"Ini milik Galih. Serius!! Dan kamu tahu, aku akan lakukan apa pun untuk membuatnya selalu kagum padaku," Dara benahi gagang kaca matanya, tajamkan tatap dan rangkap aku pada ketiadaan penolakan.
Tak ada yang tak kagum padamu Ra. Bahkan aku sekali pun. Masalahnya, aku tak yakin aku berhasil menjadi sosok yang mengagumkan bagimu..
"Sebagai ganti, aku akan bawa laptop dan notebook ini. Tapi, aku terpaksa harus kerjakan di rumah. Galih mengajakku menonton satu liga basket di kampus. Akan aku bawa besok pagi. Hmm, sepertinya sudah cukup jelas. Ah, sebentar. Satu mug besar coklat panas, ekstra buat sarapanmu pagi ini. I'm leaving now Dre," kalimat panjang terakhir yang terdengar dari mulut mungil Dara hari itu. Tentu ia sedang terlalu sibuk berikan kesan pada Galih.
Dua kelebatan singkat demi letakkan mug besar coklat panas. Satu yang Dara tak tahu, aku bahkan belum sarapan sama sekali.
Aku beringsut ke kulkas di sudut ruangan. Dua potong sandwich dingin kujejalkan ke perut. Sunrise muram berganti menjadi pagi berkabut tipis. Lidah ombak yang jilati satu sisi pantai Marina, ingatkanku pada setiaku menunggu Dara. Menunggunya membaca setiap kesan yang kutinggalkan. Sepertinya, penantian yang masih saja panjang.
***
Selang enam jam berikutnya..
"Duh, semua cara sudah tak bisa. Dre, gimana dong nih?"
"Up to you honey...Sebagian data berhasil kuselamatkan. Tapi laptopnya tidak. Mau coba cek data-datanya? Atau bawa saja Galih ke sini dan kabari nasib laptopnya, mungkin dia mau bawa ke tempat lain?"
"Apa aku belikan laptop baru yang sama persis, pindahkan data-datanya dan bilang ke Galih kalo aku berhasil perbaiki laptopnya?"
"Wah, seingatku, itu sih namanya bohong. Entah ya kalo bahasamu berbeda.."