Mohon tunggu...
Nurul Mutiara R A
Nurul Mutiara R A Mohon Tunggu... Freelancer - Manajemen FEB UNY dan seorang Blogger di www.naramutiara.com

Seorang Perempuan penyuka kopi dan Blogger di http://www.naramutiara.com/

Selanjutnya

Tutup

Horor Artikel Utama

Tatkala Mendengar Pengalaman Horor Simbah, Begitu Menyenangkan

24 Juli 2024   07:03 Diperbarui: 26 Juli 2024   09:45 1018
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kedekatan simbah dan cucunya (sumber gambar : Pixabay/Eko Hernowo) 

Harusnya ketika mendengar cerita horor bakal menakutkan, tapi kok malah menyenangkan? 

***

"Kamu lagi dengerin apa sih, Dek? Kayak asyik sendiri dari tadi"

"Ini Mbak, lagi dengerin podcast horor, Seru lho, cerita tentang pendakian"

"Nanti kalau malam takut, lho, kalau nonton yang horor-horor"

"Iya sih. Tapi penasaran banget sama ceritanya. Ini soalnya ngeri banget sampai bisa ilang di gunung"

Demikian kiranya percakapan saya dengan adik ketika saya mendapatinya tengah asyik dengan ponselnya. Adik termasuk orang yang penakut kalau berurusan dengan horor-horor, tapi lucunya, tiap akun youtube kesayangannya update cerita, ia tak mau ketinggalan mendengarkan. 

Cerita-cerita horor memang punya penggemarnya tersendiri. Meski demikian, saya selalu heran. Kok bisa gitu lho, orang takut, namun kecanduan nonton film, drama, atau podcast horor sampai berlarut-larut. 

Ketika kecil, sebenarnya saya juga bukan pemberani. Setiap malam, saat hendak ke toilet, selalu meminta bantuan kakak atau adik untuk menemani. 

Tapi herannya, saya tidak pernah kapok dan sangat menantikan acara berbau horor di TV atau mendengar orang bercerita soal hantu, termasuk saat almarhumah simbah saya berbagi cerita. 

Masih ingat, dua kisah legend simbah sewaktu masih kecil, mengenai kuda tanpa kepala dan bocil-bocil bergelantungan di pohon beringin pada tengah malam, kurang lebih begini ceritanya, 

Simbah saya dulu sering membantu bapaknya berdagang daging kerbau. Usia beliau sekitar 14 tahun. Setiap hari, pukul 3 pagi, beliau terbiasa naik turun gunung menuju pasar. 

FYI, menurut simbah, di zaman itu tak ada transportasi mesin sama sekali, yang ada sepeda onthel atau dokar (delman) kalau beruntung. 

Nah, ketika masuk ke area pemakaman Belanda, simbah mendengar ada suara langkah kaki kuda, kayak delman gitu lho, tahu kan? Simbah senang, karena berarti beliau bisa dompleng alias ikut naik. 

Ditunggu bermenit-menit di pinggir jalan tanah, dokar itu tak kunjung lewat. Kadang suara gemerincing dan tapak kaki terdengar, kemudian, sayup-sayup menghilang. 

Penasaran, didatangi-lah suara yang mengarah pada samping pohon beringin dekat pemakaman Belanda. Betapa kagetnya simbah tatkala mendapati ada kuda beserta kereta, tapi kuda tak memiliki kepala.

Melihat itu, jelas, simbah kaget minta ampun. Beliau pingsan di tempat dan ditemukan oleh warga yang mau ke sawah, sekitar pukul 6 pagi. Sejak saat itu, ketika menuju pasar, simbah pasti selalu dibersamai orang lain. 

Mendengar cerita simbah, saya dan lainnya begitu antusias. Bahkan sampai begadang menuju pagi, hanya untuk mengulik pengalaman-pengalaman yang lain. 

Wajar saja, itu hari terakhir simbah berada di Pekalongan untuk bersilaturahmi di Hari Raya. So, jadi momen pertemuan dan sharing yang menyenangkan bagi saya dan saudara.

Cerita lain dari simbah, 

Simbah dan bapaknya merupakan pecinta wayang kulit. Wajar, hiburan orang zaman dulu memang wayang kulit, bukan konser musik seperti sekarang hehe.

Malam itu, sekitar pukul 10 malam, bapak simbah mendengar bahwa di desa sebelah ada pagelaran wayang kulit karena kepala desa mau menikahkan anaknya. Simbah bilang kalau beliau masih berusia 7 tahunan. Masih kelas 1 SD. 

Nah, perjalanan dari rumah menuju lokasi memang gak dekat guys, membutuhkan waktu 1,5 jam dengan jalan kaki. 

Sebenarnya, bapak simbah punya sepeda onthel, hanya saja, karena jalannya tak rata dan naik ke atas, bakal kesulitan jika naik sepeda. 

Singkat cerita sampailah keduanya di sebuah gapura desa yang ditandai oleh pohon bambu dan beringin. You know guys! Menurut simbah, beliau dan bapaknya melihat anak-anak kecil bergelantungan di pohon bambu, lantas meloncat ke beringin. 

Mereka bergerak seperti monyet-monyet gitu. Tapi itu bocah-bocah bayi. Takut, simbah akhirnya minta digendong bapaknya. Si bapak cuma menyuruh simbah menutup mata dan diam. 

Bapak simbah termasuk orang yang berani. Ketika salah satu bocah (mungkin tuyul kali ya) mendekati, beliau langsung bilang dengan suara keras untuk tak mengganggu karena hanya ingin nonton wayang.

Ternyata, itu berhasil. Bocah-bocah itu masih bergelantungan, tapi tak mengganggu perjalanan keduanya. Mereka membiarkan simbah dan bapaknya lewat.

Kalau kata simbah, bapaknya memang pemberani. Pernah ketemu "Mbak-Mbak berambut panjang" di jalan, malah dibentak, di suruh minggir. 

Pokoknya tiap ketemu hantu, langsung didekati dan dimarahi. Wow, sekali lah bapaknya simbah memang. Kalau saya mungkin sudah lari terbirit-birit hehehe

Itulah dua pengalaman horor yang dibagikan simbah. Sebenarnya, beliau cerita banyak, tapi saya hanya berbagi dua saja. Memang, saya akui bahwa kota kelahiran simbah, Kebumen, bukan kota ramai ketika saya kecil. 

Apalagi di zaman simbah, rumah-rumah masih jarang, transportasi cuma mengandalkan sepeda dan dokar, jalanan masih berupa tanah bukan aspal. Jelas bahwa suasana masih wingit. 

Bicara tentang horor, mengapa itu begitu memikat, padahal bisa jadi pendengarnya merupakan penakut? Saya ingat, ketika kumpul bersama kawan, tema horor jadi bahasan menarik demi mencairkan suasana. 

Mulai dari cerita ada suara-suara tertentu, hingga menemukan hal-hal aneh di kosan. Bahasan mengenai hantu dan kawan-kawannya terasa menyenangkan. Padahal, rata-rata kami yang mendengar merupakan penakut hahaha. 

Bisa jadi, rasa penasaran menjadi poin penarik. Cerita hantu selalu membuat tiap orang penasaran. Tak semua orang bisa melihat hantu (layaknya indigo) sehingga tiap orang ingin tahu eksistensi hantu dari cara yang lain. 

Mungkin, tanda berupa penampakan, kesurupan hingga bergeraknya benda secara ganjil seolah membuka jawaban. Otak yang merasa aneh, mencari cerita atau kejadian berkaitan dengan hantu demi mencapai kesimpulan

"Oh iya, hantu itu ada. Buktinya, orang ini pernah lihat, buktinya, orang ini pernah kesurupan, buktinya ada benda melayang sendiri secara aneh dan lain sebagainya"

Bukan itu saja. Bercerita horor juga memicu adrenalin layaknya kita menonton film seram di bioskop. Hal inilah yang membuat tiap orang tertantang untuk mendengar atau membacanya.

Coba deh lihat penjualan film horor KKN di Desa Penari. Meski beberapa penonton menganggap ceritanya biasa saja. Tapi jumlah yang menghadiri bioskop fantastis angkanya, 10 juta penonton. 

Rasa penasaran akan sesuatu yang tak nampak serta ganjil memang membuat otak candu untuk mencari, mencari dan mencari. Itulah mungkin sebab kita suka dengan cerita-cerita horor meski penakut. 

Oh iya, bercerita horor satu sama lain ternyata punya keuntungan (tak terlihat) yakni mengakrabkan satu sama lain. Saya, simbah dan saudara-saudara begitu hikmat, berinteraksi ketika cerita hantu dibagikan. 

Pun ketika teman-teman tongkrongan bercerita. Keakraban itu begitu terjalin hingga kami pulang ke kosan masing-masing. Sangat menyenangkan. 

Sekian sharing ringan kali ini tentang horor, salam hangat dari Nurul Mutiara R A

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun