“Apa yang kau pahami dari mati?”
Tak segera menjawab, kamu memilih menandaskan kopi hitam.
“Aku selalu tak suka ketika kau memulai hari dengan pertanyaan. Apa harus kujawab?”
Sepasang mata dihadapanmu tak berkedip.
“Aku telah ribuan kali mati. Namun lebih banyak lagi kehidupan baru. Jadi, bagiku, mati hanya satu dari banyak lain proses hidup.”
Satu kedipan. Tubuh yang mematung.
“Aku tak harus memuaskanmu. Yang kau tanyakan tadi pemahamanku.”
“Bagaimana jika istrimu mati. Anakmu?”
“Di titik ini, mungkin sedikit kesedihan seperti seharusnya. Kekosongan beberapa waktu. Tapi, ayolah. Aku sudah punya kau. Takkan ada kehidupan yang benar-benar mati. Pun kematian yang tak berikan ruang bagi hidup.”
Sosok 180 cm, dada bidang dan rambut ikal sepunggung. Alis tebal memadankan sepasang mata bermanik sama hitam. Hidung bangir dengan tebal bibir yang keduanya ideal. Sosok adam sempurna. Entah mengapa, masih juga harus bernama Gagah.
“Aku butuh jus gelas kedua. Kopimu?”