Satu bayangan tinggi segera beranjak dari hadapanku. Tak ada kalimat apapun. Hei!!
Punggung Angga lurus, teruskan arahnya ke ruang guru. Baik, istirahat pertama, Angga harus tahu siapa aku. Harus mau. Aku tak pedulikan tidaknya.
“Aku menunggu permintaan maaf!”
“Aku minta maaf. Itu tak sengaja. Masing-masing kita sedang bergegas. Sudah?!”
“Sudah? Nggg, aku…”
“Kau Rengganis, siswa baru pindahan dari Sydney. Itu aku tahu…”
Kembali punggung tegap Angga penuhi jarak pandangku. Tunggu, dua kalimat pendek tadi terasa aneh. Tapi…Ah ya! Angga tidak menatapiku. Dua manik matanya memang memandang lurus. Bukan ke arahku, tapi melewatiku. Rasanya tinggiku setara pucuk hidungnya yang mancung.
“Ia memang tak pernah menatapi langsung siapa pun. Kalau itu terlalu aneh, lihat saja sendiri..”
Prudence menghampiri seorang pengurus kelas lainnya. Anak itu kemudian bergerak ke bangku Angga, beritahukan sesuatu. Mulut Angga bergerak, pasti membalas kalimat yang didengarnya. Prudence benar! Angga menatap lurus ke depan, bukan ke arah anak yang diajaknya bicara!
“Tidak sekarang Nis! Bersabarlah. Lama-lama kamu akan terbiasa juga. Seperti kami semua di sekolah ini…”
***