Apa daya nasi sudah menjadi bubur, mereka katanya terlanjur tergiur dengan kredit yang ditawarkan mbak-mbak cakep melalui sebuah brosur. Mereka merasa malu jika di rumah tidak bisa menonton sinetron bersama keluarga, mereka juga merasa minder kalau tidak bisa membuat minuman dingin di tengah cuaca panas, dan rasa-rasa malu atau gengsi lainnya yang bersemai dalam otaknya.
Melihat kondisi semacam ini, saya jadi ingat pesan menohok dari Mark Manson melalui buku satir hebatnya akan gaya hidup masyarakat zaman now.
Buku yang meraih beberapa penghargaan internasional yang saya maksud berjudul Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat, terjemahan dari "The Subtle Art of Not Giving a F*ck: A Counterintuitive Approach to Living a Good Life."
Buku yang telah diterjemahkan ke berbagai bahasa di dunia ini kurang lebih menceritakan tentang cara bersikap bijak tanpa mempedulikan omongan tetangga dan cukup menjadi diri kita apa adanya tanpa perlu mengikuti gaya orang sebelah. Tujuannya sederhana yakni supaya hari-hari kita lebih cerah berbahagia.
Sikap bodo amat ala Mark Manson ini masih erat kaitannya dengan kondisi dan situasi tak menentu seperti sekarang ini atau malah justru sangat dibutuhkan di saat bencana pandemi belum pergi. Sikap bodo amat di sini bukan berarti kita cuek terhadap permasalahan yang terjadi di sekeliling kita sehingga kita melupakan jeritan kesusahan tetangga.
Sikap bodo amat Mark Manson ini pun bukan berarti mengajarkan kita untuk bersikap egois memikirkan diri sendiri, tapi justru sebaliknya, kita malah diajarkan untuk selalu berderma secara tidak langsung.
Untuk bisa lebih memahami cara berpikir bodo amat ala Mark Manson di tengah bencana pandemi ini, saya akan membuatnya menjadi tiga pertanyaan menohok dalam tiga bagian singkat.
Pertama, kalau gengsi kenapa malah dituruti?
Buntut sikap gengsi ini semakin melambung tinggi di tengah arus modernisasi teknologi informasi. Media sosial yang gunanya untuk menghubungkan tali silaturahmi berubah menjadi ajang pamer diri dan aktualisasi diri.
Akibatnya, bagi sebagian orang akan merasa risih jika tidak menuruti nafsu diri. Kita pun membeli apa yang orang lain beli, katanya lagi trendi. Padahal kita tidak begitu mampu untuk membelinya. Karena dipaksa lingkaran pergaulan, kita malah menimbun utang (lagi).
Tapi namanya rasa gengsi, itu manusiawi. Manusia memang memiliki sifat dasar ingin memiliki lebih. Saya sendiri kadang merasa khilaf akan hal ini.