Mohon tunggu...
Mustafa Ismail
Mustafa Ismail Mohon Tunggu... Editor - Penulis dan pegiat kebudayaan

Penulis, editor, pegiat kebudayaan dan pemangku blog: ruangmi.my.id | X & IG @moesismail

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Romantika Festival Sastra Bengkulu yang Kini Layu

1 Oktober 2024   07:07 Diperbarui: 1 Oktober 2024   08:19 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah membuka FSB 2019. (Foto: Panitia FSB)

Namun dalam penjelasan Willy Ana di forum diskusi di Bintan, ia  tak menyebut secuil pun peran kami (Iwank, saya, dan Pilo) yang menjadi ujung tombak acara. Imaji Indonesia sebagai lembaga yang menyelenggarakan acara pun tak disinggung. Justru yang terus disebut-sebut berulang kali adalah nama lain "di luar pagar" yang sama sekali tidak ada hubungan dengan FSB. Sekali lagi, seolah-olah FSB full hasil karya Willy Ana sendiri.

Semoga Willy Ana bisa melanjutkan FSB yang telah layu ini. Tentu saja dengan tim yang lain nanti. Entah bersama penyair dari Bintan, Batam, entah bersama tim dari Solo, entahlah!  

*       *       *                                           

MESKI kami rugi total dalam penyelenggaran FSB 2018, tapi saya dan teman-teman tidak kapok membantu Willy Ana mewujudkan FSB 2019. Setelah jeda beberapa bulan, kami mulai bergerak lagi menyiapkan FSB 2019. Saya bilang ke Willy Ana, agar FSB 2019 berbeda dengan FSB 2018. Ia setuju. Beberapa hari kemudian kami diskusi dengan Iwank, ia pun oke.

Lalu kami membentuk tim kurasi. Saya mengusulkan Iwank Kurniawan, Kurnia Effendi, dan Iyut Fitra jadi kurator. Willy Ana sempat tanya ke saya, "Kenapa Bang Mus gak ikut jadi kurator?" Saya bilang, gantianlah. "Kita jangan meniru kepanitian acara lain, dia panitia, dia kurator, dia juri, semua dia."

Kali ini ruang festival kami perluas ke penulis, bukan lagi penyair saja. Maka namanya pun menjadi Festival Sastra Bengkulu (Bengkulu Writers Festival). Timnya masih sama. Ada Willy Ana, saya, dan Iwank. Pilo tidak bisa membantu banyak, karena kesibukan pekerjaannya. Ia hanya muncul sesekali dan ketika acara.  

Saya pun mengusulkan agar karya terbaik diberi penghargaan dan insentif. Fokusnya, sesuai tema, pada anak muda. Kami menyampaikan kepada kurator: seleksi ketat. Tidak perduli nama. Kalau karyanya tak layak, tidak masuk buku. "Jika dia senior dan tak lolos kurasi, nanti kita undang secara khusus."

Akhirnya memang beberapa nama senior tak lolos kurasi, tapi kami masukkan dalam undangan khusus. Puisinya masuk buku dalam kategori undangan khusus. Hal itu dijelaskan dengan gamblang dalam catatan kuratorial. Termasuk memberi tempat khusus kepada puluhan penulis muda Bengkulu.

Karya-karya itu kami terbitkan dalam buku berjudul "Perjumpaan". Usulan judul datang dari salah satu kurator yakni Kurnia Effendi. Itu diambil dari salah satu karya dalam buku itu. Judul itu pun mempunyai makna bahwa FSB mempertemukan para penulis. Semua hepi dengan hasilnya.

Pelaksanaan FSB kedua ini lebih lancar. Karena kami berhasil mendapat sokongan dari Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), RRI (Pusat dan Bengkulu), Pemprov Bengkulu (Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah), Universitas Negeri Bengkulu, dan Djarum Fondation.

Tapi bukan berarti FSB 2019 tidak ada drama dan ketegangan. Kali ini ketegangan lebih banyak dari pihak eksternal. Beberapa hari menjelang hari H sebuah instansi vertikal tiba-tiba memutus kerjasama atas tekanan pihak tertentu di Bengkulu. Padahal setting acara sudah deal dengan instansi tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun