"Kakak, mainannya beresin dulu! Kan sudah dibilangin. Habis main, mainannya diberesin!"Â
"Iya," jawab Lani dengan bibir bergetar menahan tangis. Kemudian berbalik dan berjongkok untuk merapikan mainan. Setitik air matanya jatuh. Lani melirik ke arah Ibu tetapi Ibu tidak sedang melihatnya. Ia merasa lega karena Ibu tidak tahu Lani menangis. Akan tetapi air matanya justru semakin deras mengalir.
Setelah membereskan mainan. Lani keluar rumah diam-diam. Ia tak bisa menahan rasa sedihnya. Walaupun ia sendiri tak tahu pasti apa yang membuatnya menangis. Lani hanya merasa ibu tidak sayang padanya sejak adik lahir.
"Lani! Main yuk," ajak Bunga dari rumah seberang.
Tanpa menjawab, Lani berlari ke rumah Bunga.Â
"Kamu habis nangis ya?" tanya Bunga melihat bekas air mata di pipi Lani.
"Enggak!" elak Lani.
"Itu, bekasnya masih ada. Habis dimarahi yaa?"
Lani diam tak menjawab. Karena tak bisa menyangkal. Beruntung Bila datang dan mengajak mereka bermain.
"Eh, Lani, Bunga! Main ke taman yuk!"
"Yuk!"