"Ki Guruuuuu. Ki Guruuuuuu..."
Ki Plenyun belum selesaikan ritual pagi, menggosok gigi selepas sekian belas kunyahan pinang.
Kompleksitas bahan pada kombinasi sirih, kapur putih, sedadu pinang dan sapuan sejumput irisan tembakau kering sukses menjaga gigi geliginya masih berjumlah 28. Ah, cuma si Ben ini, gosok giginya ntaran.
 “Hoppooo o?"
Ben menganga. Meski menang, efek kejut bertemu Jempol Setan tak sepenuhnya menghilang.
"Lah, bocah gemblung. Malah mlongo, tak sembur kon.."
Muka keriput itu milik Ki Plenyun, tapi cairan apa yang menetes di dua ujung mulutnya? Apa karena kalah, Jempol Setan sukarela masuk dan menjadi sarapan pagi Ki Plenyun?
Bruuuuuhhhttt...Mamahan pinang sekaligus sejumput tembakau tersembur ke tanah. Satu kesutan lengan, " Opo o Ben?!"
"Astaga Ki Guru. Hari gini masih ngunyah pinang..." Ben lega.
"Ra ngurusi. Ki lo, deloko untuku," Ki Plenyun prengas-prenges pamerkan gigi. "Ngopo kon? Gasik men."
"Nganu Ki Guru. Dini hari tadi aku berhasil mengalahkan Jempol Setan pake jurus Suit an Manis Kelingking Dewa," sambil letakkan pantatnya di amben depan rumah Ki Plenyun, Ben bercerita jumawa.