Cafe. Ini bukanlah akhir, Mocca yidak akan membiarkan cerita ini berakhir begitu saja. Hanya perlu waktu yang tepat untuk kembali mengungkapkannya.

***

"Kakak itu labil tau gak!"
Yuky menjauhkan handphone-nya dari telinga. Suara Adiknya yang begitu keras. Yuky mendesah kasar, ia sudah menyangka bagaimana respon adiknya saat mendengar kejadian tadi siang.

"Ok ok, kakak labil! Jadi kakak harus gimana? Gak mungkinkan tiba tiba kakak bolak balik nyari nyariin dia tarus tiba tiba bilang minta ditembak lagi, jadi konyol banget ,kan?"

"Ya ,mau gimana lagi kak? Cari dia kalau kakak masih suka sama dia.."

"Tapi kayaknya kakak jahat, ngebuang dia terus dipungut lagi, apalagi kakak masih merasa bersalah sama.."

"Kak, bahkan Kak Valerie sendiri yang bilang Kak Mocca untuk memilih sendiri perempuan yang dia cintai.."

Hening sesaat, Yuky hanya memejamkan matanya dan menyandarkan kepalanya pada bantal.

"Satu hal yang seharusnya kakak sesali, menolaknya mentah mentah padahal hati kakak sudah menunggunya selama ini.."

Titt.. sepertinya pulsa habis, saluran putus tiba tiba.

Hingga sekarang Yuky masih tenggelam dalam 'kegalauannya'. Salah, memang salah saat membohongi perasaan sendiri. Antara perasaan bersalah dan cinta. Jadi, ini benar benar akhir cerita Yuky?

Drreett... drreett..

Handphone ditangganya bergetar. Suatu panggilan tak diketauhi namanya menghubungi Yuky.

"Hello?.. hello?.. Aloha!!"

Masih hening, tidak bersuara. Hanya terdengar desiran angin. Hampir saja Yuky memencet tombol merah pada Handphone nya itu, tapi suara sworang pria mengejutkannya.

"Bisakah kau membuka jendela, dan lihatlah kebawah.."

"Mocca? Ini Mocca? Kau di sini? Tunngu, bagaimana caranya kau menelphone ku dan menemukan apartemenku? Jangan bilang kau menguntitku seperti dulu lagi!"

Terdengar tawaan kecil diujung sana. "Hanya itu yang bisa kulakukan agar dapat menemukanmu.. sekarang cepat buka jendela dan lihat ke bawah"

Yuky tidak pernah membayangkan seorang pria melakukan skenario drama tahun 1900-an kepadanya. Dan konyolnya adalah Yuky tidak dapat menolaknya, ia membuka jendela dan melihat Mocca melambaikan tangan dibawah sana.

"Dengar Yuky, aku hanya akan mengatakan ini sekali. Jika kau bertanya apa alasanku mencintaimu? Aku memiliki seribu alasan, tapi intinya adalah.."

Mocca memotong kata katanya. Yuky masih mendengarnya lewat Handphone. Saat itu, untuk pertama kalinya, ia merasakan darahnya berdesir begitu cepat.

"Alasanku mencintiamu adalah karena aku hidup dengan inspirasi..

"Karena inspirasiku adalah cintaku..

"Dan karena cintaku hanyalah kamu, Yuky.."

Lengan Yuky lemas, hampir saja handphone yang ia genggam terjatuh. Sungguh! Yuky bisa saja pingsan sekarang juga. Mocca mengeluarkan kotak berwarna merah, dibukakanlah kotak itu dengan satu jarinnya. Cincin emas didalamnya..

"Marry me, Yuky.."

Dan saat itulah salju turun untuk pertama kalinya di London.

***


Yuky memberikan secangkir teh untuk lelaki dihadapannya yang kini sedang sibuk dengan laptop dan ide yang siap ia tuangkan sebagai seorang penulis.

Wanita itu mengeluarkan buku dongeng berjudulkan 'Aladin'. Pria dihadapannya menatap Yuky dengan tatapan penuh arti.

"Mengapa cinta perlu alasan?"

"Jadi selama ini kamu belum mengerti?"

"Tentu saja, jika sudah mengerti untuk apa aku bertanya?"

"Baiklah, karena alasan menentukan bagaimana jalannya cinta. Jika aku mencintaimu karena kecantikanmu, maka cinta kita akan bertahan hingga wajahmu keriput. Jika aku mencintaimu karena uang, tinggal menunggumu bangkrut, maka cintaku seselai. Tapi, aku mencintaimu layaknya inspirasi yang membuatku hidup, jadi hingga mati pun aku akan menicintaimu.."

"Ya.. aku mengerti.."
Ulasan senyum tergambarkan oleh kedua pasangan tersebut.

"Nah.. lihat buku ini, jika kamu Aladin dan jin memberi penawaran 3 permintaan, apa 3 permintaanmu?"

"3 permintaan ,ya? Akan ku mulai dari permintaan ke 3.."

"Apa itu?"

"Aku ingin punya banyak waktu untuk bersama mu.."

"Lalu yang ke 2 ?"

"Cukup hidup sehat berasama mu.."

"Dan yang permintaan pertama?"

"Aku tidak perlu meminta, karena memang permintaanku sudah berada dihadapanku.."

Yuky tersentum kepada pria itu. Jemarinya menggenggam erat lengan pria dihadapannya. Dan cincin yan cantik telah terpasang pada jari manis Yuky.

fin.

we heart it
we heart it




original-4-5e2ad398097f367ee4695c52.jpg
original-4-5e2ad398097f367ee4695c52.jpg

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun