Saya sering mengajak yang menulis untuk membaca tulisannya sendiri. Usahakan membaca dengan penghitungan waktu menarik nafas. Nah. Cara ini cukup berhasil.
Dalam praktek, tulisan yang baik hanya bisa dituliskan paling-paling satu setengah halaman. Setelah itu nafas kita tidak bisa membaca tulisan itu. Maka gunakan tanda baca titik. Ataupun tanda baca koma yang kemudian diakhiri tanda baca titik pada kesempatan selanjutnya.
Masih banyak ditemukan kesalahan fatal didalam kita membaca tulisan. Mungkin karena kita menguasai Bahasa Indonesia, maka pelajaran Bahasa Indonesia sering diabaikan sehingga praktis materinya kemudian tidak menjadi perhatian.
Keempat. Penggunaan kata lisan menjadi tulisan. Entah memang “tidak tahu”, seringkali penulisan kata lisan namun kemudian tetap dituliskan didalam bahasa tulisan.
Kata-kata “ngga” seringkali ditemukan. Baik dituliskan “ngga”, “nggak”, ngak” ataupun kata lain.
Padahal Bahasa Indonesia sudah menegaskan kata “tidak” atau “tak” (tergantung konteks dan pesan yang disampaikan”.
Begitu juga kata “segerah”, “ruma”, “rubah”. Kesalahan fatal ini masih sering ditemukan.
Kelima. Struktur tulisan. Dalam praktek masih sering ditemukan. Antara struktur satu dengan struktur lain sering “bertabrakan”, mengulangi hingga berputar-putar.
Padahal dengan struktur yang baik, pembaca paham dengan maksud dari penulis.
Terlalu banyak cerita yang terbuang percuma karena keengganan kita membacanya. Terlalu banyak cerita yang bagus namun kita malas terus membacanya. Sayang sekali memang.
Keenam. Teknik Penulisan. Kuasai teknis penulisan. Kalau malas beli buku ataupun mengulangi pelajaran sekolah, buka internet. Disana banyak sekali “berseliweran” panduan untuk menulis.