Mohon tunggu...
Ibnu Abdillah
Ibnu Abdillah Mohon Tunggu... Wiraswasta - ... kau tak mampu mempertahankan usiamu, kecuali amal, karya dan tulisanmu!

| pengangguran, yang sesekali nyambi kuli besi tua |

Selanjutnya

Tutup

Sosok Artikel Utama

Mentok di Wapres, Gus AMI

17 Februari 2022   16:36 Diperbarui: 18 Februari 2022   12:15 1429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wakil Presiden terpilih Maruf Amin berpidato saat penutupan Muktamar PKB 2019 di Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu (21/8/2019). (ANTARA FOTO/FIKRI YUSUF via kompas.com)

Tulisan ini bermula dari ketidaksengajaan ketika membaca topik-topik yang menjadi perbincangan di twitter, beberapa kali hastag yang berkaitan dengan Ketua Umum PKB sekaligus Wakil Ketua DPR RI, Abdul Muhaimin Iskandar, muncul sebagai trending. 

Topiknya? Ya, tentu saja hastag yang berkaitan dengan copras-capres.

Sebagaimana kita tahu, sebelumnya sempat ada beberapa hastag yang menjadi trending topic di twitter seperti #GusMuhaiminPresiden2024, #GusMuhaiminCapres2024, lalu yang terbaru #LaporGusMuhaiminAja. 

Kedepan, sepertinya akan banyak hastag seperti ini sebagaimana terjadi pada Ganjar, Anies, atau pun yang lainnya.

Tak ada yang istimewa sebenarnya, terutama ketika kita tahu, bahwa platform twitter memang menjadi ladang terbaik untuk adu hastag, adu kekuatan secara medsos, adu isu dan topik, bahkan adu kekuatan boot alias robot. Pola yang terakhir ini, selalu ditemukan dan mudah dibaca. Tak perlu ahli untuk mengetahuinya.

Apakah trending itu natural atau ulah akun-akun ternakan? Tulisan ini tidak untuk menghakimi itu. Biarkan saja begitu, toh, ini juga agenda politik dan dilakukan oleh hampir semua yang berhasrat. 

Tapi yang jelas, kita perlu akui, bahwa PKB sudah memanaskan mesin dan kekuatan partai untuk ikut meramaikan dunia pencapresan dua tahun lagi.

Pencapresan itu seperti rimba, siapapun dan partai politik apapun berhak untuk memasukkan nama atau tokoh-tokohnya pada slot-slot yang tersedia, dan PKB secara tegas mengambil satu slot itu untuk menawarkan sosom Ketua Umum-nya.

Kita membacanya sudah sejak lama, setidaknya dimulai dari rebranding nama dari Cak Imin menjadi Gus AMI. "Cak" yang lebih egaliter, diubah menjadi "Gus". "Cak" yang ingin menjual kebaruan, kemudaan, dan kemodernan berubah menjadi "Gus" yang lebih "sakral". 

Entah apa yang melatarbelakangi, tapi jelas tidak mungkin karena primbon atau pertimbangan-pertimbangan supranatural. Secara spiritual dan kebaruan, mungkin masih masuk akal.

Lalu branding Gus AMI sebagai Jenderal Santri, termasuk juga bagaimana upaya PKB "menguasai" dan seolah menjadi satu-satunya representasi politik orang-orang NU.

Beberapa postingannya di berbagai platform medsos mulai dipenuhi dengan kerja-kerjanya, hasil survei internal.

Ide-idenya termasuk soal Nobel Perdamaian, gelar-gelar serta kehormatan yang disematkan kepadanya dan tentu saja deklarasi dari beberapa komponen atau kelompok yang menginginkannya menjadi Presiden.

Semuanya sah-sah saja. Memang begitulah seharusnya.

Foto Profil akun Twitter Gus AMI @cakimiNOW
Foto Profil akun Twitter Gus AMI @cakimiNOW

Sampai sejauh ini, di tataran internal PKB tidak ada yang mampu "berisik" terkait Gus AMI. Termasuk juga tidak ada orang-orang di luar partai yang merayu tokoh-tokoh PKB sehingga muncul matahari-matahari di tempat lain. 

Gus AMI juga berhasil membuat PKB steril dan "bersih" dari pihak-pihak internal yang berpotensi merusak suasana, lebih-lebih yang berpotensi melahirkan dualisme atau sebagainya sebagaimana terjadi di beberapa partai.

Ini harus kita akui sebagai sebuah keberhasilan. Kemampuannya menjadi penguasa PKB, yang oleh banyak kalangan disebut sebagai "kudeta", menjadikan Gus AMI sebagai pembelajar yang baik agar hal itu tidak terjadi lagi. 

