Mohon tunggu...
Mustikha Larasati
Mustikha Larasati Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Hukum Keluarga Islam - Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Book Review: Dinamika Hukum Perdata Islam di Indonesia

9 Maret 2023   14:30 Diperbarui: 23 Maret 2023   10:31 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demikian rukun dan syarat di kalangan para imam mazhab sangat bermacam-macam, namun keberlakuan rukun dan syarat dalam konteks umat Islam di Indonesia lebih mengarah dan cocok pada pendapat Imam Syafi'i. Hal demikian, didukung oleh beberapa perkara perkawinan yang bermasalah di Pengadilan Agama

Sementara dalam KHI Rukun dan syarat dapat dilihat pada Pasal 14 "Untuk melaksanakan perkawina Syarat calon suami dan calon istri tertuang dalam KHI Pasal 15 ayat 1 "Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam Pasal 7 UU RI. No.1 Tahun 1974 harus ada: a.) Calon suami; b.) Calon istri; c.) Wali nikah; d.) Dua orang saksi dan e.) Ijab dan kabul..

UU RI. No. 1 Tahun 1974 pada bab II secara jelas tidak menyebutkan dalam satu pasal pun yang mengatur tentang rukun dalam perkawinan, melainkan penekanannya hanya pada syarat-syarat dalam perkawinan saja. Mestinya dalam konteks UU RI. No. 1 Tahun 1974 yang telah menjadi acuan pokok dalam perkawinan di Indonesia, sehingga syarat tidak merupakan sebagai hal yang berdiri sendiri sebuah perkawinan. Melainkan syarat dalam undang-undang melekat pada rukun.

Perdebatan masalah rukun dalam undang-undang tersebut menunjukkan titik terang ketika KHI Pasal 14 mengatur rukun perkawinan yang harus terpenuhi. KHI menjadi penegas dan melengkapi yang menjadi kekurangan atau kelemahan dalam UU RI No.1 Tahun 1974. Dengan begitu, UU RI. No.1 Tahun 1974 tidak menjadi kaku dalam pemberlakuannya kepada seluruh umat Islam di Indonesia.

Dalam buku ini juga terdapat bab mengenai larangan perkawinan Hukum Islam mengatur perempuan-perempuan yang dilarang dikawini berdasarkan dalam al-Qur'an surah al-Nisa/ 4: 22, 23 dan 24, sebagai berikut;

Perempuan yang haram dikawini untuk selamanya.

a. Haram dikawini sebab hubungan nasab, di antaranya; (1) Ibu, termasuk dalam pengertian ibu adalah nenek dan seterusnya ke atas baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu. (2) Anak perempuan, termasuk dalam pengertian anak perempuan adalah cucu perempuan dari anak laki-laki maupun dari anak perempuan dan terus ke bawah. (3) Saudara perempuan, baik sebapak dan seibu, maupun sebapak saja atau seibu saja. (4) Bibi, yaitu saudara perempuan bapak dan ibu, baik sekandung maupun sebapak dan seibu. (5) Kemanakan (keponakan) perempuan, yaitu anak perempuan saudara laki-laki atau saudara perempuan dan seterusnya ke bawah.

b. Haram dikawini sebab hubungan sesusuan. (1) Ibu susuan, yaitu seorang wanita yang pernah menyusui seorang anak. Ibu tersebut dipandang sebagai ibu kandung, sehingga haram untuk dikawini. (2) Nenek sesusuan, yaitu ibu dari yang menyusui, atau ibu dari suami yang menyusui. (3) Bibi sesusuan, yaitu saudara perempuan dari ibu susuan atau saudari perempuan dari suami ibu susuan. (4) Saudara perempuan, baik saudara sebapak kandung maupun seibu saja.

c. Haram dikawini sebab hubungan perkawinan. (1) Mertua perempuan dan nenek perempuan istri, baik dari pihak bapak maupun ibu. (2) Anak tiri, dengan ketentuan telah bercampur dengan anak tiri itu. (3) Menantu, yaitu istri anak, istri cucu dan terus ke bawah. (4) Ibu tiri, yaitu bekas istri bapak.

d. Haram dikawini sebab sudah dilian. Para ulama fikih berpendapat bahwa sumpah lian mengakibatkan suami istri harus berpisah (cerai) dan tidak boleh kawin lagi selamalamanya.

Perempuan yang haram dikawini untuk sementara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun