Mohon tunggu...
Musfiq Fadhil
Musfiq Fadhil Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Abdul Hamma

Lulusan S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat - Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Obituari: Abdul Azis Le Putra Marsyah

6 Februari 2021   04:06 Diperbarui: 6 Februari 2021   04:27 832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Percakapan pertama di Kompasiana - Dokpri

Abdul Azis Le Putra Marsyah di Kompasiana

Pada Jumat, 5 Februari 2021 saudara kita, Abdul Azis Le Putra Marsyah -seorang Kompasianer yang aktif menulis Sastra- dikabarkan telah berpulang untuk selamanya.

Abdul Azis Le Putra Marsyah merupakan Kompasianer seusia saya (usia dua puluhan) asal Kediri, Jawa Timur. Tercatat pertama kali ia bergabung menjadi anggota Kompasiana sekitar Agustus 2020, di akun ini. Namun karena akunnya sempat mengalami blokir, ia kemudian bergabung kembali pada Oktober 2020 akun ini.

Meski kehadirannya di Kompasiana belum terlalu lama tetapi dalam waktu yang singkat itu, dia sudah mampu menorehkan pengaruh dan dukungan yang besar bagi perkembangan kepenulisan para Kompasianer.

Di Kompasiana, Abdul Azis Le Putra Marsyah tergolong sebagai Kompasianer yang aktif. Ia dikenal sebagai sosok yang sangat mencintai dunia sastra dan seorang yang peduli terhadap kelestarian kebudayaan Jawa.

Karya-karya tulis, terutama Puisi yang dia hasilkan selalu membuat saya kagum. Puisi berjudul "Hamba Nista", merupakan satu dari sekian ratus Puisi yang menurut saya sangat keren.

Puisi Abdul Azis
Puisi Abdul Azis

Puisi tersebut seolah menggambarkan diri saya sebagai hamba (Abdul) yang nista, yang teramat susah untuk menghindari perbuatan dosa.

Namun meskipun dia tergolong lihai dalam menulis puisi, ia tetap rendah hati. Terlihat ketika saya memuji karyanya ia tak menyombongkan diri. Dia mengelak pujian dari saya dan malah balik memuji saya, padahal karya saya belum apa-apa jika dibandingkan dengan karyanya.

Tak hanya aktif dalam menulis, Abdul Azis dikenal sebagai seorang yang aktif melakukan interaksi dengan Kompasianer lain. Ia sosok yang ramah.

Dalam kesibukan dia di dunia nyata, ia kerap menyempatkan diri untuk memberikan apresiasi berupa vote dan komentar membangun yang membuat Kompasianer semakin semangat dalam menulis dan memghasilkan karya di Kompasiana.

Bagi kawan kompasianer yang aktif, mendengar nama Abdul Azis (le Putra Marsyah) tentu sudah tidak akan merasa asing lagi. Boleh dibilang pembawaan dia dalam berkompasiana mirip seperti Pak Tjip, santun dan ramah.

Kepergian dirinya untuk selamanya ini tentu memunculkan duka yang mendalam bagi Kompasianer. Saya termasuk Kompasianer yang merasa sangat kehilangan dirinya.

Abdul Azis dan Perjalanan Puisi Saya

Sejak remaja saya suka membaca Puisi, dan beberapa kali menulis Puisi walaupun hanya untuk kepuasan pribadi (Kala itu untuk diri sendiri).

Tapi puisi bagi saya sekedar hobi, saat itu saya tak punya niat untuk menekuni apalagi bercita-cita menjadi penyair. Tak pernah terbersit sekalipun dalam pikiran saya untuk mengirimkan puisi ke media cetak.

Lambat laun, ketika gelora remaja sudah menghilang, saya akhirnya meninggalkan -benar-benar melupakan- hobi membaca dan menulis puisi dan bahkan membenci dan menganggap puisi itu terlalu lebay.

Ketika saya beranjak dewasa,  -di mana berbagai persoalan hidup sesungguhnya mulai melanda bertubi-tubi- saya mengalami stress (mungkin krisis seperempat abad), tiba-tiba hasrat untuk membaca dan menulis puisi muncul kembali.

Saya pun akhirnya mulai membaca beberapa puisi untuk menghibur diri. Lalu mencoba kembali menulis puisi sebagai terapi jiwa agar dijauhi dsri rasa tertekan. Beberapa puisi yang saya tulis itu lalu saya publikasikan di Kompasiana.

