Hal yang membedakan antara pemenang dan orang yang kalah adalah caranya di dalam mempersepsikan dan merespon kegagalan.
Ketika mengalami kebangkrutan, baik ayah maupun ibu Suneo tampak sedih dan kecewa. Suatu ekspresi yang wajar ketika mendapatkan musibah. Namun, mereka tidak larut dalam kesedihannya.
Mereka segera mengambil aksi dengan sumberdaya dan kemampuan yang mereka miliki.Â
Mereka juga menerima pedihnya kenyataan dengan lapang dada. Buktinya, mereka mau tinggal di gua. Padahal sebelumnya mereka tinggal di rumah mewah.
Mereka juga dapat beradaptasi dengan kondisi yang dipenuhi segala kekurangan. Untuk menyalakan api saja mereka harus berusaha keras dengan menggunakan bilah kayu yang digosok-gosokkan. Untuk makan, sang ayah harus berburu atau memancing ikan di sungai.
Selain itu, mereka segera menyusun rencana demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Ayah Suneo memutuskan untuk berkebun dan membuat kertas untuk kemudian dijual. Sedangkan ibunya, membuat roti yang juga untuk dijual.
Mereka juga tidak lupa bersyukur.Â
Di tengah keterbatasan, mereka bahagia bukan dengan menonton televisi atau mandi air hangat seperti yang mereka biasa lakukan. Mereka bahagia hanya dengan menatap langit malam yang penuh dengan bintang.
Ketabahan (Grit) adalah keinginan kuat/hasrat untuk mencapai suatu tujuan besar dalam hidup yang disertai dengan kegigihan dalam menghadapi kesulitan dan tantangan yang menyertainya.
Kemampuan tersebut perlu dimiliki untuk dapat menggapai kesuksesan dalam hidup. Lalu, bagaimana agar kita dapat menjadi seorang yang memiliki ketabahan?.
Prof. Angela Duckworth mengatakan:
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!