Halo semua,ini adalah postingan pertama saya di Kompasiana Pribadi saya. Saya adalah survivor kanker leiomyosarcoma sejak 2012. Saya akan menceritakan riwayat sakit saya.
Pada tahun 2012, dikarenakan ada miom, kista dan endometriosis yang sudah besar dan mengganggu, dokter menyarankan supaya dilakukan operasi pengangkatan miom, kista dan endometriois yang ada di dalam rahim saya.
Ternyata saat dilakukan operasi, kondisi rahim saya sudah tidak baik hingga dokter memutuskan untuk mengangkat seluruh rahim saya, termasuk mulut rahim dan kelenjar getah bening di sekitar rahim.Â
Pada saat operasi dilakukan pula biopsi beku, yaitu biopsi yang dilakukan saat operasi. Hasilnya saat itu adalah leiomyosarcoma, yaitu sejenis kanker ganas pada otot polos.
Selain itu, dilakukan pula biopsi yang hasilnya baru akan diketahui 3 hari kemudian. Ternyata hasil biopsi terakhir bukan leiomyosarcoma (kanker ganas) tetapi mioma, sejenis tumor jinak. Saya dan keluarga menjadi tenang begitu hasil akhirnya itu tumor jinak.
Beberapa tahun kemudian, yaitu akhir tahun 2015, tiba-tiba saya mengalami sesak napas. Saya kemudian dibawa ke UGD. Dokter bertanya tentang riwayat kesehatan saya, setelah dilakukan pengecekan lebih lanjut, dokter menyarankan untuk dilakukan petscan dan hasilnya terdapat tanda merah di rahim, paru dan tulang belakang, yang berarti kemungkinan terdapat kanker di rahim, paru dan tulang belakang.
Saya kemudian melakukan pengecekan ke beberapa dokter lain dan para dokter menyarankan agar saya kembali ke dokter yang melakukan operasi pengangkatan rahim saya.
Ketika saya kembali ke dokter yang melakukan pengangkatan rahim pada tahun 2012 lalu, dokter menyarankan untuk dilakukan biopsi ulang terhadap preparat lama saat operasi tahun 2012, dan dilakukanlah biopsi pada preparat tersebut yang masih tersimpan di rumah sakit dan hasilnya adalah leiomyosarcoma, yaitu kanker ganas. Ternyata ada kesalahan diagnosa saat tahun 2012 lalu.
Ada salah seorang dokter yang sudah memvonis saya kalau usia saya antara 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Waktu itu dokter bertanya apakah ia boleh berterus terang. Saya menjawab silahkan.
Kemudian sang dokter berkata secara "to the point" sambil menangkupkan kedua tangannya terbuka dan tertutup sambil berkata kalau kemungkinan saya akan mati megap megap seperti tangannya itu.
Dikarenakan biaya pengobatan yang besar, saya kemudian berobat dengan menggunakan BPJS di Jakarta. Saya beruntung dokter yang menangani saya sangat baik dan perhatian kepada semua pasien-pasiennya tanpa membedakan mana pasien berbayar atau pasien BPJS.
Sebelumnya saya telah melakukan konsultasi ke beberapa dokter, dan rata-rata mengatakan akan sulit untuk mengobati kanker saya ini, apalagi jenis kanker saya ini tidak respon terhadap kemoterapi.
Waktu itu saya hanya sempat menjalankan radiasi 10x terhadap kanker di tulang belakang dan juga beberapa kali infus bondronate untuk menguatkan tulang belakang saya. Selain itu, tidak ada tindakan medis lainnya.
Di tengah keputusasaan, akhirnya ada seorang sahabat saya, berinisiatif mendaftarkan saya untuk mengikuti retret meditasi kesehatan Bali Usada. Sebenernya saya pernah mengikuti retret ini, tetapi karena kesibukan saya bekerja, saya tidak pernah latihan meditasi di keseharian saya.
Beberapa sahabat saya mengantarkan saya ke tempat meditasi Bali Usada di Cisarua. Saat itu saya membawa tabung oksigen untuk berjaga-jaga andai saya mengalami sesak napas.
Saya ikut retret meditasi selama 7 hari 6 malam (Tapa Brata 1), setelah retret selesai, saya merasa badan saya lebih segar. Kemudian saya memutuskan untuk ikut meditasi tahap selanjutnya (Tapa Brata 2) selama 12 hari di Forest Island, Bali.
Saya langsung mendaftar retret di Forest Island, Bali. Ketika itu saya berangkat sendirian dari Jakarta ke Bali. Selama bandara saya menggunakan kursi roda. Sampai Bali, saya dijemput sahabat saya dan diantarkan ke center Bali Usada di Sanur.
Dari Sanur, saya melanjutkan perjalanan ke center Forest Island di Baturiti, bersama peserta lainnya. Ternyata saya tidak bisa mengikuti retret dengan baik. Pikiran saya kacau dan badan saya lelah sekali. Selama meditasi, paru-paru saya sakit sekali, mungkin karena proses penyembuhan. Selama di tempat meditasi, saya menggunakan tongkat untuk berjalan, karena dada saya terasa berat, untuk berjalan pun cepat lelah.
Ketika akhir retret, saya diminta untuk memberikan kesan dan pesan. Saat menyampaikan pesan dan kesan, pikiran saya masih kacau, apalagi teringat dokter yang blak-blakan berkata kalau usia saya sebentar lagi. Saat menyampaikan kesan dan kesan, saya berkata kalau saya akan mati 6 bulan lagi. Saat itu semangat hidup saya sudah tidak ada.
Kemudian setelah acara kesan dan pesan selesai, pak Agus, salah satu instruktur senior memberikan masukan ke saya. Saya tidak boleh berpikir kalau saya tidak bisa sembuh. Saya harus mengubah mindset saya menjadi saya pasti sembuh.
Setelah mendengar masukan dari pak Agus, saya merasa ada satu energi yang besar yang membuat saya menjadi lebih bersemangat. Saya pasti sembuh. Mungkin bisa dikatakan saat itu babak kehidupan baru saya dimulai.
Hari demi hari saya lalui, saya mencoba bermeditasi setiap hari di rumah. Tak lama kemudian, seorang sahabat memberikan saya alat rajut untuk membuat topi. Hari demi hari saya lalui dengan membuat topi. Topi-topi itu sebagian saya jual.Â
Dari hasil penjualan, saya membuat topi untuk kemudian saya donasikan untuk pasien kanker terutama untuk pasien kanker yang sedang melakukan kemoterapi.
Saat itu, tiap harinya berjam-jam saya membuat banyak topi. Saya membuat topi dengan penuh konsentrasi sambil berkata dalam hati, semoga topi ini bermanfaat untuk yang pakai, semoga mereka semua berbahagia.Â
Mungkin kalau dihitung topi yang saya buat ada total 600-800, atau bahkan lebih. Ketika saya berobat ke rumah sakit, biasanya saya membawa beberapa topi dan jika saya melihat pasien yang perlu topi, saya berikan topi tersebut. Ada rasa bahagia pada diri saya ketika melihat mereka tersenyum saat menerima topi saya. Semoga mereka semua berbahagia. Semoga semua hidup berbahagia.
Suatu hari sekitar tahun 2017, saya mengalami gangguan saat saya hendak buang air kecil. Saya kemudian konsultasi ke dokter urology di Jakarta.
Setelah dicek ternyata saluran yang menghubungkan ginjal dan kandung kemih, terhimpit oleh kanker yang ada di rahim saya hingga membuat buang air kecil menjadi tidak lancar.
Kemudian dokter Urulogy menyarankan dipasangkan selang (DJ Stent) di saluran kemih saya dari ginjal ke kandung kemih. Beberapa orang sahabat saya menyarankan saya untuk second opini ke Singapura.Â
Akhirnya saya berangkat ke Singapura dan dokter di sana malah menyarankan agar dilakukan operasi untuk membuang semua nodul-nodul pada paru dan rahim.
Setelah mempertimbangkan beberapa hal terutama karena masalah finansial, akhirnya saya memutuskan untuk tidak melakukan operasi yang disarankan oleh dokter di Singapura.
Akhirnya saya memutuskan untuk menjalankan operasi pasang selang (DJ Stent) seperti yang disarankan oleh dokter Urology di Jakarta. Operasi pun dilakukan.
Tetapi saat dilakukan operasi dan kondisi saya sudah dibius, ternyata dokter mengalami kesulitan ketika memasukan selang dan perlu alat lain supaya selang bisa masuk ke saluran kemih, tetapi dokter tidak membawa alat tersebut.
Akhirnya operasi pemasangan selang pun diskedul ulang. Selama menunggu jadwal operasi pemasangan selang berikutnya, saya mencoba mengkonsumsi kunyit putih.Â
Ternyata kunyit putih ini membuat buang air kecil saya menjadi lebih lancar. Tidak lama dari itu, saya kembali pergi retret meditasi Bali Usada selama 1 bulan. Saya kemudian memutuskan untuk membatalkan pemasangan selang. Sampai saat ini saya sudah tidak ada masalah lagi dengan buang air kecil.
Kondisi saya semakin hari semakin membaik. Saya rutin mengikuti retret Bali Usada di Forest Island. Melihat kondisi saya yang semakin membaik, dokter saya pun mendukung meditasi yang saya lakukan, bahkan menyarankan pasien-pasiennya untuk bermeditasi.
Selama retret meditasi, biasanya paru-paru saya sakit, seringkali badan saya bergerak-gerak sendiri selama bermeditasi hingga membuat saya lelah.
Saya tidak begitu bisa mengikuti tahapan meditasi dengan baik. Apalagi di malam hari, saya sudah sangat lelah, ketika ceramah, saya menyandarkan kepala saya ke bantal meditasi, kepala saya terasa berat sekali.
Tapi saya tidak patah semangat, saya tetap terus rutin mengikuti retret meditasi setiap tahunnya, hingga akhirnya saya bisa memahami pelajaran yang diberikan. Selama retret, badan saya sakit sekali terutama di paru-paru.
Saat awal mengikuti retret meditasi, saya selalu ada harapan "saya ingin sembuh" dengan mengikuti retret meditasi, ternyata keinginan saya itu malah membuat saya tegang dan tidak relax.
Di retret berikutnya, saya sudah tidak ada keinginan apa-apa lagi. Saya hanya menjalankan apa adanya sesuai instruksi dan ternyata malah hasilnya lebih maksimal.
Suatu hari, waktu saya mengikuti retret Bali Usada, Tapa Brata 2 yang ke 5 kalinya, saat malam penyembuhan, tiba perut saya kembang kepis sendiri tanpa bisa saya kendalikan yang membuat saya menjadi lelah sekali. Beberapa bulan kemudian, saat saya melakukan MRI di rahim saya, ternyata kanker yang ada di rahim agak mengecil hingga tidak menempel lagi ke organ sekitarnya.
Saya dan beberapa teman aktif dengan kegiatan sosial di Rumah Singgah Faith. Rumah Singgah ini menyediakan tempat tinggal untuk para pasien BPJS yang tinggal di luar kota dan sedang berobat di Jakarta. Rumah Singgah Faith (RSF) kami ada 2, RSF1 untuk pasien dewasa kanker dan RSF2 untuk pasien anak Penyakit Jantung Bawaan.
Peran saya di RSF hanya tim penggembira yang membantu, tugas saya membuat laporan keuangan, selain itu saya menjadi salah satu tim untuk pengeluaran dana di bank (karena semua pengeluaran bank harus dilakukan oleh 2 orang), dan terkadang sebagai tim pembelian jika rumah singgah memerlukan barang-barang tertentu.
Kanker membuat saya sadar, bahwa ada kehidupan lain yang lebih berarti daripada hidup hanya untuk kepentingan diri sendiri.
Selama saya sakit, saya mengalami banyak sekali perubahan. Dahulu saya sibuk dengan pekerjaan saya sebagai karyawan swasta bahkan sering bekerja hingga larut malam, kalau sekarang saya tidak bisa bekerja lagi sebagai karyawan swasta, jadi saya harus bisa bekerja secara mandiri, saya lebih mempunyai waktu luang.
Teman pun ada yang menjauh karena mungkin sudah tidak selaras lagi, tetapi ada juga yang tetap setia berteman dengan saya. Saya juga banyak mengenal teman baru, tetapi banyak pula teman sesama kanker yang pergi berpulang ke sisiNya. Ada yang datang dan ada yang pergi. Hidup ini memang selalu berubah.
Kita tidak bisa selalu menoleh ke belakang karena yang berlalu sudah tidak bisa diubah lagi. Yang hanya kita bisa lakukan adalah bersyukur dengan kondisi sekarang. Meditasi mengajarkan saya banyak hal, menjadikan saya sadar dan menerima perubahan, dan juga membuat saya berpikir saat ini.
Masa lalu adalah sejarah, jadi lepaskanlah.
Masa depan adalah misteri, jadi biarkanlah ia datang.
Masa kini adalah anugerah, nikmatilah saat ini.
Saya bersyukur sekali bisa mengenal Bali Usada yang telah membuat kondisi kesehatan saya menjadi seperti sekarang ini. Kanker saya masih ada pada tempatnya, yaitu di rahim dan paru, tetapi mereka tidak aktif lagi. Saya sudah tidak sesak napas lagi. Saat ini sudah berlalu 8 tahun dari sejak saya divonis 6 bulan.
Terima kasih Bali Usada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H