“Nah kan. Kecurigaanku benar. Pasti tentang ibu.”
“Iya juga sih. Memang tentang ibu,” seringaiku lebar. Aku yang sudah bersila di samping mas Bagas kembali tercenung.
“Aku butuh bantuan mas Bagas. Terserah kalimatnya bagaimana, intinya, ibu ikut Ranti terbang ke sini dan bermalam bersama,” putusku tegas.
“Kamu siap dengan penolakan?” Silangkan dua tangannya meyangga kepala, mas Bagas menatapku lurus, tepat di dua manik mataku.
Bahuku luruh, “Bukannya aku memang terbiasa dengan penolakan ibu? Justru mas Bagas yang tak pernah tertolak.”
Derai tawa mas Bagas dan kerucut berulang mulutku menjadi penutup singkat. Persis di menit ke sepuluh, dua mataku bergerak tak beraturan, sampai pun tak sadari kecup hangat mas Bagas di keningku.
--Bersambung--
*Selong 2 April
Rangkaian cerita sebelumnya: ALUY - Kepergian.
Olah diksi ini meramaikan Event Tantangan 100 Hari Menulis Novel Fiksiana Community Kompasiana.