“Oh, itu, namanya Aluy. Sahabatku sejak kuliah dulu. Setiap tahun dia juga mudik ke Mataram. Tahun depan pengen gabung ngopi bareng.”
“Wah, seru dong. Aku jadi bisa kepoin kak Putri ke dia.”
“Yeee, ngapain ngepoin aku lewat Aluy. Aku pasrah koq kamu interogasi tentang apa saja.”
“Yakin?”
“Iya lah. Memang mau ngepoin apaku Ran?”
“Mmmmhhh, yang pertama, mau ngepoin bapak almarhum. Ah, via telpon begini nggak puas. Kalau aku terbang ke Jogja buat ngopi bareng kak Putri, boleh?”
Tertegun sebentar, aku ingat ada yang harus segera kujawab.
“Heh, kalau sampai kamu ke Jogja, ngopi barengnya dirumahku lah! Kalau cuma racik kopi, koleksiku juga lengkap. Aku buatkan cappuccino paling cantik buat kamu.”
“Wah, boljug deh. Aku telpon segera jika aku diijinkan kak Arya. Wikenan dua malam di rumah kak Putri pasti juga disukai Gendis dan Gio. Thanks ya kak.”
“You’re most welcome dear. Ups, sorry, aku nelpon begini nggak ganggu jam kerjamu kan?”
“Ish, aku kan bosnya kak. Lagian aku hanya sendiri di ruang kerja. Kecuali aku ada meeting atau sidang, nomorku yang ini pasti akan kumatikan.”