Selebihnya, tinggal mengurus soal lobi-lobi politik melalui deal dan komitmen kebersamaan dengan partai lain. Inilah tantangannya.
Sebab akan sia-sia, menjual sesuatu yang sebenarnya tidak diterima dan mendapatkan banyak penolakan oleh para pembeli dan pelanggan. Ia akan usang, berkumpul bersama tumpukan barang-barang berdebu di pojokan toko. Bahkan saat diletakkan di etalase terdepan pun, tak banyak yang menggubrisnya.
Lalu bagaimana melihat peluang Gus AMI? Saya bukan analis dan pengamat, hanya seorang kuli besi tua yang kebetulan menulis.Â
Tapi bagi saya, tentu saja melalui penglihatan seadanya, Gus AMI akan mentok di perebutan dan pertarungan kursi Wapres. Itu pun jika kerja-kerja dan usaha ekstra luar biasa dilakukan dengan sempurna. Jika tidak, ya, akan kembali seperti sebelum-sebelumnya.
Tapi sebagai sebuah cita-cita, bagus. Lambungkan saja sekalian setinggi langit meski sekalinya jatuh pasti sakit. Tapi minimalnya, masih tersendat-sendat di antara awan. Capres saja dulu, toh, nanti kalau pun jatuhnya ke Cawapres, tidak jauh-jauh amet. Senang malah. Begitu kira-kira.Â
Kalau ternyata akhirnya benar menjadi Capres, sungguh luar biasa. Tapi bagaimana menurut pembaca?
Salam,
Mustafa Afif
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H