Memang benar seperti rumus yang diyakini banyak kalangan bahwa, otoritarianisme seorang pemimpin diperlukan dalam memimpin partai.

Apakah pemberitaan dan memainkan trending-trending di medsos itu penting? Tentu saja iya. Meski hasilnya kurang signifikan yang penting terus saja menjual. 

Minimal untuk menunjukkan kekuatan dan komando medsos partai, memberitahukan informasi terbaru tentang Gus AMI yang sebenarnya, atau setidaknya tersedia informasi yang cukup sebagai alasan bagi pendukungnya untuk konsisten mendukung Gus AMI.

Apakah hal itu akan berpengaruh? Inilah sebenarnya pertanyaan yang harus dijawab oleh orang-orang PKB terutama sejauh mana acceptance masyarakat terhadapnya, termasuk dalam mendongkrak elektabilitasnya sebagai Capres 2024. 

Begitu juga dengan tingkat penerimaan partai-partai lain terhadapnya.

Sebab, kita juga harus mengakui, bahwa banyak nama-nama yang lebih dulu "harum" dibandingkan Gus AMI, baik sebagai personal ataupun Ketua Umum sebuah partai. 

Ada Anies, Prabowo, Ganjar, Sandi, Ridwan Kamil, Puan, AHY, Airlangga, dan beberapa tokoh lain yang secara prestasi, kerja, dan profilnya berada di atas Gus AMI. 

Elektabikitas bisa dikejar. Pada titik tertentu, bahkan bisa dipoles. Jadi ia bukan satu-satunya jawaban, memang. 

Tapi upaya untuk mendongkrak Gus AMI secara media memerlukan usaha yang ekstra, terutama jika dikaitkan dengan beberapa pengalaman dan kejadian masa lalu yang kurang mengenakkan secara politik dan manajemen isunya.

Memerlukan orang-orang yang membela mati-matian untuk memberikan kebenaran sekaligus pembenaran sehingga ia menjadi satu-satunya pilihan yang paling representatif untuk mewakili suara kelompok tertentu.

Kita tahu, bertahan sampai sekarang adalah sesuatu yang luar biasa bagi Gus AMI sekaligus menunjukkan kekuatan dan kemampuan lobi politiknya yang patut diacungi jempol, tapi justru pada sisi itu yang memerlukan polesan lebih agar Gus AMI benar-benar "terjaga". 

Kenapa penting? Sebab sebelumnya, jika analisa banyak kalangan benar, bahwa Jokowi memerlukan NU untuk memenangkan kontestasi yang kedua kemarin, mestinya Gus AMI menjadi pilihan terbaik ketika itu. 

Tapi apa yang terjadi? Tidak demikian. Artinya apa? Tentu ada masalah dengan acceptance masyarakat, tokoh-tokoh politik, serta para penentu dalam partai koalisi terhadap sosok Gus AMI.

Tapi bagaimanapun, Gus AMI memiliki modal yang cukup untuk memoles citra. Ia juga punya posisi untuk berbicara dan mengedepankan kerja. 

Mestinya modal itu bisa dijadikan alat mengkapitalisasi popularitasnya sehingga lebih disukai dan diterima dan berimplikasi pada menguatnya elektabilitas, pada akhirnya. 

Selebihnya, tinggal mengurus soal lobi-lobi politik melalui deal dan komitmen kebersamaan dengan partai lain. Inilah tantangannya.

Sebab akan sia-sia, menjual sesuatu yang sebenarnya tidak diterima dan mendapatkan banyak penolakan oleh para pembeli dan pelanggan. Ia akan usang, berkumpul bersama tumpukan barang-barang berdebu di pojokan toko. Bahkan saat diletakkan di etalase terdepan pun, tak banyak yang menggubrisnya.

Lalu bagaimana melihat peluang Gus AMI? Saya bukan analis dan pengamat, hanya seorang kuli besi tua yang kebetulan menulis. 

Tapi bagi saya, tentu saja melalui penglihatan seadanya, Gus AMI akan mentok di perebutan dan pertarungan kursi Wapres. Itu pun jika kerja-kerja dan usaha ekstra luar biasa dilakukan dengan sempurna. Jika tidak, ya, akan kembali seperti sebelum-sebelumnya.

Tapi sebagai sebuah cita-cita, bagus. Lambungkan saja sekalian setinggi langit meski sekalinya jatuh pasti sakit. Tapi minimalnya, masih tersendat-sendat di antara awan. Capres saja dulu, toh, nanti kalau pun jatuhnya ke Cawapres, tidak jauh-jauh amet. Senang malah. Begitu kira-kira. 

Kalau ternyata akhirnya benar menjadi Capres, sungguh luar biasa. Tapi bagaimana menurut pembaca?

Salam,
Mustafa Afif

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun