Hari semakin gelap saat Matahari tenggelam di ufuk barat. Kinan berdiri mematung di depan sebuah Masjid hingga seorang wanita paruh baya membawanya.Â
Kinan menurut semua ajakan dan perintah wanita tersebut. Sambil berurai air mata Kinan menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang diajukan wanita tersebut dan menceritakan kejadian detail mengenai dirinya.Â
"Sudah, jangan menangis lagi. InsyaAllah nanti kami akan membantumu pulang," ucap wanita itu membuat Kinan merasa lega.Â
"Sekarang makan dulu ya," ucap WA ita itu lagi yang dibalas anggukan oleh Kinan.Â
Kinan mengambil sebuah lontong dari piring dengan tangan bergetar. Kemudian membuka bungkusnya dan makan dengan berurai air mata. Ia benar-benar merasa lapar. Saat ia menempelkan ujung lontong ke lidahnya, dada Kinan sesak di penuhi rasa rindu keadaan rumah.Â
Terbayang bagaimana ibu selalu memperhatikan dan mengingatkan dalam segala hal. Baru kali ini menyadari segala amarah serta sikap cerewet ibu adalah bentuk kasih sayangnya.
Pulang dan kembali bersama keluarganya, hanya itu yang diinginkan Kinan sekarang.Â
Tamat
Mutia AH
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H