Tak disangka, puisi saya -yang hanya sekedar iseng- itu mendapatkan apresiasi luar biasa dari para Kompasianer. Apresiasi  positif yang saya dapatkan membuat saya gembira sehingga beban pikiran yang tertekan itu seolah hilang begitu saja.

Salah satu Kompasianer yang awal-awal mengapresiasi puisi saya kala itu adalah Almarhum Abdul Azis Le Putra Marsyah. Tak hanya mengapresiasi, dia bahkan sampai menghubungi saya lewat fitur percakapan untuk saling bertukar ilmu dan berdiskusi tentang sastra. "Biar Lebih Akrab", Katanya.

Percakapan pertama di Kompasiana - Dokpri
Percakapan pertama di Kompasiana - Dokpri

Apresiasi dari Abdul Azis inilah yang kemudian menjadi salah satu dorongan untuk kembali menjadikan puisi sebagai hobi bukan hanya untuk menghibur diri tapi juga untuk menghibur orang lain.

Hari-hari berikutnya saya semakin bersemangat dalam menulis puisi di Kompasiana. Hingga pada Kompasiama Award tahun lalu, berkat dukungan Abdul Azis serta kawan Kompasianer lain saya masuk dalam Nominee Best In Fiction.

Sertifikat Kompasiana Award - Dokpri
Sertifikat Kompasiana Award - Dokpri

Menjadi nominasi dalam ajang sebesar itu merupakan sebuah kehormatan yang luar biasa bagi saya. Sampai saat ini ingin rasanya berlutut di hadapan Abdul Azis dan seluruh Kompasianer, sebagai wujud ungkapan terima kasih saya apresiasi mereka terhadap puisi saya.

Dia yang menyembunyikan Luka

Abdul Azis Le Putra Marsyah, saya tak sekalipun bertemu dengan dia. Komunikasi kami berdua selama ini hanya lewat udara, lewat Kompasiana, dan terakhir lewat WA.

Meskipun begitu, sosoknya begitu nyata mempengaruhi kehidupan saya dalam menulis puisi. Dengan sikapnya yang ramah, sopan, dan rendah hati kita berdua saling bersapa dan berdiskusi tentang puisi.

Bahkan dia merupakan satu-satunya dan orang pertama yang mau membacakan secara lisan salah satu puisi karya saya.

Obrolan dengan Almarhum - dokpri
Obrolan dengan Almarhum - dokpri

Dia juga tak segan untuk mengajari saya bagaimana cara membaca puisi yang bagus dan agar saya selalu percaya diri ketika suatu saat diminta melisankan puisi.

Komunikasi terakhir saya dengan dia terjalin bulan Desember lalu. Ketika itu saya terheran dengan sikap dirinya yang tiba-tiba menuliskan kalimat perpisahan, dia pamit tidak akan menulis lagi di Kompasiana.

Ketika saya tanya alasan dia ingin meninggalkan Kompasiana, dia tak mau menjawab alasannya. Seperti ada luka dalam dirinya, tapi dia berusaha selalu menyembunyikannya.

Saya pikir kalimat pamit yang dia ungkapkan kala itu hanya nge-prank sebab setelah mengungkapkan ingin pamit pada Desember 2020, saya lega karena dia muncul lagi dengan menuliskan beberapa artikel di bulan Januari 2021.

Pamit - dokpri
Pamit - dokpri

Namun tak kusangka, dia benar-benar ingin pamit. Pada Februari ini dia benar-benar tidak menulis lagi di Kompasiana. Dia meninggalkan dunia yang fana, menuju surga.

Bagi saya, dia bukan sekadar sahabat, dia merupakan keluarga sekaligus guru saya. Kabar kepergian dia yang mendadak ini membuat saya merasa kehilangan luar biasa sampai air mata saya turun meratapi kepergiannya.

Abdul Azis, selamat Jalan. Segala tentangmu akan selalu kami kenang.


Puisi untuk Abdul Azis Le Putra Marsyah

Santri Puisi
Untuk Abdul Azis Le Putra Marsyah

Gerimis Februari
turun di Kediri
Berpayung puisi kau pergi
Susuri jalanan sunyi
Menuju pondok abadi
Mengaji
beribadah puisi.

(2021)

*Abdul Azis, semasa masih ada, kau pernah meminta saya membuatkan puisi. Tetapi saya menyesal, maafkan saya karena baru dapat memenuhi keinginanmu ketika kau telah berada di sana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun