Mohon tunggu...
Mutia AH
Mutia AH Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Fiksi

Menulis yang ringan dan positif

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Balada Cinta Eyang Kaji (Pelet Nini Kesong)

7 Mei 2020   12:32 Diperbarui: 7 Mei 2020   12:41 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tebar pesona dengan keliling desa menggunakan mobil Ayla miliknya. Kesibukan barunya membuat Sukir lupa dengan pekerjaannya di kota. Pada dasarnya, ia memang tak butuh pekerjaan karena toko beras Haji Dulah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga tujuh turunan.

"Sukir, shalat Maghrib. Ojo dolanan HP bae, inget maring Sing Gawe Urip," nasihat Haji Dulah pada putra bungsunya.

"Halahh, Pak! Giliran waras bawel," ucap Sukir cuek.

Begitulah kerjaan Sukir, tebar pesona dan pijit-pijit HP setiap harinya.

"Sukir, wayah Maghrib masuk omah, ora ilok ndodok nang ngarep lawang." Kembali Haji Dulah memperingatkan. Namun, pemuda itu sama sekali tak mengindahkan nasihat ayahnya, ia tetap asyik dengan gawai di tangannya.

Angin berembus membawa aroma kemenyan yang dibakar seseorang. Sukir bergidik ada hawa dingin menjalari tengkuknya ,tetapi sesaat kemudian tubuhnya merasakan hawa panas. Membuat lelaki itu gelisah dan uring-uringan tanpa alasan.

Hingga beberapa hari Sukir bersikap aneh, setiap waktu Maghrib ia kumat, meski hawa dingin karena seharian hujan, serta AC yang terus menyala di kamarnya, Sukir tetap merasa kepanasan.

Seperti petang ini, Sukir mondar-mandir di kamarnya. Bibi dan ayahnya hanya geleng-geleng kepala keheranan. Namun, tiba-tiba pemuda itu tertegun, memasang pendengarannya baik-baik. Kemudian, ia berlari ke luar rumah, disusul bibi dan ayahnya.

Sampai teras Sukir berhenti, dan tersenyum sumringah. Dilihatnya seorang gadis cantik tengah berjalan mendekat, dialah putri bungsu Nini Kesong.

"Lastri!" panggil Sukir kemudian. Membuat sepasang kakak beradik di belakangnya melongo keheranan, karena tak melihat siapapun di sana.

Tamat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun